webnovel

Destiny

Denis adalah anak tunggal dari seorang konglomerat di Jakarta. Walaupun tomboy, dengan rambut sepanjang bahu, ia tetap terlihat cantik dan menawan. Itu menurutnya dan ia yakin semua orang memiliki pendapat yang sama.

Mungkin banyak yang mengira hidupnya sempurna, tetapi ada satu hal yang dimiliki kebanyakan orang tapi tidak ia miliki. Hanya butuh tiga huruf untuk mengatakannya, yaitu 'IBU'.

Papa Denis bilang, Mamanya meninggal saat ia berusia 5 tahun. Sampai sekarang ia belum pernah tau keberadaan makamnya, karena Papa tidak mengijinkan untuk melihatnya. Bila Denis bertanya dan membicarakan soal Mama, Papa selalu mengalihkan pembicaraan. Memang aneh, tetapi walaupun begitu ia tetap bersyukur mempunyai Papa sebaik dirinya.

***

Sesampainya di sekolah, Denis langsung menuju kantin karena ia malas mengikuti pelajaran pertama yaitu matematika, karena ia sama sekali tidak menguasai pelajaran tersebut. Setelah memesan makanan, Teresa sahabat Denis datang menghampiri.

"Udah lama lo di sini?" tanya Tere sembari duduk di sampingnya.

"Nggak kok, gue baru aja sampe"

Saat sedang asik-asiknya menyantap makanan yang sudah disajikan, tiba-tiba sesosok tangan muncul menutupi ke dua mata Denis.

"Aduhh... Siapa sih nih? ganggu orang makan aja!" dengan kesal ia melepaskan tangan yang menutupi matanya.

"Kamu galak banget sih yank"

"Abis udah tau lagi makan, malah ditutupin mata aku"

Cowok itu adalah Arya. Dia pacar Denis semenjak ia belum lama masuk ke SMA ini. Karena Denis masuk dari kelas 2 SMA dan sekarang ia duduk di bangku kelas 3, berarti sudah hampir satu tahun ia berpacaran dengannya.

Arya adalah Coverboy di sekolah, banyak cewek yang iri karena Denis bisa menaklukannya. Banyak yang bilang Arya itu Playboy, Termasuk Tere yang berpendapat seperti itu. Tetapi Denis tidak percaya, karena selama satu tahun ini, ia tidak menemukan hal yang mencurigakan darinya.

"Yank, nanti sore jalan yuk!" ajak Arya sambil duduk dihadapannya.

"Hm... gimana ya?" sebelum Denis sempat menyelesaikan ucapannya, Tere mencubit pinggangnya hingga membuat ia sedikit melompat karena kesakitan. "Kayaknya nggak bisa yank, soalnya aku udah ada janji sama Tere sore ini mau main ke rumahnya, sekalian ngerjain tugas"

"Hm... ya udah lain kali aja" ucap Arya sedikit lesu.

Sesuai janji, sore harinya Denis pergi ke rumah Tere sambil menenteng buku pelajaran. Karena jarak rumah mereka tidak terlalu jauh, ia memilih pergi dengan berjalan kaki.

Saat dalam perjalanan, Denis berhenti sejenak untuk membeli minuman disebuah warung kecil di dekat taman. Saat baru berjalan beberapa langkah dari warung sambil menghisap minumannya dengan sedotan, tiba-tiba sesosok tubuh memeluk Denis dari belakang.

"Anjrit, siapa sih nih?" tanyanya kesal. Denis berusaha melepaskan diri dari pelukan orang tersebut, hingga membuat minuman yang baru saja ia beli dan masih terisi penuh terjatuh.Karena pelukan orang itu terlalu erat, Denis tidak kuasa melepaskannya. "HEH... Lepasin guee...!!! Tolooonngg...!!!"

Denis berteriak sekuat mungkin, tetapi tidak ada satu orang pun yang menolongnya. Saat ia menoleh ke arah taman, terlihat orang-orang sekitar sedang sibuk menolong seorang wanita yang sedang tergeletak tak sadarkan diri di dekat sebuah kursi roda.

"Ya Tuhan, apa yang harus gue lakukan?" bisik Denis dalam hati. Saat ini ia hanya bisa berdoa dan pasrah menunggu pertolongan atau sampai orang itu melepaskannya.

