1 Prolog

Berjalan melewati tangga lalu membawa karung yang berisi semen dan pasir dalam dua karung yang isinya berbeda. Satu karung yang berada di pundak kanan berisi semen sedangkan karung yang di atas karung semen berisi pasir.

Aku hanyalah seorang buruh bangunan. Menghidupi keluargaku yang ekonominya kesulitan. Aku tidak memiliki bakat, kepintaranku juga begitu rendah. Apalagi dengan nilai sekolahku yang jelek membuatku susah untuk mencari pekerjaan yang layak. Tentu saja, aku ini lulusan dari SMA.

"Bisakah kau mengambil karung yang berada di gudang?" Ujar seorang lelaki dengan tubuh gemuk.

Dia selalu saja mengatur bawahan sepertiku, dikarenakan aku yang begitu penurut dan ringan tangan dalam pekerjaan.

Orang-orang begitu takut kepadanya. Padahal menurutku, ia hanyalah seekor sapi yang memiliki wewenang di tempat kerja. Yah, bisa dibilang bahwa dia adalah seorang Kepala Bangunan.

Cuaca hari ini kurang bagus. Bangunan ini telah terkena air hujan karena bangunan ini masih belum sepenuhnya selesai, tapi kami tetap bekerja dalam cuaca yang buruk seperti ini.

Aku menaiki tangga untuk mengambil beberapa karung yang berisi semen dan pasir lagi.

Melihat ke arah mereka yang diberi kemudahan dalam kerjanya yaitu mewarnai dinding, menambal lantai dengan keramik, mengaduk semen dan pasir.

Ini memang tidak adil untuk diriku. Hanya aku yang merasakan beban berat di pekerjaan ini sedangkan mereka sangat mudah pekerjaannya. Ya, aku memang orang rendahan, tapi bukan berarti orang memperlakukanku seenaknya saja.

Mengambil karung, lalu memanggulnya di pundak kanan. Kali ini aku membawa tiga karung sekaligus. Kedua karung yang di bawah adalah pasir sedangkan yang di atas adalah semen.

"Cepatlah! kita tidak punya waktu lagi!"

Aku dengan cepat turun. Ketika menuruni tangga, kakiku terpeleset dan terkilir. Tubuhku terhempas ke bawah sedangkan karung yang aku bawa terjatuh di lantai tadi. Terkena tangga berkali-kali, baik tubuhku maupun kepalaku.

Tentu saja, aku masih berada di sepertiga tangga menuju ke bawah sedangkan gudangnya berada di lantai 3.

Terguling ke bawah dengan kepala berdarah dan wajah yang memar.

*Gabruk!

Semua orang di pekerjaan ini kaget sekaligus panik. Hanya si gendut yang tidak peduli dengan luka yang aku terima, seolah-olah luka yang aku miliki baginya itu adalah luka kecil.

"Oi, apa kau tidak apa-apa, Regard?"

"Bangunlah bodoh! Kita belum selesai kerjanya!"

Bukan malah membantuku, tapi si gendut ini malah menyuruhku untuk bangun dan bekerja lagi.

"Cepat telepon ambulance!"

"Kita harus menahan darahnya mengalir."

"Cepat kita bawa dia ke tempat peristirahatan."

Suasana begitu ramai. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, yang jelas mereka begitu peduli denganku. Penglihatanku mulai kabur, tubuhku juga mulai lemas lalu aku menutup mataku.

Semua orang terdiam, mereka hanya meratapi kesedihan yang terjadi di tempat ini.

Hujan menjadi deras di kota ini. Mungkin awan saat ini sedang menangisi kematianku yang mengenaskan.

Suara orang-orang sudah tidak terdengar lagi di telingaku. Disini begitu gelap dan dingin. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Apakah aku akan di kirim ke alam baka atau akan di kirim ke akhirat? Itu benar-benar membuatku bingung dan frustasi.

Mengingat kehidupanku di dunia nyata. Bahwa aku memiliki keluarga berjumlah 4 orang. Anak lelaki yang sudah berumur 18 tahun, anak perempuan yang berumur 10 tahun, dan istri yang selalu menungguku setelah usai pulang kerja.

"Fu fu fu, apakah kau menyesal dengan kematianmu itu?"

Suara aneh menggema di sekitar kegelapan. Aku menjadi panik dan bingung darimana suara itu berasal. Cahaya berwarna kuning menyilaukan mataku sehingga tidak sanggup melihatnya karena mirip seperti cahaya ilahi.

"Si-siapa kau? Apa kau datang ke sini untuk menjemputku menuju akhirat atau alam baka?"

Aku langsung panik dan mengucapkan hal yang terlintas dalam pikiranku. Saat ini aku takut dengan kematianku karena masih banyak beban keluarga yang ada di diriku. Bukan beban keluarga saja, tetapi aku memiliki hutang yang menumpuk dengan jumlah ratusan juta.

"Menjemputmu? Hahahaha, tentu saja tidak, bodoh!"

