1 I'm not Crazy (love me please)

Malam menampakkan sinar indahnya, lampu lampu jalanan ibu kota memberikan kesan indah dari gedung atas. Sebagian orang menghabiskan waktunya bersama dengan kekasih, sebagian lagi menghabiskan dengan kesendiriannya.

Namun tak seindah kehidupan sepasang suami istri, yang saat ini tengah berdebat hebat. Sang suaminya tanpa sengaja menyaksikan sang istri tengah bermesraan dari arah berlawanan. Ia tahu itu istrinya, ia meyakininya. Wajah istrinya terpampang nyata, sementara sang laki laki tengah membelakanginya dengan memangku istrinya.

Sakit?

Tentu, jangan di tanya lagi.

Kecewa?

Sangat.

Wanita yang selama ini ia percaya, wanita yang selama ini menemani hidupnya selama sepuluh tahun, kini telah mendua. Ingin menghampirinya namun logikanya masih berjalan, laki laki itu memikirkan tentang masih menjaga harga diri istirnya agar anaknya kelak di masa depan mendapat beban moral.

Ia masih dapat berfikir jernih tentang orang orang sekarang yang tak perduli dengan satu sama lain, yang mereka pikirkan hanya tentang konten, bagaimana menjadi fyp, tanpa ada perduli dengan orang lain. Bahkan mereka menggunakan sebuah caption yang benar benar menunjukkan seolah mereka sangat perduli, padahal terkadang itu hanya untuk sebuah penarik perhatian untuk pengikutnya.

Sungguh ironi memang tapi inilah dunia sekarang, dipenuhi tipu daya muslihat. Orang yang hanya mengejar viewer mampu melakukan segalanya. Bahkan menghilangkan privasi orang lain, menghilangkan harga diri orang lain, hanya untuk apa? Ya tentu demi konten. Kini kita berada di masa tidak tahu yang baik dan hanya berpura pura. Karena kita tiba dimana media sosial yang seharusnya menghubungkan yang jauh agar mendekat, namun kini menjadi menjauhkan yang dekat, dan menipu yang jauh.

Sore itu ia kembali dengan hati yang berkecamuk. Lama ia menunggu kepulangan sang istri dari kencan terlarangnya, laki laki itu berencana memberikan kejutan kepada istrinya, namun rencana memang tak selalu berjalan dengan baik. Ibarat kata pepatah, bahwa manusia hanya mampu berencana sementara Tuhan lah yang menentukan.

Laki laki itu menunggu kepulangan istirnya hingga malam menjelang, dan wanita itu baru pulang saat magrib telah datang, istrinya tak membawa anak mereka, itu bertanda anak mereka masih dititipkan kepada adiknya dan juga sahabat adiknya.

Wanita itu melenggang sambil bernyanyi masuk ke dalam apartemen. Laki laki itu sengaja tak menjemput anaknya dan bersyukur Istrinya tak membawa anak mereka, meski rasa rindunya sangat membuncah hatinya. Tapi ia tak ingin bertengkar di hadapan anaknya.

"Dari mana kamu?"

Suara yang sungguh sangat mengejutkan wanita itu, ia terkejut mendengar suara suaminya yang telah duduk di ruang tamu. bahkan wanita itu tak sempat menutup pintu apartemen mereka.

"Dari keluar," ujarnya sekenanya, ia mencoba bersikap santai di hadapan laki laki itu. Toh selama ini ia juga tak ketahuan dengan belangnya. Ia berfikir suaminya bo*doh tak mengetahui apa apa. "Kau sudah pulang Atala? Kapan?"

"Dari tadi sore," ujarnya dingin. Laki laki yang biasa di panggil Atala itu kini tangah duduk dengan menghilangkan tangannya, mencoba menahan diri agar tidak bermain tangan dengan wanita yang telah membuatnya kecewa. "Yanti kau dari mana?"

Atala sangat kesal sehingga memanggil wanita itu dengan namanya saja. Hal itu sungguh sangat mengejutkan Yanti. Laki laki yang memiliki mata hazelnut, dan berperawakan tinggi, serta berwajah blasteran itu menatapnya dengan tajam. Yanti sadar ada sesuatu yang membuatnya marah. Yanti mencoba menerkanya, tapi tak mungkin ia ketahuan pasti ada yang mengadukannya. Pikir Yanti.

