webnovel

I don't know you, but I Married you

Kenan sudah pasrah, keinginannya untuk menikahi kekasih 8 tahunnya hanya tinggal mimpi. Karena permusuhan kedua orang tuanya mereka gagal untuk melangkah ke pelaminan. Baru saja patah hati ayahnya langsung meminta Kenan untuk menikah dengan wanita pilihannya. Siapa kah dia??apa mungkin dia bisa mengobati luka hati Kenan atau justru sebaliknya??

Keyatma · Teen
Not enough ratings
521 Chs

Malam Jumat

WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini.

"Enak kak...aku pingin lagi..." Rafi terus mengunyah satenya.

"Apa kurang?apa harus aku bikin lagi?" Kay melihat kearah piringnya.

"Engga, ga usah ini cukup kok.."

"Rafi tuh suruh bikin." Ran langsung menatap tajam adiknya yang sudah makan banyak padahal dia yang ingin tadi.

"Ayah sama bunda nanti tidur dikamar bawaha aja ya, Rafi diatas. Udah Kay rapihin."

"Makasih Kay.."

"Sama-sama Bun.."

"Disini bagus pemandangannya. Apartemen kak Kay mantul." Rafi memberi jempolnya.

"Kapan-kapan kalo libur ngampus main aja kesini. Liburan semester."

"Desember aku pingin disini, biar rasain salju.."

"Boleh, nanti kakak ajak ke tempat yang bagus-bagus.."

"Huh...betah deh lama-lama.."

"Aku boleh lanjut kuliah disini ga yah?"

"Ah...ngapain?kamu ini lagi seneng aja sampe sini."

"Biarin dong yah anaknya kuliah di luar negeri.."

"Ayah ijinin kalo sampe kamu dapet gara-gara beasiswa kalo engga mending jangan."

"Ya...pasti aja harus ada syaratnya, Bun...Rafi pingin kuliah disini Bun.."

"Kuliah di Jakarta aja belum bener fi apalagi kamu dilepas sendiri disini.."

"Susah deh bujuk Ayah sama Bunda. Kalo kakak aja boleh pindah jurusan."

"Heran deh Rafi kok jadi gini Bun?" Kiran sedaritadi aneh dengan tingkah laku adiknya.

"Berasa anak tunggal sekarang jadi apa-apa minta diturutin.."

"Kalo emang mau lanjut disini, pake aja apartemen Kay Yah.."

"Jangan Kay, keenakan nih anak."

"Awas ya Rafi buktiin bisa dapet beasiswa. Ayah ga boleh ngelarang."

"Iya, kalo sampe dapet ayah ga larang." Arbi senyum-senyum mencoba menantang anaknya. Rafi kalau ada yang diinginkan pasti akan berusaha dan Arbi mencoba memotivasi itu.

"Kamu masih kepedesan sayang?padahal tadi aku ga pake banyak cabe.."

"Iya dikit.."

"Aku ambilin susu ya, atau mau pake kecap?"

"Dua-duanya.."

"Ya udah bentar.." Kay langsung menuju dapurnya. Arbi sedikit terharu dengan sikap Kay pada anaknya. Ternyata selama disini dia diperlakukan dengan baik.

"Kalau udah sembuh jangan gitu ya ke suami. Masa suami yang layanin."

"Engga bun, Aku lagi lemes aja..." Kiran berdalih. Tak lama Kay datang lagi dengan satu gelas susu dan sebotol kecap.

"Piringnya aku beresin.." Ucap Kay sambil menumpukkan sisa-sisa piringnya.

"Eh Kay biar sama bunda aja."

"Ga usah Bun, bunda pasti cape. Biar Kay aja.."

"Fi...bantuin Kay bawain ke dapur." Tegur Arbi membuat Rafi menurut.

"Bun, Kay emang gitu. Ga suka kalo ada yang berantakan dikit. Ga papa.." Kiran memberitahu ibunya.

"Kak, kamar aku dimana?aku pingin tidur."

"Naik ke atas, terus ke kanan.." Kiran memberi petunjuk. Rafi segera membawa barang-barangnya keatas. Dia memang membutuhkan istirahat.

"Ayah sama Bunda berapa lama disini?"

"Semingguan sayang.."

"Kita besok jalan-jalan..."

"Kamu masih sakit.."

"Ga papa yah, aku udah sembuh, aku pingin jalan-jalan.."

"Kita kesini mau jengukin kamu bukan mau jalan-jalan."

"Aku sembuh kalo jalan-jalan. Aku udah lama baringan di tempat tidur."

"Ya udah kita liat kondisi kamu besok.." Arbi mengusap kepala anaknya.

"Ayah sama Bunda istirahat aja, tuh kamarnya.." Kiran menunjuk salah satu pintu.

"Iya kepala ayah sedikit pusing..." Arbi bangkit mendorong kopernya begitupun Marsha yang sempat mengecup kening anaknya sebelum dia pergi. Mereka pergi Kay datang. Dia membawa lap bersih untuk mejanya.