"Lalu kau mau apa, huh?!"

Cahaya tadi sirna. Munculah seorang perempuan dengan sayap malaikat berwarna putih, berambut pirang, matanya yang berwarna kuning sehingga terlihat indah dan anggun.

Wujudnya begitu sempurna sehingga aku tidak sanggup membandingkannya bila ia menjadi istriku di dunia sebelumnya.

Perempuan itu mendekatiku. Dengan cepat aku menjaga jarak dan berusaha agar tidak terlalu dekat dengannya.

"Hehehe, sepertinya akan menyenangkan sekali bila aku bermain sedikit denganmu."

"Tu-tunggu sebentar, a-aku sudah punya istri. Lagipula.. mustahil bagiku untuk menikahimu dengan sikap sempurna seperti itu."

Perempuan yang menggodaku berhenti. Ia memasang wajah tersenyum lalu tertawa lepas setelah melihatku tersipu malu dan jujur berkata seperti itu.

"Hehe, kau benar-benar menarik sekali ya."

Dia dengan cepat berada dekat denganku sambil memegang wajahku dengan tangan kirinya.

Tubuhku tidak bisa bergerak seolah-olah ada yang mengunci tubuhku untuk terdiam.

"Baiklah. Aku akan memberimu kehidupan satu kali lagi."

"Benarkah itu?"

"Tentu. Oh ya, aku lupa memperkenalkan namaku. Aku adalah Shilphonia Aurtheurus, malaikat yang dapat mengabulkan permintaan seseorang yang sedang putus asa."

"Kalau begitu, hidupkan aku ke dunia nyataku."

"Ke dunia asalmu? Pffft.."

Menahan tawa yang tak tahan dengan perkataanku. Kemudian dia tertawa lepas lagi. Aku yang melihatnya saja sudah muak.

Kenapa perempuan ini berada di depanku setelah kematianku, lebih baik aku di jemput oleh Iz***l saja daripada perempuan yang menghinaku ini.

"Haha... itu tidak bisa dilakukan, bodoh."

"Tidak bisa? Kenapa?"

"Apakah kau tahu hukum pembatas dunia?"

"Tidak, aku tidak tahu hal itu."

Kemudian ia kembali tertawa dengan keras dan lama sekali. Wajahnya seakan-akan mengejekku tentang pengetahuanku yang sedikit.

"Sudahlah. Daripada aku menjelaskannya kepadamu, nanti yang ada kau tidak mengerti lagi," ejeknya dengan sengaja.

"Oi, apa kau hanya ingin mengejekku setelah aku mati?"

"Tidak. Hanya saja kehidupan di dunia nyatamu itu membuatku sakit perut karena terus tertawa."

Tertawanya semakin menjadi. Aku sudah tidak tahu harus apalagi, yang jelas saat ini aku sudah pasrah dan menunggu diriku dijemput oleh orang itu.

"Haaa.... baiklah. Aku akan jelaskan padamu."

Sebuah sihir muncul dalam sekejap. Dia menunjukkan tulisan kuno yang tidak aku mengerti. Perempuan itu juga memegang sebuah tongkat kecil yang menunjuk ke arah tulisan kuno itu.

"Ehem. Ini adalah gambarannya dalam bentuk tulisan."

"Ano... maafkan aku mengganggu penjelasanmu. Etoo Slug.. Sleep... Shilper atau apalah namamu itu. Pokoknya aku tidak bisa membaca dan mengerti tulisan kuno."

Dia terlihat kesal dan jengkel ketika aku tidak mengingat namanya yang begitu aneh, panjang dan sulit untuk di ingat.

"Hmmph, dasar manusia rendahan! Mengingat namaku saja tidak ingat, apalagi mengetahui sistem dunia ini."

Dia mengucapkan hal itu dengan jengkel, marah, dan merendahkanku. Aku yang mendengar hal itu langsung mendekatinya dan mendorong tubuhnya bersamaan dengan tubuhku.

"Tu-tunggu, apa yang ingin kau.."

Aku memegang wajahnya lalu kami berciuman.

Memang, aku sedang dalam keadaan yang kurang menguntungkan. Pertama adalah mati mengenaskan. Yang kedua adalah bertemu dengan malaikat yang menjengkelkan ini.

Melepaskan ciumanku, lalu melihat Shilphonia yang sudah lemas dan kelelahan. Mungkin ini baru pertama kali baginya melakukan ciuman secara langsung.

Yah, aku sudah kelewatan sekali padanya untuk kali ini. Mengerjainya dengan hal yang belum pernah dia lakukan.

Aku berdiri lalu membungkuk ke arahnya untuk meminta maaf atas kejadian yang tadi.

Wajah yang dia perlihatkan kurang menyenangkan. Aku rasa dia sepertinya sudah rusak gara-gara ciuman tadi.

"Lagi. Lakukan lagi!"

"Whoa, ti-tidak mungkin aku melakukannya lagi."

"Aku mohon. Sekali lagi saja!"

