webnovel

I beg You.. Please Love me!!

Cerita ini adalah seri kedua dari pernikahan kontrak “MY PRECIOUS HUSBAND” bukan sebuah lanjutan dengan karakter yang berbeda.. Hidup Nada hancur seketika pada saat malam yang mencekam. Ia putus asa merasa membunuh dirinya sendiri adalah satu-satunya jalan keluar dari penderitaannya. Sampai pada saat ia ingin melompat dari jembatan penyebrangan ia dipertemukan dengan ibu penolong kehidupannya. Ibu merawat Nada dengan baik dan menjodohkannya pada anak laki-lakinya. Nada tentu saja menolak pada awalnya, tapi karena merasa hutang budi, mau tak mau ia menyetujuinya. Lalu sampailah ia pada pernikahan tanpa dasar cinta, ia senang bisa membalas budi tapi itu tidak cukup menutupi penderitaan yang dirasakannya setelahnya. Suami yang dinikahinya sangat membenci Nada, ia memperlakukan Nada dengan buruk dan merasa Nada merenggut semua kebahagiannya. lalu hal buruk lainnya menimpa Nada, dengan ketegaran hatinya ia menghampiri suaminya. Menatap sorot tajam yang selalu merendahkannya dengan hati-hati dan mengucapkan sebuah permohonan. “Aku...aku akan melepaskanmu, bertahanah hanya sampai aku melahirkan bayi ini. Hingga sampai pada saatnya kumohon.. kumohon bersikap baiklah padaku”

Cindelvi · History
Not enough ratings
36 Chs

Chap 35

"Kenapa tidak membangunkanku. Aku sangat takut saat kau tidak ada disisiku." Devian melingkarkan tangannya pada perut Nada. Dia baru saja bangun dan langsung keluar dari kamarnya ketika tak menemukan Nada disampingnya, awalnya ia panik luar biasa, hingga tergesa-gesa menuruni tangga menuju kemanapun yang dapat menemukan istrinya sampai pada ia dapat mencium aroma yang mengguggah selera makannya. Devian segera menuju dapur, dengan helaan nafas lega yang keluar dari celah bibirnya, dia menghampiri istrinya.

Nada menoleh mendapati wajah suaminya yang bengkak khas bangun tidur. Ia mengusap tangan suaminya sebentar sembari tersenyum "Devian terlihat sangat lelah, jadi aku tidak tega membangunkanmu" terus mengusak wajahnya pada pundak Nada, Devian tak dapat menahan senyuman.

"Bukankah kau yang seharunya kelelahan? Kita melakukanya hingga berulang kali"

"Devian! Apa yang kau bicarakan astaga" Devian terkekeh geli melihat istrinya yang malu. "Ah istriku malu?"

"Kau ini!" Nada mengecilkan api kompornya, memutar balik tubuhnya hingga mereka saling bertatapan. "Tuan mesum, silahkan duduk dengan tenang dimeja makan, aku sedang masak. Jangan diganggu dulu ya" katanya lalu mendorong tubuh Devian. "Tuan mesum? Hey kau menyebutku tuan mesum. Sudah mulai berani ya"

Devian menarik tubuh Nada, tangannya yang lain mematikan kompornya, tidak peduli dengan protesan Nada, ia mendekap Nada dengan erat. "Mana morning kiss ku?"

Nada membelalak segera menutup mulutnya "tidak.. tidak.. ini pasti akan lama, masakanku akan selesai Devian biarkan aku menyelesaikannya"

"Kalau begitu aku tidak akan melepaskannya"

"Devian..." Nada memberenggut sebal namun justru mendapat kecupan hangat.

"Gemas sekali sih kalau cemberut begitu"

"Sudah lepaskan, aduh masakanku nanti jadi tidak enak"

"Satu ciuman dulu"

"Tidak mau. Devian belum mandi... jorok" tidak dengan maksud yang sebenarnya, Devian tahu itu tapi dia pura-pura tersinggung.

"Oh benar-benar kau inginku kurung dikamar seharian ya?" Baru saja Devian hendak mengangkat tubuh Nada. Perempuan itu sudah berteriak lebih dulu menghentikan.

"Ya..ya Devian baiklah. Satu ciuman dan biarkan aku menyelesaikan masakanku" Devian menyeringai mengangguk seperti puppy, lalu tanpa perlu menunggu lama untuk segera mendapatkan morning kissnya, Devian menarik tengkuk Nada.

"Hari ini, aku akan mengantarmu dan ya menemanimu juga. Kita harus memeriksa si kecil" kata Devian disela suapannya. Mendengar Devian begitu perhatian dengan bayinya membuat Nada dipenuhi rasa kebahagiaan yang tak terkira. Barangkali ia merasa bahwa hari ini adalah momen terbaik dalam hidupnya, ketika ia tidak perlu datang seorang diri untuk memeriksa keadaanya dan bayinya, seperti sebelum-sebelumnya, ia bisa merasakan rasanya diantar suami seperti ibu muda yang ia temui di rumah sakit. Tapi mendadak ia teringat, ia juga tidak mau Devian mengetahui kondisinya yang mungkin saja tidak akan pernah baik.

"Kau sudah terlalu lama melalaikan tugasmu tuan. Kau seharusnya ke kantor" Alis Devian terangkat, ia tak menyangka reaksi Nada seperti itu. Bukankah seharusnya dia senang?

"Kau tidak senang pergi denganku?"