"Pada kemana?"

"Udah pada tidur, cape.."

"Hem.." Kay terus mengelap bersih mejanya seakan tak mau ada satu noda pun tertinggal.

****

Kay baru saja keluar dari kamar mandi. Pagi ini dia kuliah padahal sejak semalam Kiran sudah memberitahu Kay bahwa dia ingin jalan-jalan. Kay pikir mereka tetap bisa melakukannya nanti dirinya tinggal menyusul.

"Wangi..." Kiran lagi-lagi sudah ada di belakangnya. Dia memeluk suaminya itu lagi. Dia merasakan sensasi dingin ketika kulit Kay menempel ditangannya.

"Hari ini jalan-jalan jangan lupa pake jacket ya, masih berangin diluar." Kay membuat Kiran mengangguk-angguk.

"Kamu mau sarapan apa?aku bikinin sekalian.."

"Aku bisa makan sereal aja. Kamu kuliah jam berapa?"

"Aku berangkat jam 9."

"Masih ada waktu 2 jam lagi.."

"Mau apa?"

"Ehm...malem Jumat kemarin aku ngelanggar perjanjian kita." Kiran mulai nakal membuka kaitan handuk Kay yang berada dipinggangnya membuat handuk itu terjatuh begitu saja.

"Aku ga masalah, kamu lagi sakit." Kay mengerti maksudnya. Jadi sebelumnya mereka sudah sepakat jika malam Jumat mereka akan melakukan ibadah. Pertama mereka akan yasinan untuk mendoakan anak-anak mereka dan juga Kay meminta haknya sebagai suami.

"Udah ga usah pake celana dulu.." Kiran menangkup kejantanan suaminya. Kay segera memutar badannya.

"Kamu masih sakit sayang." Kay meletakkan kedua tangannya dipipi Kiran.

"Engga, aku ga sakit kok. Hari ini aku udah sehat..." Kiran mulai menggerakan tangannya maju dan mundur membuat Kay tak mungkin menolak lagi.

"Aku harus mandi lagi nanti."

"Aku temenin.." Kiran terus melakukan aksinya. Seminggu ini rasanya Kay sudah terlalu baik mengurusinya jadi apa salahnya jika dia memberi hadiah. Kini Kay menundukkan kepalanya mencium bibir istrinya. Melumatnya habis sambil membimbingnya berjalan mundur kearah tempat tidur. Sebeljm berbaring Kay menarik semua baju tebal milik Kiran. Mulai dari jaket, kaosnya, dalamannya dia tarik dan dia simpan disampingnya. Kay juga tak mungkin melewatkan celananya. Dia ikut membantu Kiran melepaskan celana trainingnya. Mata Kay terfokus pada sesuatu yang mengairahkan ujung sana. Kini kaki sebelah Kiran dia angkat diletakkan dibahunya sendiri. Menciuminya dan menjilat kecil seakan itu hidangan yang lezat. Setelah itu dia mulai medekatkan wajahnya pada area paling disukainya namun entah kenapa tangan Kiran menahan wajahnya.

"Sayang, jangan dulu ya.."

"Kenapa?biasanya kamu mau.."

"Please...kali ini jangan."

"Kurang basah sayang.."

"Nanti bisa basah.." Kiran menarik wajah Kay seolah ingin mencium bibirnya agar Kay tak banyak bicara. Kay hanya menurut walaupun ada rasa heran dalam benaknya. Dia mendorong pelan badan Kiran ke tepi ranjang. Menggesek-gesekkan kemaluannya dibawah sana.

"Ada apa?kenapa ga boleh?"

"Ga papa, Kamu biasanya suka ini.." Kiran mengarahkan pandangan Kay pada payudaranya. Jelas Kay tak mungkin menolak. Itukan bagian paling favoritnya sepanjang masa. Dia mulai merasakannya, mencium, menghisapnya pelan sampai terdengar bunyi yang menggairahkan. Jika bibirnya sibuk dengan yang kanan maka yang kiri dia remas-remas. Tak ada kenikmatan yang luar biasa lagi baginya selain tubuh sang istri. Kay sempat berdiri menarik selimut sebentar takut-takut Kiran kedinginan dan nanti yang ada dia sakit. Mereka saling memandang sekarang, Kiran mengusap-usap rambut basah Kay kebelakang.

"Makasih udah jadi suami yang baik.."

"Apapun buat kamu, aku mau lakuin. Kamu suruh aku loncat dari gedung ini sekarang pun aku lakuin."

"Dasar bucin.." Kiran tersenyum kecil dan mendekap suaminya. Kini dia membuka lebar pahanya seolah siap dengan posisinya.

"Ayo mulai Mas hh..." Kiran berbisik menggoda di telinga Kay membuat miliknya semakin tegang. Kini dia mulai mencoba menerobos masuk.

***To Be Continue