"Apa maksud mu? Aku tentu saja dari luar, Putra ingin bermain dengan Linda dan Nisa, tentu saja aku membawanya ke sana. Aku ke sana tadi, baru kemudian aku kembali ke sini, tapi teman ku ada masalah jadi aku menemaninya," bohong Yanti menampakkan wajah lugunya.

Atala tahu itu semua hanya kebohongan, ia tadi melihat dengan mata kepala sendiri, tak mungkin mereka hanya teman. Bermesraan di hadapan hal layak. Berteman? Itu tidak mungkin, Atala terkekeh di buatnya.

Yanti tahu Atala tengah menertawai kebohongannya, akhirnya ia kesal sendiri. "Apa mau mu? Kenapa kau pulang pulang begini? Apa kau menemukan wanita lain? Sehingga kau mulai mencari masalah dengan ku?" Yanti mencoba mengembalikan keadaan. Ia tak mau terlihat bersalah di dalam hal ini.

Suara melengking Yanti sampai di telinga tetangga apartemen mereka, hingga beberapa di antara mereka mulai mendekat dan menguping pertengkaran rumah tangga tersebut secara langsung.

"Kau tak salah berbicara? Pertama kau berbohong tentang ku, kedua kau berbohong tentang adikku. Dan apa kau juga ingin berbohong tentang dirimu?" Atala memicingkan matanya ke arah Yanti. "Ah tidak kau telah berbohong, dan itu adalah kebohongan terbesar mu."

"Jangan gila kamu," tukas Yanti kesal suaranya semakin meninggi, ia telah di pojokan sejak tadi, ia ingin terlihat seperti seseorang yang tersakiti.

"Aku gila? Kau yang gila Yanti! Aku sibuk bekerja untuk mu, untuk putra kita, lalu apa?" Atala tertawa sumbang dengan sangat keras, bahkan sangat menggema di telinga Yanti, seolah menertawakan sesuatu yang tak seharusnya di tertawa kan. Ya Atala tengah menertawakan kebodohannya selama ini, Bagaimana mungkin ia di tipu habis habisan oleh wanita itu, kala dirinya tengah sibuk mencari nafkah untuk mereka. "Kau bermain gila di belakang ku? Kau bermesraan di tempat ramai Yanti, bukan aku tak melihat mu," Atala meninggikan suaranya, membuat Yanti tercekat. Niat hati ingin membalikkan keadaan, justru kini ia yang terpojokkan. Ia tak dapat bergerak, ia telah tertodongkan oleh bukti. "Kau masih tak percaya? Ini foto mu, apa harus ku sebarkan dulu keseluruhan penghuni apartemen baru kau akan mengakuinya?"

"Jangan gila, kau ingin merusak nama ku?" Yanti berteriak kesal, sudah kepalang basah, semua telah tampak, bukti perselingkuhan telah tampak.

"Kau sendiri yang merusak nama mu," Atala menunjuk ke arah Yanti yang hanya setinggi bahunya. "Aku akan ke tempat adik ku, kau pikirkan salah mu. Aku beri kau kesempatan demi putra ku," Atala meninggalakan Yanti sendirian di dalam apartemen. Yanti memandang ke arah pintu apartemen, terdapat beberapa penghuni yang memandang ke arah nya. Yanti menerka mereka pasti telah mendengar semuanya.

"Apa yang kalian lihat, apa kalian tidak punya pekerjaan? Dasar kalian penggosip pergilah dari apartemen ku," Yanti berteriak kepada seluruh penghuni yang memandang jijik ke arah nya.

"Dasar tidak punya rasa syukur, sudah jelas suami mu sangat setia, tampan dan mau bekerja keras untuk memenuhi kehidupan mu. Masih saja selingkuh, sekali murahan ya murahan," ujar salah satu di antara mereka, yang memang tidak menyukai Yanti sejak dulu.

"Kau bilang apa, dasar tukang gosip!" Yanti berucap sembari membanting pintu apartemennya, hancur sudah harga dirinya. Ia sungguh kesal dengan semuanya.

