1 Prolog

Cinta itu buta.

Pertama kali aku mengenal yang namanya cinta yaitu saat aku duduk di bangku kelas dua SMP. Berawal dari mengagumi ketampanan seorang laki-laki yang baru memasuki masa putih biru. Ya ... dia adalah brondong atau boleh aku sebut dengan kasar? Bocah ingusan.

Cintakah itu? Aku pun juga tak tau sampai saat ini. Tapi yang dapat aku simpulin saat itu, cintaku ke dia itu buta. Karena pikirku saat itu, perbedaan umur bukanlah alasan, tanpa tahu umurlah pemicu terjadinya alasan tersebut; alasan yang membuat aku pada akhirnya lelah menjalani suatu hubungannya yang kita kenal dengan nama pacaran.

Tak terasa hubungan kami melewati satu bulan yang begitu indah buatku dan mungkin juga baginya. Lalu di bulan kedua, aku yang pacaran dengan dia dinyatakan putus. Umur memang bukanlah alasan bagiku saat itu seakan mencari pembelaan. Tapi yang menjadi kambing hitam adalah suatu pemikiran seseoranglah yang menjadi alasannya. Tanpa sadar bahwa sebenarnya pemikiran seseorang lebih dan kurang, besar dan kecil berasal dari dampak umur orang tersebut.

Yang kedua cinta membuatku mengenal arti cinta yang sesungguhnya; menurutku sampai saat ini. Setelah hubungan pertamaku berakhir. Aku memutuskan berpacaran dengan seorang laki-laki yang satu angkatan denganku saat itu. Dia bilang ... dia sedang jatuh cinta padaku, dan dia bilang kalau dia akan 'Cinta Mati' padaku dan tak akan mungkin bisa hidup tanpaku. Betapa kecewanya aku, ternyata sampai sekarang dia masih sehat walafiat. Buktinya beberapa hari yang lalu aku baru saja tak sengaja berjumpa dengannya sedang bergandengan tangan dengan seorang gadis.

Yang perlu diketahui, hubunganku dengan dia hanya seumur lalat capung. Lebih tepatnya aku berpacaran dengannya hanya dalam waktu dua jam. why? Because, dari situ aku tahu 'cinta tak bisa dipaksakan'. Ya ... aku yang memaksakan diri untuk berpacaran dengannya, padahal aku tidak cinta dia sama sekali dan alasan aku pacaran dengan dia waktu itu hanya karena aku butuh kambing hitam untuk membuat seseorang cemburu! Jahat? Memang. Cinta masalalulah yang membuatku seperti itu dan memaksakan kehendakku yang childish, tanpa memikirkan perasaan orang yang menjadi pelampiasanku. Dan saat ini aku sadar bahwa saat itu aku sedang benar-benar sedang dibutakan cinta masalaluku.

Setelah dua kali melakukan kebodohan, aku ingin bertaruh sekali lagi dalam peruntungan sebuah cinta, dengan berdasarkan sebuah perasaaan nakal yang hanya ingin bermain-main dengan cinta, malah berakhir dengan cinta yang sedang mempermainkanku. Aku penasaran dengannya, kelasnya tepat di samping kelasku. Setiap pagi aku duduk di depan kelas, aku selalu melihatnya yang selalu datang di waktu yang sama setiap harinya. Dia lumayan manis, kalem, dan jarang berbicara dengan banyak orang; bisa dibilang pendiam. Dan dari sanalah rasa penasaranku terhadap dia muncul.

Dengan pelan tapi pasti aku mulai mencari tahu tentang dia, nomor handphone-nya, rumahnya, temannya, hidupnya dan semua tentang dia yang tak ingin aku lewatkan satu pun. Selama beberapa bulan, aku mendekatinya dan hasilnya nihil. Dia tak merespon pesanku, bahkan mungkin dia tak tau aku siapa dan bahwa aku ada. Tapi aku tak pernah menyerah! Aku selalu menyingkirkan gengsiku dan menurunkan sedikit harga diriku demi bisa menaklukan hatinya dan akhirnya ... kerja keras tidak akan mengkhianati hasil bukan?

