webnovel

Penyamaran Di Mulai

"Apa! Kamu, mau kembali ke Indonesia? Yang benar saja!" 

Suara menggelegar, bahkan mampu membuat gendang telinga sakit itu adalah suara Tuan Richard Permana. Pria berusia 44 tahun itu masih bertubuh kekar dan gagah karena selalu menjaga pola hidupnya dengan baik. 

"Papi, ini demi seseorang. Aku janji, aku tidak akan mencampuradukkan masalah pribadi dengan belajarku nanti. Please, izinkan aku kembali ke Indonesia, boleh?" mohon gadis imut berusia 17 tahun. 

"Mami, help me--" wajah memelas itu rupanya mampu membuat Ibunya luluh. 

Tuan Nyonya Permana, sepasang suami istri yang memiliki satu orang putri yang tingkahnya selalu membuat mereka meradang. Meski nakal dan banyak tingkah, putrinya itu sangat cerdas dan selalu mendapat rank di sekolahnya. 

Namanya, Violet Permata. Tahun ini usianya yang ke 17. Baru saja lulus sekolah menengah pertama dan kedua orang tuanya memintanya untuk melanjutkan studinya di Amerika. 

Kenyataannya, Violet Permata ini dahulu memiliki seorang kakak bernama Vito Permana. Hanya saja, Vito meninggal dunia diusianya yang ke tiga tahun karena sakit. Setelah meninggalnya Vito, setahun kemudian lahirlah Violet. 

Semakin hari, Violet ini tingkahnya semakin menjadi kala Ibunya memberikan sebuah gadget padanya. Ia terpikat oleh seorang lelaki yang seumuran dengannya. Bernama Leo Dirgantara, 18 tahun seorang atlet muda. 

"Wah, dia sungguh membuatku jatuh hati. Kulitnya yang putih, matanya yang indah dan bibirnya yang seksi membuatku selalu mabuk kepayang," gumamnya sembari menatap potret Leo. 

"Andai saja, aku bisa menjadi pacarmu. Oh, Leo Dirgantara …." 

Sudah hampir tiga bulan terakhir, Violet juga masuk ke fans club yang dibentuk oleh seseorang. Dimana didalamnya adalah tempat para penggemar rahasia Leo dan selalu membahas Leo saja di club tersebut. 

Tok, tok, tok ....

Khayalan Violet memudar ketika suara ketukan pintu masuk ke dalam bayangannya ketika berkhayal menjadi kekasih dari sang idola. 

"Hish, siapa pula yang mengetuk pintu. Rusuh deh!" umpatnya sembari membuka pintu. 

Klek! 

"Mami, ada apa?" ketus Violet. Ia masih kesal dengan Ibunya yang tidak bisa membantunya mendapatkan izin pulang ke Indonesia dan belajar di sekolah yang sama dengan sang idola. 

Violet memasang wajah kesalnya, kemudian duduk tepi ranjang dan menatap sinis Ibunya. 

Nyonya Permana membelai rambut Violet dengan lembut. Anak semata wayang, Satu-satunya putri di rumah dan selalu membanggakan keluarga, bagaimana tidak di manja? 

"Masih marah?" tanya Nyonya Permana. 

"Menurut, Mami?" 

"Memangnya, kamu mau sekolah dimana, sih? Kenapa ngotot banget mau kembali ke Indonesia? Bukankah, kamu juga sudah senang tinggal di sini? Teman-temanmu juga banyak 'kan?" tanya Nyonya Permana. 

Violet memutar bola matanya. Merasa kesal karena terus ditanyai tentang mengapa dirinya mau kembali ke Indonesia setelah sekian tahun. 

"Aku mau masuk ke sini," Violet memberikan brosur sekolah yang ia tunjuk. 

Nyonya Permana tentu saja terkejut dengan sekolah yang dituju oleh putrinya. "Apa ini? Ini sekolah khusus laki-laki, kamu mau ke sana untuk apa?" tanya Nyonya Pramana. 

"Wait!" seru Violet mengambil ponselnya. 

Ia menunjukkan video Leo yang saat itu sedang bermain basket. Begitu tergila-gila Violet kepada Leo. Kemudian Nyonya Pramana baru menyadari, jika poster serta foto-foto kecil yang ada di dinding kamar putrinya itu adalah laki-laki yang bernama Leo. 

"Violet, kamu yakin ingin masuk di sekolah khusus laki-laki? Kalau Papi kamu tahu, kamu mau jawab apa, Sayang?" tanya Nyonya Pramana. 

"Iya … Papi jangan sampai tahu dong, Mi!" seru Violet menggampangkan segalanya.

Violet berdalih, ia akan menyesal jika tidak mengisi masa remajanya dengan hal yang ia sukai. Violet juga menjanjikan akan sekolah dengan benar, meski dirinya ingin dekat dengan lelaki idolanya. 

"Vio, Vio, Vio! Kenapa kamu keras kepala seperti, sih?" Nyonya Permana mulai kesal. 