Atala baru saja sampai di halaman rumah sederhana yang dulu ia tinggali dengan ayah dan ibu angkatnya. Sungguh masa masa kecil yang sangat ia rindukan. Keluarga angkat yang sangat menyayangi dirinya. Atala mencoba tersenyum menyembunyikan semua kesedihannya. Ia akan tidur di sini dulu untuk malam ini.

"Assalamualaikum," Atala mengetuk pintu rumah sederhana tersebut.

"Walaikumsalam," seorang gadis cantik tampak membuka pintu rumah tersebut dengan tersenyum manis.

"Kakak, ayo masuk. Putra di dalam sedang bermain dengan Nisa," ujar gadis tersebut.

"Linda bagaimana kuliah mu?" Atala memandang kearah Linda yang tengah mengenakan pakaian santai.

"Baik kak, semua lancar. Tapi kalau Nisa sudah masuk ke tahap akhir. Nisa tinggal nyusun aja," ujar Linda terkekeh.

"Lah kamu belum nyusun?" Atala tampaknya lupa keadaan Linda yang memang dulu menganggur dua tahun dulu untuk mencari uang masuk kuliah.

"Kan Linda nganggur dulu kak, semester depan saja baru mau magang," ujar Linda terkekeh. Mereka memasuki rumah tersebut sembari berjalan bersama hingga di ruang keluarga yang merangkak menjadi ruang tv tersebut. Atala segera duduk di ruang tersebut, tepat bersebelahan dengan putra dan adiknya. "Linda ambilin minum apa kak?"

"Apa aja, yang dingin ya," ujar Atala segera mendudukkan diri di samping putra dan Anisa. "Aduh adik dan anak ayah..."

Atala mengecup pipi keduanya, baru kemudian ikut bermain. Linda datang membawa minuman untuk Atala, dan ikut duduk. Linda memilih untuk menonton televisi.

"Yah... ayah malam ini Putra tidurnya dengan Tante Linda dulu ya," ujar Putra cemberut. Anak itu mengira bahwa ayahnya akan membawanya kembali ke apartemen. Jujur saja ia sangat takut kepada ibunya, terlebih ibunya suka marah ketika ada teman laki laki ibunya.

Putra masih ingat betul bahwa ibunya pernah marah kala Putra tanpa sengaja menjatuhkan makanannya, dan laki laki yang ada di hadapannya hanya menggeleng. Kemudian meninggalakan meja makan. Ibunya sangat marah dan mengurungnya di kamar, hingga ia tak bersekolah ke esokan harinya.

"Iya kita tidur di sini," ujar Atala mengusap lembut kepala putranya.

Anisa jelas tahu betul siapa Atala, mereka memang bukan saudara kandung, namun jelas mereka tumbuh bersama. Anisa tahu bahwa Atala memiliki masalah dan memilih menyembunyikannya.

"Kakak, are you okey?" Anisa memandang lekat wajah Atala, membuat Atala tersenyum.

"I'm ok, don't worry," ujar Atala tersenyum menutupi semua kesedihannya.

"Kak menurut dosen Linda ga baik menyimpan luka, lebih baik bicarakan biar hati lega," ujar Linda menyambung omongan kedua kakak beradik tersebut.

Atala tersenyum memilih mengusap lembut rambut Linda, ia juga telah menganggap Linda seperti adik sendiri. Atala sudah sangat mengenal Linda dengan baik. "Kalian belum saatnya mengetahui permasalahan rumah tangga, ada saat nya ketika kalian telah menikah."

"Masih lama kak, pacar aja belum punya sampai sekarang," ujar Anisa dengan segala ekspresi yang keluar dari gestur tubuhnya.

"Sudahlah kambuh lagi, pasti mau curhat colongan," Linda tertawa melihat tingkah Anisa yang memang mudah membuat semua orang tertawa.

Anisa memang memiliki wajah yang selayaknya orang Indonesia, karena Anisa asli orang Indonesia asli, sementara Linda memang memiliki ayah yang berketurunan Turki dan ibu asli Indonesia. Orangnya meninggal dunia setelah kecelakaan menimpanya mereka, dan Linda kecil di titipkan di panti asuhan oleh pamannya. Kini Linda tinggal bersama sahabatnya, dan menjalankan semua dengan berjuang sendiri.

