1 Beda Alam

Bumi merupakan tempat yang sangat nyaman bagi makhluk hidup untuk hidup. Tapi, tahukah Anda bahwa ada planet lain yang bisa dihuni manusia?

Fotia, sebuah planet yang jauh. Sebuah planet dengan berbagai macam makhluk yang menghuninya seperti halnya bumi kita tercinta. Iblis, penyihir, siluman bisa hidup di Planet Fotia.

Seorang pria yang terlihat masih remaja, berlari melalui Hutan Ville. Rambut pirangnya tidak lagi berwarna cerah karena bercampur darah dari luka di mahkotanya. Napasnya tercekat. Darah merembes dari perut kanannya karena luka tusuk. Punggungnya penuh luka.

Biasanya, sebagai keturunan ras iblis, Zarius memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Tapi, karena hukuman, Zarius tidak memiliki kekuatan apa pun saat ini. Zarius lebih buruk dari iblis tingkat rendah.

Zarius masih berlari mencari perlindungan di Hutan Ville, tempat dia menghabiskan sepuluh tahun terakhirnya berlatih untuk meningkatkan kekuatannya. Dia masih merasakan ratusan iblis masih mengikutinya. Para iblis yang sebelumnya bersujud di bawah kaki Zarius, sekarang berbalik menyerang Zarius secara berkelompok.

Semua ini karena konspirasi Felius, kakak tertuanya. Zarius tidak akan memaafkan kakak tertuanya. Meskipun mereka adalah saudara sedarah, tidak ada keakraban di antara mereka berdua. Yang kuat adalah yang berkuasa. Semua pangeran menyingkirkan saudara mereka sendiri untuk menjadi satu-satunya Putra Mahkota.

Zarius masih berlari dari pasukan iblis saat ini.

Biasanya, Zarius masih bisa menghabisi puluhan iblis bahkan jika dia tidak menggunakan kekuatan spiritualnya. Tapi, iblis yang mengincarnya kali ini jumlahnya ratusan. Zarius merasa tidak mampu melawan pasukan iblis yang dikirim Felius, kakak tertuanya.

Mungkin seorang iblis kuat pun belum tentu bisa menghadapi situasi seperti ini, apalagi pria berambut pirang bernama Zarius Vasilias itu. Pangeran yang diusir secara tidak hormat dari istananya sendiri.

Zarius sangat membenci saudaranya. Dia bersumpah untuk membalas dendam atas penghinaan ini.

Cahaya kebiruan yang memancar dari Desdemona (satelit Fotia) memasuki hutan melalui celah di dedaunan.

Zarius mendongak. Bahkan, penglihatannya kini mulai kabur.

Angin menderu. Pada saat yang sama, ratusan Iblis mengepung Zarius yang mulai berjatuhan.

Zarius tertipu. Ini bukan Hutan Ville tempat gurunya yang mengajarinya kekuatan spiritual tinggal. Ini adalah hutan ilusi yang diciptakan oleh penyihir hitam. Ini adalah jebakan.

Pasukan iblis bersama dengan para penyihir hitam bersekongkol untuk membunuh Zarius. Padahal, sebelumnya Zarius hanya dihukum tinggal di Dunia Manusia. Namun, Zarius tidak menyangka akan menjadi target pasukan iblis dan penyihir hitam.

Zarius sang Pangeran Iblis memang seorang pemburu pasukan iblis dan penyihir hitam wilayah musuh. Zarius telah banyak melenyapkan mereka meskipun dia masih amatir. Sekarang, mereka membalas dendam atas nyawa yang diambil oleh tangan Zarius.

Zarius merasa terpojok. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Para Iblis mulai mengepung Zarius. Mereka sepertinya tidak menganggap Zarius sebagai pangeran mereka lagi.

Sayap hitam pasukan iblis mengepak. Mata mereka tajam, menusuk lurus ke arah Zarius yang masih membatu.

Hembusan angin tiba-tiba bertiup. Daun kering terbang. Debu melayang di udara, sedikit mengganggu penglihatan iblis. Asap kuning keemasan tiba-tiba menyelimuti tubuh Zarius.

Begitu angin mereda, penglihatan para iblis dan penyihir hitam menjadi jelas. Mereka tidak melihat Zarius di mana pun saat ini.

Di balik pohon besar di kejauhan, sosok pria berambut hitam legam sedang menyeringai.

"Saya harap Anda akan menjalani hukuman Anda dengan baik, Pangeranku," gumam sosok itu. Setelah itu, dia mengepakkan sepasang sayap hitamnya dan terbang ke langit malam.