"Bukan begitu, hanya saja—" Nada menghentikan kalimatnya ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya untuk mencegah Devian. "Yasudah, kenapa menolak. Aku akan tetap menemanimu! Jangan menentangku!" Setelah mengatakannya penuh dengan ketegasan, ponsel Devian berdering, keduanya lantas menoleh bersamaan dan mendapati nama Clara yang menghubungi Devian. Seketika suasananya menjadi canggung. Devian segera membalikan ponselnya tanpa perlu repot mengangkatnya. Ia bahkan melanjutkan makannya tanpa merasa terganggu dengan getaran yang berasal dari ponselnya.

"Tidak diangkat?"

"Tidak perlu"

"Siapa tahu penting. Dia sudah beberapa kali menghubungimu. Tadi malam—" Nada menghentikan kalimatnya saat mendengar bunyi dentingan sendok diatas piring. Ia sedikit tersentak dan mendapati wajah Devian yang berubah dingin.

"Aku tidak akan mengangkat panggilannya saat bersamamu" Kedua alis nada berkerut pertanda bingung "Kenapa?" Setelah meneguk habis minumannya, Devian bangkit dari duduknya, menarik Nada pelan, membawanya duduk diruang tamu.

"Sudah waktunya kita membicarakan ini" kata Devian dengan serius membuat Nada semakin tidak mengerti. "Kau tahu saat ini aku mencintaimu bukan?" Nada merona lalu mengangguk malu membuat Devian terkekeh geli "Apakah kau mencintaiku?"

"Y-ya Devian"

"Katakan kau mencintaiku"

"Ya Devian aku mencintaimu" Tanpa keraguan Nada mengucapkannya, membikin senyuman Devian semakin lebar, hanya beberapa saat ia berubah sendu

"Aku hanya ingin bersamamu Nada. Kau menjadi istriku satu-satunya. Tidak ada siapapun lagi termasuk Clara. Aku menyadari dari awal aku tidak begitu mencintainya." Pandangan Nada memburam, ia tidak tahu perasaan apa yang dirasakannya, sedih? Senang? Nada tidak bisa menjabarkannya.

"Tapi aku tidak bisa meninggalkan Clara begitu saja saat ini.. maafkan aku. Bisakah kamu percaya padaku dan menungguku sebentar? Aku akan menyelesaikannya"

Wajah Nada total berubah sendu "Tapi kenapa? Apa Devian masih mencintainya?"

Devian menggeleng tanpa ragu "Tidak! Sudah kukatakan, aku mencintaimu. Aku hanya harus menyelesaikan urusanku dengannya."

Nada diam banyak yang harus ia pertimbangkan. Namun keterdiamannya membawa Devian pada kegelisahan, ia mengira Nada marah padanya. "Nada~" panggilnya lirih ia takut Nada membencinya, Devian tahu dia terlalu brengsek.

Selepas menghela nafas pelan, Nada tersenyum sembari mengusap rahang Devian satu kegiatan yang paling disukai Nada "Ya, terserah padamu saja. Aku tidak mempermasalahkannya"

"Jadi apa Devian akan pergi menemuinya hari ini?" Nada melanjutkan "Tidak perlu, nanti saja aku sudah janji akan mengantarmu" Devian tersenyum lalu menarik tubuh Nada dalam pelukannya. Dia beruntung sekali mendapatkan istri seperti Nada, meskipun jauh didalam hatinya ia merasa benar-benar brengsek. Tapi memang Devian tidak bisa meninggalkan rasa tanggung jawabnya begitu saja. Maka dia bertekad akan menyelesaikan urusannya dengan Clara.

✖️✖️✖️

"Aku sudah menemukannya" Rafael bergumam memandang kosong taman belakang rumahnya. Wajahnya sendu, dipenuhi aura kesedihan. Robby yang berada disampingnya menoleh memandang Rafael bingung.

"Jadi tuan akan segera merebutnya kembali?"

Merebut ya? Rafael sendiri sedang bingung saat ini, ia tidak tahu lagi harus bagaimana. Semua perasaannya memang sudah tertanam untuk Nada. Tapi melihat gadis itu tampak sangat bahagia disamping Devian yang berbanding terbalik saat dengannya membuat hati Rafael sakit, semenjak mengetahui Nada sekarat, ya katakan seperti itu sebab Nada masih bisa terselamatkan jika ia tidak mempertahankan bayinya. Tapi mengingat berapa keras kepalanya Nada, Rafael menjamin Nada tidak akan bisa melepasnya begitu saja. Rafael menjadi takut menyakiti Nada, ia selalu berpikir ulang ketika hendak menemuinya. Rafael takut kedatangannya menekan psikologis Nada dan berujung pada kesehatannya. Sungguh Rafael tidak ingin itu terjadi.

"Aku tidak tahu, aku hanya ingin melihatnya dari jauh. Dia terlihat sangat bahagia" Rafael tersenyum miris saat mengingat senyuman Nada saat bersama dengan Devian. Robby tersenyum memandang tuannya kagum, pria itu sudah menjadi pria dewasa. Memang kadang kala jatuh cinta tidak selalu berakhir dengan manis.

"Apa Devian tahu kondisinya ya paman?"

"Tidak tahu Tuan. Mungkin saja karena Devian suaminya"

"Ah ya benar juga, Devian pasti akan menjaga Nada. Seandainya bisa, Aku ingin bicara dengan Nada... sekali saja. Kami bicara baik-baik paman" ucapnya lirih membuat Paman Robby merasakan kesedihan yang dirasakan tuannya. Pada dasarnya Rafael memang anak baik, berbeda dengan Devian, Rafael jauh lebih tenang dan lembut. Jadi melihatnya seperti itu, Robby jelas cemas, dia merasa tidak tega, seandainya saja ia bisa membantu mempertemukan keduanya, Robby yakin Rafael pasti akan senang.

✖️✖️✖️