445 Extra (Main tebakan)

Jay duduk ditempat tidurnya. Dia memandangi Zidan yang tertidur dengan lelap. Kakinya bersila dengan tangan menompang wajahnya.

"Ngapain sih bang diliatin terus?anaknya ga akan kemana-mana." Tiara heran. Dia sendiri sekarang sedang duduk disofanya sambil memakan cemilan.

"Kan harus dijagain."

"Ya ga berarti harus ngeliatin juga, nanti juga kedengeran kalo dia nangis. Kasian baru bisa tidur dari semalem.."

"Zidan sakit. Kenapa dia sakit?padahal kemarin ga papa."

"Orang sakit ga ada yang tahu, mungkin Zidan lemes aja. Udah sini bang ngobrolnya jangan disitu nanti berisik dia bangun lagi." Tiara protes. Sejak punya anak Jay merasa Tiara jadi lebih galak. Mungkin efek naluri ibunya yang sudah muncul. Dia bak seekor macan yang sedang menjaga anaknya yang siap mernekam bagi siapapun yang menggangu. Jay beranjak dari Kasurnya dan berjalan pelan menuju arah Tiara. Istrinya itu kini malah tertawa karena gerakan Jay yang seperti maling mengendap-endap.

"Ngapain sih jalannya gitu segala?"

"Katanya ga boleh berisik." Jay sambil duduk tepat disamping Tiara.

"Ada-ada aja deh Abang."

"Sejak punya anak kayanya aku salah terus." Jay dengan wajah cemberut.

"Engga bukan salah bang kurang tepat aja."

"Aku dimarahin terus, diomelin, dicuekin.."

"Ih..gemes bibirnya manyun.." Canda Tiara saat melihat ekspresi Jay.

"Udah ga sayang ya?sayangnya sama Zidan."

"Ih...apa sih? dua-duanya sayanglah.."

"Bohong.."

"Bener sayang..." Tiara meraih lengan Jay lalu menyandarkan kepalanya dibahu suaminya. Tangannya bergelayut manja.

"Sayang sama Abang itu sayang ke suami kalo sama Zidan ke anak. Jenis sayangnya beda bang."

"Oh gitu..." Jay hanya menjawab singkat sepertinya dia masih belum percaya. Tiara melihat ke arah wajah suaminya lagi. Matanya fokus ke layar tapi bibirnya tak tersenyum sedikit pun. Bibirnya terkatup dan tak mengeluarkan suara. Kini Tiara melonggarkan pegangannya. Dia kadang bingung sendiri untuk menjelaskan pada Jay setiap kali suaminya itu merasa terabaikan. Rasanya hampir setiap saat Jay selalu terlihat diam ketika Tiara bersama Zidan padahal itukan anaknya. Apa harus Tiara juga yang ajarkan menjadi seorang ayah?. Tak mungkinkan?menjadi seorang ibu saja Tiara masih meraba-raba apalagi sekaligus menjadi ayahnya. Sudahlah...Tiara lagi tak mood marah-marah sekarang. Istrinya itu lebih memilih pergi dan berbaring bersama anaknya. Mungkin efek lelah juga jadi dia sedikit tak ada niat untuk mengobrol lebih jauh dengan Jay. Kini bila mata Jay mengikuti kemana badan Tiara pergi. Terlihat dimatanya istrinya itu berbaring di kasurnya. Jay tak berani mengganggu. Dia memalingkan wajahnya lagi ke layar kaca.

"Jadi orang tua itu sudah..." Jay dalam hati dengan nafas yang begitu berat. Dia kadang tak berani mengutarakan apa yang dirasakannya dan memilih diam. Dia juga sadar mungkin Tiara lelah mengatakan sesuatu yang sama setiap harinya. Jay selalu bisa melihat itu dari ekspresi Tiara. Ketika mereka hidup berdua Tiara selalu berucap dengan sabar tapi sejak mereka punya anak kadang Tiara kesal sendiri dengan cara pikir Jay. Hal yang selalu menghantui Jay setiap tidur adalah bagaimana jika Tiara sudah bosan dengannya?bagaimana jika karena bosan itu Tiara meninggalkannya?. Kini Jay mematikan tv-nya lalu berjalan menuju tempat tidur. Dia duduk tepat dibelakang punggung Tiara sementara istrinya sedang memegangi ponselnya sendiri. Layarnya itu memperlihatkan berbagai macam foto yang ketika Tiara mengetuk dua kali muncul tanda love. Jay membungkukkan badannya. Mengecup kepalanya, kupingnya, pipinya, lehernya dan berakhir dipundaknya.

"Kenapa pindah?"

"Tayangannya ga rame."

"Atau aku yang ngebosenin?" Jay membelai-belai halus rambut Tiara saat berbicara.