***

Eric Yudhistira dibawa keluar oleh Bibi Tumini dari kamar. Mereka masih bisa dengan jelas mendengar keributan dari dalam ruangan. Suara benda jatuh dan suara kaca pecah.

Mata Eric dipenuhi air mata saat dia berada tepat di depan pintu kamar ayahnya. Dia perlahan menyentuh pintu. Air mata menggenang ketika mendengar kata-kata yang diucapkan oleh ayahnya. Namun, ia tahan air mata itu agar tidak turun. Eric tidak mau menjadi remaja yang cengeng. Meski begitu, jalan hidupnya tetap selalu saja membuat Eric terpaksa harus menangis, untuk meluapkan emosi.

"KENAPA KALIAN MENGURUNG AKU SEPERTI INI, HAH? AKU TIDAK GILA! BERIKAN MINUMANKU SEKARANG!"

Itu menyakitkan ketika mendengar kata-kata itu diucapkan dari satu-satunya tempat dia bergantung. Eric menyadari ini semua salahnya. Andai saja dia sudah dewasa. Andai saja selama ini Eric tidak menjadi beban bagi ayahnya. Andai saja ayahnya tidak memiliki anak yang tidak bisa diandalkan seperti dia. Dan andaikan juga Rafael, kakaknya Eric, masih hidup.

"Eric, kamu baik-baik saja? Kamu bisa pergi ke sekolah sekarang. Biarkan ayahmu tenang dulu!" kata Bibi Tumini dengan lembut. Dia membelai surai hitam remaja di depannya.

Eric mengangguk. Dia tidak bisa mengabaikan kewajibannya untuk mencari ilmu.

"Jaga ayahku ya, Bibi! Aku akan langsung pulang sore ini setelah menyelesaikan pekerjaan paruh waktuku."

Eric membungkuk sebelum dia berjalan keluar rumah.

Bibi Tumini melihat punggung Eric yang semakin menjauh.

"Kamu seharusnya tidak melalui semua ini, Nak!"

Bibi Tumini bersimpati dengan nasib tragis remaja tampan itu. Kakaknya Eric meninggal beberapa bulan yang lalu. Selama ini Eric hanya tinggal bersama ayah dan kakaknya, dan dalam beberapa bulan terakhir sikap ayahnya berubah. Belum lagi ayahnya masih dalam masa depresi karena meninggalnya kakaknya Eric yang bernama Rafael.

Eric dan Rafael tidak pernah tahu di mana ibu mereka berada, tapi mereka tidak membenci ibu mereka.

Semua berawal dari pemecatan Pak Reno Yudhistira dari pekerjaannya dan kejadian itu terjadi beberapa hari setelah meninggalnya Rafael Yudhistira, kakak dari Eric. Pak Reno mengalami kecelakaan di tempat kerja, sehingga kakinya sekarang pincang.

Tidak ada yang mau mempekerjakan Pak Reno karena keterbatasannya. Pak Reno sering mabuk-mabukan dan sering melampiaskan semua amarahnya kepada anaknya yang tertinggal, Eric Yudhistira.

***

"Aku terjebak di matamu. Setiap kali aku menatap matamu, yang ada hanya bayanganku. Bolehkah aku berharap jika kamu dilahirkan untukku?"

Hening sejenak.

Perkataan gadis muda itu tidak mendapat respon apapun dari lawan bicaranya.

"Aku akan selalu berada di sisimu. Kuharap kau hanya melihatku. Bisakah kau melakukannya, Ericku Sayang?" gadis muda itu melanjutkan.

"Heh?? Jika aku terus melihat Alice saat dia berjalan, bisa-bisa aku nabrak tiang dong?" Eric menjawab, begitu polos.

"Astaga! Bukan seperti itu. 'Melihatku' berarti aku ingin kau hanya melihatku sebagai satu-satunya gadis untukmu, Eric. Apa kau mengerti?"

Gadis remaja yang dipanggil 'Alice' itu menghela napas kasar. Alice harus ekstra sabar dengan temannya yang terlalu polos dan sangat tidak peka.

Remaja di depannya hanya mengangguk sekali. Tidak biasanya temannya berbicara sehangat itu. Biasanya, Alice selalu mengoceh tentang betapa tampannya artis-artis dari negara lain.

Namun, meski begitu, Eric senang memiliki teman dekat seperti Alice.

"Alice?"

"Hmm?"

Bersambung ....

avataravatar
Next chapter