webnovel

Duapuluh enam

Setelah makan siang, Anna dan Koby kembali ke lantai dua. Mereka berdua terduduk di atas sofa. Anna membaca salah satu buku koleksi Koby sedangkan pemiliknya, duduk bersila, menompang dagunya dengan tangan kanan, dan menatap Anna yang duduk di sampingnya.

Koby memikirkan Anna, seorang perempuan yang lima tahun lebih muda darinya, bisa melupakan kejadian buruk sepuluh tahun yang lalu. Kejadian saat dia mendengar teriakan orang tuanya, dia diambil paksa, dan hampir dijual sebagai budak pemuas nafsu laki-laki berhidung belang.

Koby mengembuskan napas panjang dan tidak menompang dagunya lagi. Koby berdiri dan segera membungkukkan tubuhnya di hadapan Anna. "Maafkan saya karena telah tidak sopan pada anda, Nona Holmes." Sesalnya.

"Tidak apa. Sudah sewajarnya anda merasa ketakutan. Lebih baik anda segera bersiap untuk menginap di rumah saya." Ucap Anna tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca.

Wajah Koby penuh keraguan dan perlahan menegakkan tubuhnya. Dia memikirkan apakah Anna akan terus melindunginya seperti ini. Koby memahami betapa pengecutnya dia. Terus melarikan dari masalah bukanlah solusi terbaik. Dia ingin melawannya, tapi rasa takut terus menghantuinya.

"Jika anda tidak mau, saya tidak akan memaksa. Saya juga tidak meminta anda untuk segera menyelesaikan masalah internal dalam diri anda. Apabila anda ingin saya menemani anda, saya akan melakukannya." Tambah Anna dengan santai seraya memandang dan tersenyum lembut pada Koby.

Koby menghela napas. Dia merasa terkejut dengan perkataan Anna yang ingin menemaninya. Perempuan di hadapannya kini, membuatnya perlahan menitikkan air mata. Dia tidak menyesal dalam hidupnya mengenal Anna.

Koby memeluk Anna seraya menangis. Dia merasa lega bisa menemukan sahabat sepertinya. Rasa kagum dan hormat semakin bertambah pada gadis itu. Anna membalas pelukan Koby dan menepuk pelan punggung lebarnya. Tepukan lembut di punggung Koby membuatnya semakin menangis dengan deras. Seluruh perasaan frustasinya, dia keluarkan.

"Menangislah! Jangan pikirkan kedewasaan anda! Luapkan semuanya!" Ucap Anna dengan lembut.

Koby tidak pernah melihat atau menginginkan Anna sebagai kekasih maupun sebagai calon istri. Dia hanya mengagumi dan hormat pada Anna. Koby lebih merasa seperti seorang penggemar yang beruntung bisa menjadi teman seorang publik figur. Anna dekat dengannya, tapi Koby selalu merasa Anna telah melangkah jauh di depannya. Semua perkataan dan perbuatan gadis itu, selalu terukir jauh di dalam hati dan pikiran Koby. Dia tidak akan pernah melupakan kebaikan hati sahabatnya itu.

Meski Koby sering memperlakukan Anna layaknya seorang kekasih, dia hanya ingin mendapatkan perlindungan dari gadis itu. Anna tidak pernah menganggap sentuhan Koby sebagai hasrat untuk memiliki dirinya. Melainkan, hanya seorang yang dia anggap pantas untuk menyentuhnya.

Koby berhenti menangis setelah berada di pelukan Anna selama sepuluh menit. Dia melepaskan pelukannya dan menghapus sisa air mata di pipinya. Dia merasa terkejut dengan gaun Anna yang telah basah oleh air matanya. "Maafkan saya yang telah membuat kotor gaun anda." Sesalnya.

Anna hanya tersenyum lembut. Dia sedari tadi hanya diam membiarkan gaunnya basah. Anna mengelus lembut kepala Koby. "Bayi kecil, anda tidak perlu merasa bersalah. Saya akan meminjam pakaian anda." Ujarnya.

Koby yang mendengarnya hanya menghela napas dan wajahnya berubah menjadi merah. Dia merasa malu karena telah menangis seperti bayi.

Anna berdiri dan meninggalkan Koby yang masih terduduk malu. Anna bersembunyi di balik tirai merah. Dia membuka lemari pakaian Koby, mengambil kemeja, celana kain, dan sebuah rompi.