"Engga, emang ga rame aja." Tiara tetap pada jawaban pertamanya. Kini Jay ikut berbaring disamping Tiara membuat Tiara sedikit bergeser dengan tetap memperhatikan jarak dengan Zidan.

"Jangan bete dong...." Jay mengguncang tubuh Tiara. Satu tangannya dia tekuk untuk menompang kepalanya agar bisa melihat wajah istrinya dengan jelas.

"Engga, ga bete."

"Perempuan kalo jawab biasanya sebaliknya."

"Ya..gimana Abang aja."

"Mumpung Zidan tidur, mesra-mesraan gitu." Jay sambil mengusap pelan lengan Tiara dan atas kebawah.

"Jeje jarang dibelai ini.." Jay senyum-senyum.

"Ya udah belai aja sendiri."

"Ya..ga enaklah. Tangan aku sama kamu beda." Jay mengangkat tangannya lalu meraih tangan Tiara diatas handphonenya.

"Bang..." Protes Tiara.

"Simpen dulu handphonenya."

"Mau apa?"

"Ya ngobrol kek sama aku.."

"Ngobrol apa?"

"Ya tanya kek apa."

"Aku ga punya pertanyaan, aku mau ikut tidur aja kaya Zidan."

"Aku juga." Jay mengikuti gaya Tiara. Di kini memeluk Tiara menyamping.

"Eh aku punya tebak-tebakan ayo jawab..." Jay berbisik pelan. Suaranya bahkan benar-benar hanya terdengar di telinga Tiara.

"Bis, bis apa yang membahagiakan?" Jay mulai bertanya tentang tebakannya. Tiara diam.

"Ayo jawab, apa?"

"Ga tahu."

"Bis..a nikahin... kamu.." Jay dengan malu membuat Tiara senyum sendiri mendengarkan jawaban Jay.

"Lagi-lagi...." Jay dengan senang. Dia memikirkan apa lagi.

"Bis, bis apa yang bikin mabok?"

"Apa sih kok bis lagi?"

"Ayo tebak apa.."

"Ga tahu.."

"Banyak ga tahunya."

"Ya habis apa?"

"Bis..ikan cinta..dari kamu..." Jay menggombal lagi. Tiara semakin tersenyum lebar. Kenapa sih suaminya?ga ada kerjaan.

"Sekarang giliran aku."

"Apa?" Jay siap-siap mendengarkan.

"Tinta, tinta apa yang ga bisa luntur?"

"Ga bisa luntur?." Jay mulai berpikir.

"Ayo..Abang tahu ga?"

"Apa ya..." Jay semakin berpikir. Bibirnya kembali tersenyum saat menemukan jawaban atas tebakan Tiara.

"Oh..aku tahu nih.."

"Apa?"

"Kalo bener kasih cium."

"Ih...kok gitu?"

"Kan hadiah."

"Ya udah apa?"

"Sini dong, liat aku.." Jay mulai tidur tengkurap lalu memandang istrinya yang kini tepat menghadap kearahnya.

"Tintaku padamu..." Jay dengan senyuman puas.

"Ih....kok tahu sih?"

"Gampang tebakannya. Ayo cium." Jay sudah memejamkan matanya menunggu Tiara mendekat. Bibirnya sudah manyun-manyun minta disentuh.

"Dasar...bisa aja nih.." Tiara gemas. Tangannya mulai dia lingkarkan dibahu Jay dan wajahnya dia dekatkan. Semakin dekat bibirnya, semakin terpejam pula mata Tiara namun...belum juga sampai ditujuan suara rengekan Zidan terdengar. Seketika wajah Tiara melihat kearah anaknya.

"Bang Zidan bangun.."

"Bentar aja sayang.."

"Kasian nangis. Oke?Abang kan papa-nya ngalah dong bentar, nanti aku kasih hadiahnya lebih."

"Ga usah. Kamukan Mama-nya. Aku ngerti." Jay dengan nada lembut. Tiara menatap Jay. Dia melihat ketulusan dalam perkataanya dibanding rasa iri. Kini dalam sekejap Tiara mengecup bibirnya.

"Aku tahu Abang ngerti. Bentar ya sayang..." Tiara melepaskan tautan tangannya dan menggeser badannya ke arah Zidan.

"Cuman demi kamu Zidan, Papa rela jadi jablay.." Ucap Jay membuat Tiara tertawa kecil.

"Sekarang Jeje punya kepanjangan. Jeje Jablay."

"Bang ih...Zidan jadi susah nyusunya." Tiara tak kuasa menahan tawa ngakaknya membuat tubuhnya terguncang sendiri. Hal ini menjadikan Zidan yang mencari air susunya menjadi meleset.

***The end

avataravatar
Next chapter