1 My Name Is Anya

Tatapan semua orang tidak akan lepas dari seorang perempuan cantik yang sedang bermain basket.

"Ayo Anya, kamu pasti bisa."

Semua orang mendukungnya dan meneriaki namannya. Hanya saja perempuan itu menampakkan wajah datarnya tanpa sedikit pun senyuman. Bahkan ketika di mencetak poin saja ekspresinya masih saja sama sedangkan semua orang bersorak senang karena tim basket sekolahannya menang.

Hari ini adalah hari terakhir Anya bermain basket karena dalam beberapa minggu lagi dia akan melaksanakan kelulusannya.

Keringatnya yang mengalir menambah kecantikan Anya. "Pak saya pulang dulu," ucap Anya kepada guru olahraganya.

Guru tersebut menganggukkan kepalanya, dia yang sangat paham bagaimana sikap Anya padahal semua tim akan melaksanakan perayaan kemenangan ini, namun pasti Anya tidak akan mengikuti kegiatan ini sebab seperti beberapa tahun lalu Anya selalu saja menolak.

Anya yang saat ini sedang berjalan menuju ke pintu keluar tiba-tiba saja menghentikan langkahnya ketika seorang wanita menghalangi jalannya.

"Anya, kamu kenapa tidak ingin ikut dengan kita? Ikut saja karena jika tidak ada kamu rasanya kurang, apalagi kemenangan ini terjadi karena kamu," ucap seorang wanita.

Sedangkan semua orang menggelengkan kepalanya melihat apa yang dilakukan oleh wanita tersebut. Mereka semua sangat yakin kalau Kana akan menolak dan melakukan hal yang sama seperti beberapa hari yang lalu.

"Jangan jadi penganggu!" ucap Anya dengan wajah datarnya dan hendak melangkah namun tangannya digenggam dan ditarik agar ikut dengannya.

Wajah Anya sudah memerah, dia menghempaskan tangannya dan mendorong tubuh wanita yang tadi dengan berani menyentuh tangannya.

"Aku tidak tahu siapa namamu dan bahkan aku tidak peduli itu. Kehadiran kamu hanya menjadi sampah saja," ucap Anya yang memang tidak mengenal wanita tersebut.

Wanita itu terdiam, dia benar-benar malu diperlakukan seperti ini dihadapan semua orang padahal niatnya itu baik ingin berteman dengan Anya.

Anya yang kesal tidak ditanggapi, tiba-tiba saja melangkahkan kakinya maju.

Plak!

"Dasar tuli," cetus Anya dan melangkah pergi.

Semua yang berada di lapangan terkejut dengan apa yang dilakukan Anya. Sudah berulang kali hal seperti ini terjadi sehingga tidak ada yang berani mendekati Anya dan hanya dapat memandangi Anya dari kejauhan saja.

***

Tidak peduli dengan ucapan Ayahnya yang saat ini sedang memarahi dirinya karena telah bersikap kasar di sekolah tadi.

Anya yang menggunakan earphone dan dia sama sekali tidak takut dengan sang Ayah.

"Kana kamu itu ingin jadi apa?" ucap Ayahnya dengan menarik tali earphone yang digunakan oleh Anya.

Anya menajamkan matanya menatap sang Ayah ketika earphone kesayangannya ditarik.

"Tatapan kamu Anya, Ayah tidak suka itu!" ucap sang Ayah kembali dengan tatapan yang begitu tajam bahkan rahangnya kini mengeras.

"Aku tidak suka diatur!"

Anya berlari pergi keluar dan Ayahnya berteriak memanggil namannya tapi dirinya terus berlari tanpa peduli jika suara sang Ayahnya akan habis.

Anya yang pergi menggunakan taksi, untungnya uang saku masih tersisa.

Kini dia sedang dalam perjalanan menuju ke suatu tempat yang akan membuatnya tenang. Perjalanan yang cukup jauh karena Anya ingin menghindari kedua orang tuanya, seharian dia habis untuk pergi hingga akhirnya taksi yang dia tumpangi berhenti.

"Sudah sampai tujuan Bu," ucap supir taksi tersebut.

Anya yang nampak kesal ketika dirinya dipanggil Ibu, padahal wajahnya terlihat masih sangat muda bahkan dia masih menggunakan seragam sekolah walaupun tertutupi jaket tapi rok yang digunakannya terlihat jelas. Tidak ingin berdebat dan ingin cepat-cepat masuk ke dalam tempat itu.