"Saya tahu ini bukan saat yang tepat untuk menanyakannya. Apakah anda sudah menjadikan anak itu menjadi anak buah Willy?" Tanya Anna seraya melepaskan gaunnya.

"Saya sudah meminta pada Willy. Tetapi, Willy mengatakan kalau anak itu tidak mengacuhkannya. Dia sudah membujuknya berulang kali, tapi hasilnya anak itu berakhir menghindarinya. Hari ini, Willy akan datang dan melaporkannya." Jawab Koby.

Anna tidak menduga anak kecil yang menarik perhatiannya sangat sulit untuk dibujuk. Diusianya yang masih muda dan hidup di jalanan, seharusnya dengan Willy yang merupakan anak jalanan juga akan meningkatkan kemudahan di jalanan dan mencegahnya untuk mencuri makanan.

Suara langkah kaki ringan terdengar menaiki tangga dengan terburu-buru. Suara ketukan pintu menggema di dalam ruangan Koby. Anna yang masih berganti pakaian terdiam sebentar dan melanjutkan kegiatannya. Sedangkan Koby, dia yang tengah memandangi rak bukunya, perlahan memutar tubuhnya dan memandangi pintu.

Seorang anak laki-laki memiliki tinggi kurang lebih seratus enampuluh sentimeter, rambut hitam kemerahan berantakan, bibir merah tipis, hidung mancung, mata biru sayu, pakaian dan jaket lusuh, dan aroma tidak sedap tercium.

Willy masuk ke dalam ruangan dengan tubuh tegak seperti seorang prajurit. "Willy datang untuk melapor, Sir. Anak itu tetap kekeh untuk tidak mengikuti kelompok saya. Saya mohon pencerahan dari anda." Ucapnya dengan tenang setelah menutup pintu.

Anna perlahan keluar dari balik tirai merah seraya membawa gaun di tangan kiri dan tangan kanan yang mencoba menutup hidungnya. Aroma tubuh dari Willy membuatnya sedikit merasa tidak nyaman.

"Anak kecil, kapan terakhir kali kau mandi?" Tanyanya dengan wajah penasaran. Anna mencoba tetap tenang meski aroma tidak sedap mulai menjalar ke seluruh ruangan.

Willy menoleh ke Anna dengan wajah kebingungan. Tidak pernah seorang pun yang ada di ruangan tersebut selain Koby. Lebih aneh lagi, seorang perempuan mengenakan rompi dan kemeja laki-laki. Anna juga tidak menyangka pakaian Koby cukup besar di badannya. "Maaf, Madam. Terakhir kali saya mandi adalah empat hari yang lalu." Jawab Willy dengan tenang.

"Mandilah dulu di sini. Aroma tubuhmu sangat mengganggu sekali." Protes Anna.

Willy dengan wajah terkejut melihat ke arah Koby. Dia menganggap Koby adalah bos besarnya. Dia akan melakukannya atas perintah dari Koby. Koby hanya tersenyum tenang dan menganggukkan kepalanya.

"Mandilah di sini. Setelah mandi, baru kita bicara." Ucap Koby. Willy menganggukkan kepala dan pergi untuk melaksanakan perintah Koby.

Anna dengan cepat membuka seluruh jendela. Dia tidak tahan dengan aroma tubuh Willy meski anak itu telah pergi. Koby hanya tertawa lirih. Gerakan cepat Anna seperti seekor kucing yang ingin melarikan diri dari kejaran pemburu kucing liar.

"Saya tidak mengerti. Apakah dia seperti itu? Dia tidak mandi selama empat hari." Ujar Anna dengan tatapan tidak percaya pada Koby yang terkekeh di sofa.

"Hidung saya sudah biasa dengan bau sampah dan keringat orang-orang. Bau Willy sedikit mengganggu awalnya, tapi setelah terbiasa, anda tidak akan peduli dengan hal itu. Mengingat apa yang dikatakan oleh Willy sebelumnya, bagaimana menurut anda?" Tanya Koby.

Anna duduk di atas sofa yang sama dengan Koby. Dia menompang dagu dan menatap lantai. "Tidak perlu dipaksakan lagi. Sedikit mengejutkan dengan sifat keras kepalanya. Apakah ada informasi lain?" Tanya Anna dengan wajah penasaran.