webnovel

I love you, kakak!

Hidup Day sangat membosankan. Dia tidak memiliki ibu, hanya memiliki seorang ayah yang sibuk bekerja dan jarang ada di rumah serta seorang kakak yang tidak bisa diajak bergurau. Kakaknya, Eros, sangat dingin. Tidak pernah suka jika Day bersikap akrab dan dekat-dekat dengannya ketika berada di sekolah. Karena hal itu Day seringkali merasa kalau Eros malu mengakui Day sebagai adiknya sendiri. Hal itu terkadang mengganggu pikiran Day. Hingga akhirnya Day tahu alasan mengapa Eros bersikap dingin kepadanya. "Jangan terlalu dekat denganku Day." "Tapi kenapa kak? Aku adikmu." "Justru itu. Aku takut jika kau terlalu dekat denganku, maka aku akan semakin jatuh cinta padamu. Kamu adiku, tidak sepantasnya aku memiliki perasaan ini." "Perasaan apa?" "perasaan ingin memilikimu seutuhnya."

Amethys_Sel · Teen
Not enough ratings
17 Chs

3. Kejadian memalukan di kantin

Saat tengah menunggu makanannya datang, kantin kembali berisik ketika pangeran sekolah mereka datang bersama pasangannya yang tadi pagi baru ia tembak.

Eros datang sambil menggenggam tangan Sarah, melewati meja tempat Day duduk tanpa menoleh sedikitpun. Melihat itu dada Day memanas, tega-teganya Eros bersikap secuek ini pada adiknya sendiri. Benar-benar kakak durhaka.

Mereka duduk di singgasana tak resmi mereka. Pertama kali bagi Eros dkk mengizinkan seorang perempuan duduk bersama disana. Selama ini tidak pernah ada siswa yang berani menduduki satu set kursi beserta meja yang terletak di pojokan itu, seolah ada peraturan tak kasat mata yang melarang orang lain duduk disana meski saat kursi-kursi itu tidak ada yang menduduki sekalipun.

"Sayang, aku mau makan dimsum udang."

Eros segera melirik Hugo yang membuat Hugo paham maknanya. Laki-laki keturunan Jepang itu segera memesankan makanan yang Sarah maksud sekaligus memesan makanan yang dirinya serta Eros dan teman-temannya mau.

"Cih. Manja sekali dia," cibir Day. "Memangnya dia pikir dia siapa? baru jadi pacar saja sudah semanja itu. Aku saja, adiknya tidak pernah manja-manja sepertinya."

"Hei, kenapa menggerutu terus tuan putri?" Rion datang sambil membawa makanan mereka. Menyerahkan sepiring pasta spageti dan segelas milkshake stroberi pada gadis itu.

"Habisnya aku kesal."

"Kesal pada siapa?"

"Kak Sarah."

"Kenapa kesal pada Sarah?"

"Dia terlalu manja pada kak Eros. Aku risih melihatnya." Day menjawab sambil mengaduk-aduk pasta spageti miliknya dengan kesal. Layaknya anak kecil yang tengah merajuk.

"Itu wajar Day, Sarah kan kekasihnya Eros."

"Tapi tidak wajar sebab kak Eros tidak bersikap begitu kepadaku yang notabennya adiknya sendiri."

"Oh, jadi tuan putri ingin dimanja Eros juga?" Rion menaik turunkan alisnya.

"Apa salahnya kak? Eros kan kakakku." Day melakukan pembelaan.

"Hei, memangnya kamu tidak geli? Bayangkan saja jika Eros yang dingin tiba-tiba memanjakanmu. Memanggilmu dengan sebutan adik manisku, menjahilimu, berangkat bersamamu, bercanda denganmu. Apa kamu tidak berpikir kalau hal itu sedikit... aneh?" Day terdiam membayangkan dan ketika mereka saling tatap, keduanya refleks tertawa geli. Tawa renyah mereka terdengar sampai ke telinga Eros, memancing atensi Eros untuk memastikan apa yang terjadi di antara mereka.