"Ya, Mami. Please, hanya satu tahun saja. Setelah ini, aku janji akan cari cara agar bisa kembali ke sini, tanpa Papi mengetahui alasan aku sekolah itu," Violet masih bisa-bisanya memohon. 

Memang tak mudah menolak keinginan sangat putri. Nyonya Permana mengiyakan dan akan membantunya untuk memikirkan bagaimana caranya Violet bisa masuk ke sekolah tersebut.

"Yeay! Thanks, Mami," ucap Violet sangat girang. 

"Tapi ingat, hanya satu tahun saja. Lebih dari itu, atau Papimu  tau kelakuan kamu ini, Mami tidak akan membantumu lagi, paham?" tutur Nyonya Permana. 

"Siap, Bos!"

Malam itu, Violet segera berbenah. Sementara Nyonya Permana bertugas membujuk Tuan Permana agar mengizinkan putrinya kembali ke Indonesia. 

***

Satu bulan berlalu, sekolah sudah siap dimulai. Violet tiba di bandara dan tinggal di rumah lama mereka. Rumah yang sangat besar nanti megah itu dihuni dirinya dan beberapa pekerja rumah tangga yang di sediakan khusus oleh Nyonya Permana. 

"Nona, semua pakaian dan keperluan Nona sudah selesai di packing. Apakah Nona akan berangkat besok?" tanya seorang wanita paruh baya, orang yang mengurus Violet sejak dalam kandungan Ibunya, hingga lahir dan berusia 7 tahun. 

"Sudah? Baiklah, hari ini aku mau jalan-jalan dulu sebentar." 

Pengurus Violet sampai bingung mengapa Nona'nya masuk ke sekolah khusus laki-laki. Meski penasaran, pengurus Violet tak berani bertanya.

Ya, demi bertemu dengan idolanya yang dia sukai, Violet sampai rela menyamar menjadi seorang anak laki-laki. Pindah ke sekolah dimana sangat idola sekolah dan menimba ilmu di sekolah itu.

Sekolah telah di mulai. Apa yang diimpikan Violet akhirnya terwujud, ia bisa bertemu dengan Leo di sekolah. Hal itu tentunya membuatnya sangat senang, hingga tak sadar jika ia mengucapkan hal konyol yang membuatnya ditertawakan banyak siswa.

"Aku menyukaimu, bolehkan berteman denganmu?" ucapnya. 

"Hahaha,"

"Apa kau dengar itu?"

"Iya, aku mendengarnya! Apakah dia masih waras, dia bilang menyukai si brengsek Leo? Ada-ada saja!" 

Semua siswa menjadi menertawakan Leo dan Violet. Hampir saja Violet bersikap seperti anak gadis, ia pun segara menurunkan tangannya yang semula hendak menjabat tangan Leo. 

"Apa kau sudah gila? Apakah kau sorang gay? Menjijikkan sekali!" desis Leo, pergi dengan menyenggol bahu Violet. 

Pipi Violet memerah, ia segera berlari menuju toilet menyemangati dirinya sendiri. "Astaga apa yang aku lakukan?"

"Eh, dimana salahku? Apakah aku salah jika aku menyatakan sukaku padanya?"

"Aku ha …,"

Ucapan Violet terhenti kala melihat wajah dan postur tubuhnya sendiri di cermin besar di toilet. Jika Leo dan semua orang menertawakannya, itu akan dilihat normal karena saat itu dirinya sedang menjadi siswa laki-laki.

"Astaga, apa yang aku lakukan ini? Pantas saja dia menganggap diriku sebagai gay. Aku sedang menyamar. Bodoh sekali aku!" gerutunya dalam hati.

Ketika di toilet, Violet bertemu dengan seorang siswa yang tak kalah tampan dari Leo. Namanya Bagas Permadi, berusia 18 tahun. Ia adalah siswa yang cukup hebat dalam sepak bola di sekolahnya. Bagas ini tak lain adalah sahabat dari Leo. 

"Aduh!" 

Keduanya saling bertabrakan. Bagas terus menatap Violet dan menanyakan apakah ia adalah anak baru di sekolah tersebut. 

"Apa kau anak baru?" tanya Bagas. 

Violet mengangguk. 

Kemudian, Bagas menyeringai. Tatapan liciknya sangat terbaca. Ia pun ingin mengerjai Violet dengan gurauan konyolnya. Ia mengatakan kepada Violet, jika ada sebuah kebiasaan di mana murid baru harus melepaskan celananya di depan umum, dan berlari mengelilingi lapangan sebanyak 10 putaran. 

"Apa? Apa kalian sudah gila?" ketus Violet langsung menjauh dari Bagas. 

"Memang itu sudah menjadi aturannya. Kenapa? Bukankah kita di sini semuanya seorang laki-laki? Apakah … milikmu sangat kecil, jadi kau malu, hm?" Bagas semakin menjadi-jadi dengan mendekati Violet. 

Pipi Violet semakin memerah mendengar apa itu benda milikmu yang kecil. Ia pun mendorong Bagas dan segera lari keluar dari toilet. 

"Tenaganya tidak besar, tubuhnya juga wangi. Apakah benar dia seorang pria?" gumam Bagas dalam hati.

Next chapter