Perlahan-lahan dia membuka diri. Dia mulai merespon pesanku, membalas tatapanku saat tak sengaja bertemu, dan mulai bergantian mencari tahu tentangku. Sampailah dimana akhirnya kami memutuskan untuk berpacaran. Awalnya indah, sangat indah. Pernah dengar tahi rasa coklat? Mungkin jika waktu itu kami memakannya bersama, aku pikir tahi akan berubah jadi rasa choco chip. Sayangnya, indah di awal belum tentu indah di akhir. Hubungan kami penuh permasalahan walau pun saat itu apa sih yang bisa jadi masalah anak SMP? Banyak lika-liku percintaanku dengan dia yang sulit dan rumit, tapi bukankah kami saling mencintai? Sudah pasti akan tetap kami lalui. Putus nyambung pun sering terjadi.

Namun, semuanya semakin berbeda di tahun kedua. Iya selama itu hubunganku dengan dia berjalan. Dia tidak lagi sama, bukan lelaki yang bisa membuatku penasaran, semua tentangnya menjadi membosankan bahkan menjadi kekesalan yang menyakiti hati ku. Dan kami pun putus.

Sakit? Gak! Sedih? Gak sama sekali, malah aku merasa legah dan bebas. Why? Karna aku memang sudah bosan, capek dan lelah dengan dia dan juga paling parahnya dengan hubungan kami. Hal kecil akan menjadi besar, hal besar akan semakin besar di dalam hubungan kami. Permasalahan yang menjadi favorite di hubungan kami adalah aku selalu bertengkar dengan dia hanya karena sahabat-sahabatku. Kenapa? Karena semua sahabatku dekat dengan dia.

Itulah letak kesalahanku. Terlalu mengenalkannya pada sahabatku. Dan itu fatal ... sangat fatal. Namun ada satu hal yang paling fatal yang pernah aku lakukan, aku pernah membela dia dan berakhir aku dimusuhin semua sahabatku karena dia. Padahal dengan jelas aku tau kalau dia ... juga salah, bukan hanya sahabatku yang salah waktu itu atau lebih tepatnya mereka sedang membuat kesalahan berencana, tapi bodohnya aku, aku tetap kekeuh lebih memilih menjauh dari sahabatku. Dan kalau aku pikir sekarang, saat itu aku lagi-lagi cinta buta.

Sejak hari itu dan hingga saat ini, dialah lelaki terakhir yang berhasil memporak porandakan hatiku; mantan terakhirku. Tapi tidak berlaku untuk aku di hidupnya, karna saat ini dia berhubungan; lebih tepatnya berpacaran dengan salah satu sahabatku yang hobby-nya menjadi masalah dihubungan kami baik disengaja maupun tidak disengaja. Padahal arti kata sahabat buat aku itu dalam, sahabat berarti seseorang yang sudah aku anggap saudara sendiri.

Walaupun disetiap pertengkaran kami terselip namanya bodohnya aku, aku yakin dia adalah orang yang aku percaya tak akan tega melakukan hal senista itu. Tapi ... ternyata dialah orang yang pertama kali melakukan hal yang paling aku benci; hal yang aku coret dari kamus hidupku. Berpacaran dengan bekas sahabatnya sendiri.

Kecewa? Pasti! Marah? Munafik kalo aku bilang aku baik-baik saja. Bangsat! Mengingatnya saja aku sekarang pengen lempar mantan. Bukan kecewa karna mantan dapat penggantiku lebih cepat, tapi kenapa harus sahabatku yang ia jadikan penggantiku?

Sedangkan sahabatku dengan berani dia lebih milih dijauhin semua sahabat-sahabatnya dibandingkan menjauh dari pacarnya yang tak sudih aku akuin sebagai mantan. Maaafkan kehilafan aku yang menganggap dia mantan di paragraf sebelumnya. Dan dari semua yang terjadi di hidupku, lagi lagi aku mengerti, cinta itu terlalu buta. Buta karna tak memandang masalalu dan buta karna hanya tertuju pada orang yang dicinta.

Sekarang aku sendiri, sembari menghina kebodohan aku di masa lalu dan mencaci orang-orang yang menyaktiku hingga berbekas sampai saat ini. Sampai waktunya tiba nanti, lebih baik aku hidup penuh ejekan karna status jomloku, menulikan diri dari cinta, dan berusaha tak perduli dengan cinta. Dari pada aku harus jatuh cinta sejatuh-jatuhnya, sampai membuatku buta akan cinta. Dan aku percaya suatu saat, aku akan mendapatkan cinta ... tanpa kata buta.

Dan aku ... yakin suatu saat itu akan tiba!

Mungkin nanti, esok, atau waktu yang tak pernah disangka.

avataravatar
Next chapter