webnovel

13. Confused

Chapter 13

Confused

Vanilla baru saja memasuki ruang makan dan tertegun mendapati siapa yang ada di sana. Nick, pria itu duduk di kursi makan sedang menikmati sarapan di rumahnya bersama Xaviera.

"Nick...." Vanilla justru seolah mengerang memanggil nama pria itu.

"Sayang, selamat pagi. Ayo, kemarilah," ucap Xaviera, wanita itu sedang menuangkan susu ke dalam gelas.

Sementara Nick, pria itu hanya menyeringai. Tetapi, tatapan matanya menatap Vanilla lembut, penuh kerinduan seolah-olah telah bertahun-tahun tidak melihat gadis itu.

"Kenapa kau ke sini?" tanya Vanilla sambil menarik kursi di samping Xaviera. Ia sengaja tidak mengambil tempat duduk di samping Nick karena ia merasa sangat gugup jika harus terlalu dekat dengan pria itu.

"Aku ingin sarapan di sini," jawab Nick, tatapan matanya terus mengarah kepada Vanilla yang wajahnya tampak bersemu merah.

Vanilla mencebik di dalam hatinya mendengar jawaban pria itu, jelas hanya alasan, tidak adakah alasan yang lebih masuk akal selain ikut menumpang sarapan di rumah orang lain sementara dirinya adalah orang kaya raya. Tetapi, perasannya tak urung merasa sangat bahagia karena Nick datang untuk melihatnya selagi ini.

Xaviera meletakkan segelas susu di depan putrinya lalu mengambilkan dua potong sosis dan telur di sebuah piring kosong.

"Aku tidak mau putih telur," ucap Vanilla cepat. Ia tidak menyukai putih telur sejak kecil.

"Kau bisa memisahkannya," ujar Xaviera, wanita itu menggeleng pelan.

"Berikan padaku, kau juga boleh mengambil kuning telurku," kata Nick.

Mata Vanilla seketika berpendar seperti bintang dalam kegelapan. Dulu, saat kecil ia dan Beck sering bertengkar karena Beck tidak bersedia menukar kuning telurnya untuk Vanilla. Beck juga menyukai kuning telur, sana seperti Vanilla. Tetapi, Nick bersedia melakukannya, pria itu bersedia menukar kuning telur di piringnya.

"Kau sangat pengertian, terima kasih." Vanilla buru-buru memisahkan kuning telur dari putihnya lalu menukarnya dengan kuning telur yang ada di piring Nick, gadis itu menyeringai senang.

Nick tersenyum, ia merasa sangat gemas melihat tingkah Vanilla yang ternyata tidak seburuk yang Beck ceritakan. Gadis di depannya pekerja keras, memiliki tekad yang kuat. Tetapi, ia tetaplah gadis yang manja sesuai dengan posisinya sebagai anak tunggal yang pastinya dimanjakan oleh orang tuanya ditambah orang tua Beck juga memanjakan Vanilla dari apa yang Nick dengar dari Beck.

Sementara Xaviera, wanita itu tersenyum puas menyaksikan adegan manis di depannya. Perasaannya menghangat setiap kali Nick bersama Vanilla, seolah ia kembali muda, dan membuat terkenang dengan pria yang ia cintai dengan sepenuh hati hingga kini, mendiang ayah Vanilla.

Seusai sarapan, Xaviera bergegas menjauh dari ruang makan. Membiarkan dua anak muda yang sedang jatuh cinta hanya berdua membuat Nick diam-diam merasa sangat bersyukur karena Xaviera adalah wanita yang sangat pengertian.

Vanilla bangkit dari duduknya,ia melangkah ke halaman belakang diikuti oleh Nick, ia berhenti di tepi kolam renang.

"Kenapa kau ke sini?" Vanilla mengulang pertanyaannya karena Nick belum menjawab pertanyaannya tadi.

Nick meraih telapak tangan Vanilla lalu mendaratkan kecupan di ujung jemari hadis itu. "Aku merindukan calon kekasihku."

Wajah Vanilla memerah, jantungnya terasa hendak melompat dari rongga dadanya mendengar ucapan Nick. "Aku belum berkata iya," desahnya.

"Sayangnya aku yakin kau pasti berkata iya." Nick mengusap-usap jemari Vanilla menggunakan ujung ibu jarinya.

"Tidak bisakah kau sabar menunggu besok?"

Nick kembali mengecup ujung jemari Vanilla. "Besok dan hari ini adalah hari yang berbeda, yang jelas aku tidak bisa jika tidak melihatmu meski hanya satu hari." Pria itu menatap jari jemari lentik Vanilla.

Vanilla menatap jemari tangannya yang berada di dalam kuasa Nick. "Kau terlalu banyak merayuku, aku yakin ada banyak gadis yang telah menjadi korbanmu."

Nick menghentikan gerakannya mengusap jemari Vanilla, ia mengalihkan fokusnya pada wajah Vanilla. "Kau benar."

Pengakuan Nick terasa bagian badai yang menerjang perasaan Vanilla. Benar, Nick adalah pria tampan, terpandang, dan kaya raya. Ada banyak gadis yang bersamanya, tidak diragukan lagi. Ia hanya akan menjadi mainan sementara Nick sebelum pria itu bosan lalu membuangnya.

"Tapi, aku ingin mencoba hubungan serius denganmu," ujar Nick sebelum Vanilla menyahut.