Tidak lama kemudian, orang itu melepaskan pelukannya. Tanpa pikir panjang dan dengan cepat Denis membalikan badan dan langsung melayangkan tamparan ke pipi orang tersebut. Denis membelalakan mata saat melihat wajah orang yang ditamparnya. Seorang cowok tampan, bahkan bisa dibilang sangat tampan berdiri dihadapannya. Cowok itu memandang Denis dengan tatapan penuh harapan dengan air mata yang menetes membasahi pipinya.

"Heh, lo gila ya? Ngapain lo meluk-meluk gue?" tanya Denis dengan penuh emosi.

Bukannya menjawab, cowok itu malah berusaha memeluknya kembali. Dengan sekuat tenaga Denis mendorongnya, lalu ia berlari sekencang mungkin. Saat Denis menengok kearah belakang, ia terkejut karena cowok itu juga berlari untuk mengejarnya.

Denis langsung menambahkan kecepatan, sampai-sampai ia tidak sadar buku pelajaran yang ia bawa terjatuh. Karena cowok itu masih saja mengejar dan Denis tidak sanggup berlari lagi, ia memutuskan untuk bersembunyi dibalik semak-semak. Setelah cowok itu berlari melewati tempatnya bersembunyi, sambil celingak-celinguk dan langkah yang mengendap-endap, ia kembali berlari menuju rumah Tere.

Sesampainya di sana, dengan nafas ngos-ngosan Denis mengetuk pintu rumah Tere. Tidak lama pemilik rumah pun keluar lalu mengerutkan dahi saat ia melihat keadaan Denis.

"Denis, lo kenapa acak-acakan gitu?" tanyanya heran.

"Gue abis ketemu orang gila Re, masa gue dipeluk-peluk" jawabnya sambil mengatur nafas.

"Hah... Serius lo?" Denis hanya menganggukan kepala. "Terus pasti tadi lo ngumpet disemak-semak?" tanyanya dengan ekspresi menahan tawa.

"Kok lo tau?"

"Itu rambut lo acak-acakan dan banyak daun. Haha..." jawabnya sambil tertawa terbahak-bahak.

"Lo ya bukannya bantuin gue malah diketawain" ucap Denis kesal.

"Iya maaf! maaf!" ucap Tere sambil membantu membersihkan daun-daun yang menempel di rambutnya. "Terus buku pelajarannya mana?"

"Jatoh tadi pas gue lari"

"Yah, lo gimana sih?"

"Bodo ah, yang penting gue selamat"

"Gue sih lebih mentingin bukunya yang selamat dari pada lo" Denis mengerutkan dahi saat mendengar ucapannya. Tere hanya tersenyum lebar melihat ekspresi muka Denis. "Gue becanda kali. Ya udah, yuk masuk!" ajaknya.

"Ngeselin banget sih lo!" ucap Denis sambil memukul pelan lengan Tere.

Setelah cukup lama mengerjakan tugas, karena Denis harus menyalin ulang tugasnya di buku yang baru, Tere menghampiri dan memberikan Denis sepucuk surat yang baru saja di ambilnya dari dalam kamar.

"Apaan nih?" tanyanya bingung.

"Itu surat ijin gue, tolong besok lo kasih ke wali kelas ya!"

"Emang besok lo mau kemana?"

"Gue mau ke Bandung Nis, Nenek gue lagi sakit"

"Ya ampun, salam ya buat Nenek lo! Semoga cepet sembuh! Gue pasti bakalan kangen banget sama lo" ucapnya sambil memeluk Tere.

"Lebay lo ah, gue ke Bandung cuma 2 hari kali"

"Oh.. gue kira bakalan lama"

Tidak terasa di luar sudah gelap, menandakan waktunya Denis harus pulang. Karena teringat kejadian sore tadi, ia menjadi takut untuk pulang sendirian. Saat di depan pintu rumah, Denis menghentikan langkahnya.

"Re!" panggilnya sambil tersenyum memelas.

"Kenapa? Lo takut balik sendirian?"

Denis menganggukan kepala. "Lo tega ngeliat sahabat lo ini jalan sendirian di malam yang gelap dan sunyi ini? Mending kalau bawa mobil, gue kan jalan kaki Re"

"Paling bisa ya lo kalau masalah ngerayu. Ya udah, tunggu di sini! Gue ambil kuncil mobil dulu"

Sesampainya di rumah, Denis langsung menuju kamar yang isinya dipenuhi dengan nuansa yang serba pink, karena dari dulu ia suka dengan warna tersebut. Ia merebahkan diri di atas kasur yang seprainya berwarna pink tentunya. Karena kelelahan, dalam hitungan detik matanya terpejam, lalu ia tertidur dengan pulas.