"Ini Pak, ambil saja kembaliannya," ucap Anya dan pergi.

"Dasar anak sekarang sukanya main ke tempat seperti ini, dulu saya paling ke taman," cetus sang supir taksi sambil menggelengkan kepalanya memandangi Anya yang pergi.

Sedangkan Anya bernafas lega karena sampai di tempat ini dengan selamat dan tidak ada yang mengikuti. Jika dia pergi pasti bodyguard milik Ayahnya selalu mengikuti kemana Anya pergi.

Saat Anya hendak masuk ke dalam namun dia dihadang oleh dua orang bertubuh besar yang terlihat menjaga tempat ini.

"Maaf anak sekolah tidak diizinkan masuk ke tempat ini!"

Anya yang sedang marah namun ditambah dengan dua pria yang tidak mengizinkan dia masuk membuat Anya semakin marah.

"Saya akan lulus sebentar lagi," jawab Anya yang hendak melangkah namun tubuhnya di dorong.

Bruk!

"Maaf kami kasar, jika anda berbuat seperti tadi bukan itu saja yang akan kami lakukan," ucapnya.

Anya tak perduli dia bangkit dengan tangan yang terkepal dan hendak masuk ke dalam namun....

Bruk!

Dia kembali lagi terjatuh.

"Kalian tuli? Saya tadi mengatakan kalau saya akan lulus dan beberapa kali saya masuk diizinkan kenapa sekarang tidak?"

Kedua pria itu saling bertatapan satu sama lain.

Anya yang merasa curiga karena beberapa kali dia masuk dengan menggunakan seragam sekolah dan mengganti di dalam saja dia diizinkan namun kenapa sekarang tiba-tiba dilarang?

"Jangan bilang ini perintah seseorang? Ayah.... " ucap Anya dalam hati. Dia sangat yakin kalau ini semua adalah perintah Ayahnya.

Dia yang sangat benci dengan sang Ayah yang menggunakan uangnya untuk berbuat sesuatu. "Kalian itu mau saja dijadikan budak Ayahku hanya karena uang? Sepenting itukah uang untuk kalian? Aku juga bisa memberikannya."

Anya lagi-lagi mencoba menerobos masuk, jika yang diinginkan oleh kedua pria itu adalah uang dia bisa memberikannya.

"Maaf anda tidak bisa masuk, saya tegaskan sekali lagi!"

Anya yang kesal memukul wajah salah satu pria itu.

Bugh!

"Kalian melawanku?" Anya yang pandai berkelahi sebab dia memang selalu mengikuti bela diri setiap hari liburnya.

"Perempuan gila.... " celetuk pria yang tadi Anya pukul dan memegangi Anya dengan sangat erat.

Kedua tangan Anya di pegang oleh dua orang pria, dia terus saja memberontak. Ya, kekuatannya kali ini kalah karena penjaga tadi memanggil beberapa temannya.

"Singkirkan tangan kotor kalian!" Anya berteriak memberontak.

Sedangkan beberapa orang yang sedang menikmati lagu dan tarian para wanita sontak langsung saja melangkah keluar saat mendengar sebuah pertengkaran.

Plak!

Plak!

Anya ditampar oleh beberapa pria. "Gila kalian beraninya dengan perempuan, keroyokan lagi, cuih... dasar banci!" Anya tampak marah, dia ingin berlari karena tidak mungkin dirinya bisa melawan empat pria bahkan temannya terus datang.

Bukannya takut dengan ucapan Anya tadi, justru Anya diseret ke suatu tempat gelap.

Semua yang menonton tidak ada yang menolong karena mereka tidak ingin terluka.

Bruk!

"Tidak peduli dengan uang yang diberikan oleh Ayah anda, kami semua tidak suka direndahkan!"

"Hahaha... memang kalian hanyalah budak yang membutuhkan uang dan rela melakukan apa saja. Bahkan menjual diri, upsss!"

Plak!

Karena ucapannya Anya ditampar kembali.

"Jika berucap lagi kami semua akan melakukan lebih dari ini!"

"Siapa peduli?"

Mendengar ucapan Anya membuat keempat pria itu tampak kesal. Mereka semua berjalan mendekat, dua orang memegangi Anya dengan luka pada keningnya karena terbentur meja tadi.

"Saya akan membungkam mulutmu dan memberitahukan kamu bagaimana caranya menjual diri."

avataravatar
Next chapter