Eros menatap dingin hingga akhirnya Sarah mengajaknya mengobrol. Sarah mengatakan apa? Eros tak tahu pasti, sebab isi kepalanya sekarang hanya dipenuhi oleh gelak tawa Day dan Rion yang cukup memantik gelanyar iri di hatinya.

Bagi Eros, untuk ukuran anak majikan dan anak pelayan, mereka terlalu dekat. Kelewat batas. Eros tak suka.

"Wajahmu pucat, apa kamu sedang sakit, Day?" tanya Rion bingung. Tangannya hendak menyentuh pipi Day namun suara gesekan kursi yang cukup keras, membuat Rion menoleh ke sumber suara. Tak jadi menyentuh pipi adik manis Eros itu.

Eros dengan begitu angkuh berjalan menuju kulkas tempat berbagai minuman berada. Tak peduli kalau derit kursi yang ia buat sempat membut orang-orang mengumpat kaget. Sambil sesekali melirik sinis ke arah Day dan Rion, Eros membuka pintu kulkas yang terbuat dari kaca itu, mengambil sebotol milktea, langsung meneguknya ditempatnya berdiri.

"Eros, aku mau, ambilkan satu untukku!" Sarah berseru manja.

Eros berhenti meneguk, matanya menipis, terusik mendengar kelimat Sarah yang seperti sebuah suruhan untuknya. Lancang! Detik itu tatapan elang Eros menusuk tepat di mata Sarah membuat yang ditatap tertegun.

"Punya tangan kan?"

"P-punya, Eros."

"Kalo gitu, ambil sendiri."

"Tapi kamu kan pacarku, Eros."

"Cuma pacar. Bukan babu."

Semua orang yang berada disana menahan napas, melihat bagaimana aura Eros yang begitu kuat menusuk saraf-saraf mereka hingga menegang. Rupanya, meski sudah memiliki kekasih, sikap dan sifat Eros tak lantas berubah. Masih sarkas, dingin, cuek, tak suka dibantah dan tak suka diperintah.

Day tersenyum miring melihat Sarah memucat.

"Saya terbiasa memberi perintah, bukan diberi perintah. Paham?" Takut-takut, Sarah mengangguk. "Nanti, kalo tangan kamu patah atau kenapa-kenapa, baru saya mau ambilin semua yang kamu mau. Jangan jadi pacar yang merepotkan."

Mampus! Day membatin kesenangan.

Sarah menelan ludah. Bahunya menegang tatakala Eros kembali duduk di sampingnya. Auranya membunuh nyali Sarah. "M-maaf Eros." Eros membalas dengan sebuah deheman singkat.

Tanpa ada yang menyadari, sejak datang Eros terus-menerus mengintai Day dan Rion yang selalu asik bercakap-cakap, tak mengindahkannya.

'Asik sekali Rion dengan adikku. Sebenarnya kakaknya itu aku atau dia?' Eros membatin.

Day dan Rion berdiri, dan entah apa alasannya beberapa siswa yang duduk di meja belakang tempat duduk Day tertawa meledek sambil berbisik satu sama lain. Salah satunya menunjuk-nunjuk rok belakang Day. Eros mengernyitkan dahi karena tidak tahu alasan mereka menertawakan adiknya, dan ketika Day membalikkan badan untuk menatap orang-orang yang menertawakannya, Eros menyadari ada bercak besar di rok belakang yang gadis itu kenakan.

"Tembus tuh!"

"Bocor-bocor!"

"Ngompol ya?"

Semakin banyak orang yang melihat bercak di rok Day, semakin banyak pula yang meledek dan menertawakannya. Day kebingungan sembari menengok roknya, Rion yang menyadari hal itu dengan sigap melepas blazer biru dongker miliknya dan melingkarkannya ke pinggang Day untuk menutupi bercak itu.

Day menatap Rion pias, Rion malah tersenyum menenangkan. Kemudian tanpa peduli sorakan dan ejekan orang-orang, Rion mengajak Day untuk segera pergi dari sana.