Malam semakin larut, kini Atala berbaring di kamar Linda, rumah itu memang hanya memiliki dua kamar, dulu sebelum ia menikah ia akan tidur di ruang tv. Namu setelah menikah, ia memilih untuk tinggal di apartemen. Atala memang sudah meminta kedua orangtuanya pindah, namun mereka tidak mau meninggalakan rumah sederhana tersebut.

Dua tahun lalu kedua orangtuanya meninggal dan ia harus menjadi kakak sekaligus seorang ayah untuk Anisa. Meski gadis itu menolak untuk tinggal di apartemennya, namun Atala boleh tenang, karena Anisa tinggal bersama Linda.

Atala memandang anaknya yang kini tertidur pulas, anaknya akan menginjak umur delapan tahun. Ia tak ingin anaknya kehilangan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Ia ingin anaknya seberuntung dirinya, meski dengan kondisi yang berbeda.

Atala memilih untuk keluar dari kamarnya, dan berjalan ke arah dapur. Tenggorokannya terasa kering ketika mengingat seluruh masalahnya. Ingin pergi namun ada yang mengikat, ingin bebas namun seperti ada sangkar yang mengurungnya. Itulah yang di rasakan oleh Atala saat ini. Saat tengah berjalan menuju dapur, ia melihat cahaya di kamar Anisa. Atala mengintip kegiatan kedua gadis itu, tampaknya Anisa sibuk dengan tugas akhirnya, sementara Linda tampak sibuk membaca buku. Atala tersenyum melihat keduanya, inilah kenapa ia tak ingin bercerita kepada gadis itu, ia telah melihat betapa sulitnya hidup kedua gadis itu, bekerja sembari kuliah, sungguh tidaklah mudah, jadi ia tidak ingin menambah beban dengan cerita mereka.

Tanpa terasa air mata Atala menetes membuat Atala segera mengusapnya dan berjalan ke arah dapur, membuka kulkas, dan menyesapnya hingga habis. Atala mencoba menenangkan kepalanya dengan meminum air dingin.

.......

"Halo honey..." Yanti tampak sibuk memainkan kuku cantiknya.

"Ya baby? Kenapa? Kangen?" Yanti tersenyum kala mendengar suara laki laki itu, Yanti bak remaja yang di mabuk asmara.

"Kita ketahuan sama suami aku honey..." Yanti merengek dari ujung sana.

"Apa?! Apa dia tahu wajah ku? Gawat kalau dia tahu, dia akan membuat citra perusahaan ku rusak, akan ku pecat dia," El Barack berteriak dari ujung sana.

El Barack merupakan bos dari Atala bekerja. Sejujurnya dirinya juga telah memiliki istri, namun ia tetap menjalani perselingkuhan yang telah mencapai tiga bulan itu.

"Tenang honey, dia hanya melihat mu dari belakang," ujar Yanti menenangkan, baginya El Barack merupakan orang yang sangat sempurna, sudah mapan, tampan pula. Ia bahkan merasa beruntung hanya menjadi simpanannya.

Mereka awalnya bertemu di acara tahunan perusahaan milik El Barack, saat itu Atala membawa Yanti, dan memperkenalkannya dengan bosnya. Beberapa pertemuan yang tak di sengaja akhirnya membawa mereka pada hubungan terlarang.

"Bagus lah baby, hm... besok aku akan mengirimnya keluar negeri, mewakili ku," ujar El Barack di ujung sana.

"Hm... tidak masalah, kau suruh saja dia, biar Putra ku titipkan kepada adiknya," ujar Yanti tersenyum senang.

"Ok baby, I'll gonna miss you," ujar El Barack di balik telfon sana. "Ah istri ku sayang, bay baby."

Barack mematikan telfonnya tepat ketika pintu terbuka, tampak seorang wanita cantik tersenyum menawan ke arah nya. "Kamu tidak lelah sayang? Ayo kita tidur."

"Hm... tapi aku minta ya," ujarnya segera menggendong sang istri. Wanita itu tertawa sembari memeluk suaminya.

avataravatar