Bibir Vanilla terbuka, ia membalas tatapan Nick. Mencari kebenaran di mata pria itu. Gadis itu menghela napasnya pelan lalu mengembuskannya diam-diam. "Tidak Nick, aku tidak bisa."

Jantung Vanilla terasa sangat sakit saat mengucapkannya. Percobaan hubungan, Nick hanya menginginkan sebuah percobaan hubungan. Bagaimana jika suatu saat nanti ia benar-benar jatuh cinta pada pria itu dan hanya dirinya yang merasakan perasaan itu sementara Nick tidak. Ia tidak ingin dicampakkan untuk kedua kalinya.

"Kau menolakku?"

Vanilla menghela napasnya pelan. "Tidak, bukan begitu...."

"Jadi, kau menerimaku?" pungkas Nick.

"Astaga, itu juga tidak."

"Aku akan menikahimu, secepatnya jika kau mau." Pria itu melontarkan kalimatnya seperti tidak memikirkan terlebih dulu.

Vanilla mengerjapkan matanya. "Bukan seperti itu juga maksudku," ujarnya terdengar kesal.

Ini tidak benar, hubungan percobaan ini mungkin tidak akan berhasil.

Percobaan sebuah hubungan sudah cukup menakutkan apa lagi sebuah percobaan pernikahan, itu lebih mengerikan. Vanilla tidak ingin mengalami kegagalan rumah tangga, ia ingin seperti ibunya yang menikah hanya satu kali dalam hidupnya.

"Kita tidak tahu jika kita tidak mencoba. Tapi, aku yakin, kau cocok untukku. Kita sangat cocok."

"Kita baru mengenal," erang Vanilla.

Nick diam-diam menggeram di dalam hatinya, ia belum pernah di tolak oleh gadis mana pun. Bahkan ia adalah pria yang paling di kejar di kota ini meski ia bukan seorang aktor, penyanyi atau selebriti. Tetapi, berani-beraninya Vanilla menolaknya.

"Katakan yang jelas, Vanilla." Ia mulai kehilangan kesabarannya.

"A-aku... aku perlu waktu. Aku akan menjawab besok setelah menonton pacuan kuda," ucap Vanilla seperti kesepakatan mereka kemarin. "Seharusnya kau bersabar menunggu hingga besok."

Namun, faktanya Nick tidak bisa menunggu. Pria itu bahkan telah datang ke rumahnya dengan dalih sarapan padahal mereka terpisah belum sampai dua belas jam.

Nick meletakan satu telapak tangannya di atas kepala Vanilla, mengusap-usap rambut gadis itu penuh kasih sayang. "Tapi, dalam perjanjian kita tidak ada larangan aku merindukanmu, tidak ada larangan aku menemuimu."

Vanilla mengerutkan bibirnya. "Dasar tidak penyabar," gumamnya.

Nick tersenyum, ia meraih dagu Vanilla, sebelah tangannya merengkuh pinggang Vanilla, merapatkan jarak di antara mereka, ia mendekatkan bibirnya ke bibir Vanilla. "Aku tahu getaran di dadamu, Vanilla. Kau menginginkan aku, sama seperti aku menginginkanmu."

Vanilla membuka bibirnya, hendak menyahut ucapan Nick tetapi pria itu telah melumat bibirnya. Menggodanya hingga tidak ada jalan bagi Vanilla untuk berlari, ia menerima ciuman Nick, membiarkan lidah hangat pria itu menyeruak masuk ke dalam rongga mulutnya lalu membelai lidahnya.

Ia menyukai ciuman Nick, ia menyukai saat berbagi napas yang sama bersama pria itu. Ia menginginkan Nick menjadi miliknya tetapi ia takut jika suatu saat pria itu bosan lalu membuangnya. Berbagai pikiran buruk menghantuinya, apa lagi ia merasa jika dirinya tidak secantik gadis-gadis lain yang pernah singgah dalam hidup Nick.

"Sialan," geram Nick. "Aku sangat menginginkanmu, Vanilla."

Vanilla terengah, tatapan matanya berkabut gairah menatap Nick. Sama seperti Nick, ia menginginkan Nick sebesar pria itu menginginkannya.

Nick menghela napasnya dalam-dalam, mengatur detak jantungnya yang menggila, dan juga gairahnya yang lebih gila dibandingkan detak jantungnya. Jika gadis di depannya bukan Vanilla, Nick bersumpah akan menyeret gadis itu ke rumahnya, menelanjanginya lalu menikmati setiap jengkal tubuhnya. Sayangnya, Nick yakin, jika ia terburu-buru Vanilla pasti akan ketakutan.

"Sialan. Vanilla, ingin menidurimu," geram Nick parau.

"A-apa?" ia tidak mendengar dengan jelas ucapan Nick karena geraman Nick seolah tertahan di tenggorokan pria itu.

"Aku akan menunggumu," ucap Nick sungguh-sungguh. "Sampai besok."

Vanilla mengerjapkan matanya, ia masih merasa terlalu cepat hubungannya dan Nick berkembang, ia juga merasa jika ia tidak pantas bersama pria itu. Perasaan bimbang semakin menderanya.

"Setelah kau menerimaku, aku akan membawamu ke atas tempat tidurku," ujar Nick. Pria itu berniat mendaratkan kecupannya di punggung telapak tangan Vanilla.

Namun, secepat kilat Vanilla menarik telapak tangannya yang berada di dalam kuasa Nick. "Jadi, kau hanya ingin meniduriku?"

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate bintang.

Salam manis dari Cherry yang manis.