"Pokoknya tidak ya tidak. Lagipula kau itu adalah malaikat yang mengabulkan semua permintaan kan?"

Dia terdiam dan tersadar akan sifat yang memalukannya tadi, membuat dirinya sedikit malu. Wajahnya terlihat marah bahkan tatapannya mengalihkan ke arah lain selain ke arahku, dan ia tidak rela bahwa ciuman pertamanya direbut olehku.

"Kau harus tanggung jawab!"

"Eh, ta-tanggung jawab soal apa?"

"Ka-kau sudah menciumku dan membuatku sedikit ketagihan akan hal itu."

"Eh? Ba-barusan kau bilang apa?"

"Su-sudahlah lupakan saja. Apa permintaanmu saat ini?"

Dia mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan satu permintaanku.

Aku berpikir untuk ke depannya nanti. Jika aku pilih kekuatan, kemungkinan ada yang lebih hebat dari kekuatan milikku. Kalau aku pilih kekuasaan, maka akan ada yang melakukan kejahatan kepadaku. Hmmm, ini benar-benar pilihan yang rumit.

"Apa kau sudah mendapatkan jawabannya?"

"Sebentar. Ada hal yang ingin aku tanyakan kepadamu."

"Baiklah. Silahkan kau bertanya, tapi aku tidak akan menjawab tentang masalah yang tadi."

"Tentu saja bukan hal yang tadi. Aku ingin bertanya tentang apa yang terhebat di dunia yang akan kau kirimkan untukku ini?"

"Oh, aku akan mengatakan hal ini sebagai bonus karena kau telah mengajariku hal yang indah."

"Y-yah, bukan maksudku untuk melakukan hal itu kepadamu."

"Baiklah. Yang terhebat di dunia ini adalah kekuatan dari Necromancer."

"Necromancer? Bukankah itu.."

"Kau benar. Dia sering disebut dengan julukan Undead Slayer di dunia yang akan kau tempati ini."

Aku berpikir ulang kembali. Ini adalah kesempatan sekali dalam seumur hidup. Ia hanya menunggu jawaban yang tepat dariku. Tapi.. sepertinya aku akan memilihnya dengan pilihan seperti ini.

"Bagaimana? Apa kau sudah mendapat jawab-"

"Sudah. Aku akan memilihmu."

"Eh? A-apa yang kau maksud tadi?"

"Yang aku maksud adalah aku memilih semua potensi yang ada di dirimu. Baik itu kemampuanmu, pemikiranmu dan juga keberuntunganmu."

Dia tersenyum kecil. Wajahnya berubah menjadi aneh kembali dan melangkah mendekatiku. Kemudian membisikkan aku tentang hal ini.

"Itu berarti kau juga mau menjadi perempuan?"

"Eh? Ti-tidak. Bukan begitu maksudku."

"Lalu apa, huh?!"

Dirinya sudah kelewat batas kali ini. Dia benar-benar sudah rusak dengan ciuman pertamaku.

Sekali lagi, aku melakukan hal yang sama dengan bersujud di hadapannya untuk meminta maaf atas ucapanku yang barusan.

Dia ternyata tertawa seolah-olah sudah mengetahui bahwa aku akan meminta maaf kepadanya. Dia memang sempurna menurut penglihatanku. Tapi yang membuatku kesal adalah sifatnya yang jengkel seperti itu bahkan dia juga membuatku muak terhadapnya.

"Apa kau yakin akan memilih dengan apa yang kau katakan tadi?"

"Tentu. Dilihat bagaimana pun juga, aku akan tetap memilih hal tadi," jawabku dengan nada yang serius dan tatapan yang yakin.

"Pilihan yang tepat. Baiklah, aku akan mengirimmu ke dunia barumu. Tapi ingat, jangan melakukan hal yang aneh kepada yang lain ya."

Dia mengucapkan hal itu tanpa rada bersalah. Dia juga mengejekku secara tidak langsung bahwa aku ini adalah orang mesum. Padahal aku hanya memberinya pelajaran, tapi dia malah jadi rusak seperti itu.

Sinar menyilaukan mataku. Suasana dan ketenangan yang sunyi tadi sirna menjadi ramai dengan suara burung dan angin yang berhembus ke pepohonan.

Ketika aku membuka mata, aku sudah berada di lapangan yang luas dengan rerumputan yang segar dan angin yang sejuk.

"Kau sudah bangun rupanya."

Suara yang tidak asing lagi bagiku. Aku rasa suara itu adalah perempuan tadi. Aku bangun dari tidurku lalu melihat ke arah belakang.

"Ka-kau... kenapa kau berada di sini?"

"Ehe. Aku takut kau akan melakukan sesuatu ke perempuan lain, jadi aku memutuskan untuk ikut denganmu."

Ya ampun. seandainya saja aku langsung ke akhirat, tidak mungkin sekarang aku bertemu dengan malaikat aneh seperti dirinya ini.

Bersambung...

avataravatar
Next chapter