1 Awal

Sejak itu, hidup Syela yang tenang menjadi rumit.

"Eh cewek, jadi pacar gue yuk!" Satu kalimat ajakan yang diucapkan pemuda di hadapannya, cukup membuat Syela bingung. Dari penampilannya yang bahkan masih menggunakan baju basket disertai badan berkeringat. Sepertinya dia baru selesai latihan.

Mata Syela menjelajah setiap inci tubuh pemuda itu dari atas sampai bawah. Tidak ada yang salah. Dia rapih. Tidak seperti orang mabuk. Ini orang sinting atau gimana si, ngajak orang orang pacaran atau main bekel? Syela masih diam.

"Lo mau gak?" serunya lagi. Ia adalah Eliot Sandi Adelard. Ketua basket di SMA Citra Bangsa. Siapa yang tidak mengenalnya. Cowok genit suka tebar pesona, dengan postur tubuh tinggi, wajah tampan. Ia sangat terkenal. Lalu apa tujuannya sekarang? Dia pikir ingin mempermainkan Syela?

Syela mulai buka suara untuk memastikan, "Lo ngomong sama siapa?"

"Emang ada orang lain selain lo disini?" tanyanya semakin mendekatkan diri pada Syela.

Tidak ada. Sekolah kini sepi karena jam menunjukkan pukul 5 sore. Kebanyakan siswa sudah pulang sejam yang lalu. Sedangkan ia masih berada di depan mading untuk menempelkan berita terbaru dan sekarang malah mendapatkan masalah. "Hm coba kasih gue satu alasan kenapa tiba-tiba lo ngajak gue pacaran?"

"Panjangnya gini." Sandi masih berdiri dihadapan Syela dengan tangan kanan memegang bola basket dan tangan kirinya ia taruh di pinggang. "Lo anak paling ambis di angkatan kan? Cita-cita lo masuk Univ negeri jurusan ahli gizi. Lo anak jurnal. Hobi banget ngecek dan ngehias mading. Daripada kayak anak lain yang suka keluyuran pas jam istirahat, lo lebih suka ke perpus. Nah gue bisa bantu lo masuk ke Univ mana pun yang lo mau."

Syela terkejut. Bagaimana dia bisa tahu semua itu. "Tau darimana?"

Jelas Sandi tahu. Apa sih yang tidak ia ketahui dari isi sekolah ini. "Itu gak penting." jawabnya enteng.

"Gue gak mau." kini Syela melipat kedua tangannya di depan dada dan sedikit mendongakkan kepala agar terkesan bahwa ia punya harga diri.

"Ya.. gampang sih, gue juga gak butuh-butuh lo amat." balas Sandi sambil mengedikkan bahunya meremehkan.

Masih berpikir kembali untuk mencerna, "Kenapa lo tiba-tiba baik ke gue? Pasti ada benefit nya juga kan buat lo." tuduh Syela segera.

"Di dunia ini gak ada yg gratis sayang. Mau kencing aja bayar."

Benar dugaan Syela. Bukannya senang, ia malah ragu. Lantas apa yang harus ia perbuat sebagai balas budi. "Gue harus apa?"

"Gak usah buru-buru, pasti bakal gue kasih tau."

Dengan tingkah randomnya, Sandi memamerkan hubungan mereka pada setiap orang yang ditemuinya, "Woy, Syela pacar gue sekarang."

"Hah? Seenaknya aja ini orang." gerutu Syela dalam hati. Syela langsung menutup mulut Sandi dengan tangan nya. Terkutuklah mulut itu!

"Eits baru pacaran udah pegang-pegang aja." ledek Sandi.

Argh kenapa Syela harus terjebak dalam hubungan ini. Seumur hidupnya tidak pernah terlintas di otak dan juga hatinya untuk berpacaran. Mana model pacarnya begini lagi. Syela langsung menarik tangannya dan mengelus serta menciumnya, barangkali mulut Sandi bau jigong. Jijik!

"Lo kira gue kotoran?"

"Bukan. Lo itu hama. Gue yakin pasti hal-hal buruk akan menimpa setelah gue pacaran sama lo."

"Yuk pacar kita pulang." Sandi pura-pura tidak dengar. Ia segera menarik tangan Syela.

"Gue pulang sendiri." Syela langsung melepaskan tangan Sandi. Apaan pegang-pegang.

"Namanya pacar kan pasti pulang bareng." Haha dipikir ini pacaran seperti anak sma yang sedang bucin. Hello! ini cuma boongan kali.

"Tuh kan, belum sejam pacaran aja lo udah ngatur hidup gue. Inget ya!" Syela menunjuk dengan jari telunjuknya tepat di depan wajah Sandi. "Kita itu pacaran cuma status."

Wow garis bawahi status. "Oke tapi gue ingetin, cepat atau lambat pasti lo akan jatuh cinta sama gue," ejek Sandi dengan seringaiannya.

"Hilih kepedean." Syela acuh dan langsung meninggalkan Sandi.

"Galak tapi lucu." Sandi tersenyum kecil dan langsung berbalik ke lapangan.

---

"Gue pulang." pamit Sandi kepada teman-temannya.

"Oh jadi itu ceweknya San, bagus juga selera lo." ledek salah satu temannya. Sebut saja dia Acong, karena kulit putih yang mendominasi serta mata sipit. Mirip seperti orang China.

"Yooiii. Paling gak bertahan lama, kayak cewek-cewek lain." sahut teman satunya lagi.

"Jangan San, dia idaman gue tuh. Mending buat gue lah kalau nantinya lo sakitin."

"Haha, ambil aja. Gue gak peduli, dia cuma gue butuhin sekarang, nanti juga gue lepasin."

Sandi beralih merapihkan tasnya, kemudian berjalan mendekati temannya lagi satu persatu. Sudah menjadi tradisi ketika ingin berpisah harus tos terlebih dahulu.

Kemudia ia melangkahkan kakinya menuju parkiran dan ternyata Syela ada disana.

Gadis itu sedang berdiri di depan gerbang mengutak-atik ponselnya untuk memesan ojek. Sejujurnya Syela bisa saja membawa kendaraan ke sekolah, tapi baginya itu ribet. Dia lebih suka tinggal duduk diam.

Mobil Sandi berhenti di depan Syela. "Pacar yakin gak mau pulang bareng?" ajaknya lagi sambil mengetuk-ngetuk pintu mobil.

"Pulang sama lo gak meyakinkan, nanti gue sial." tolak Syela.

Itu ojeknya. Syela melambaikan tangan sebagai isyarat bahwa ia yang memesan. Sandi diabaikan.

Tanpa basa basi ojek online itu menyerahkan helm kepada Syela. "Mau pakai helm neng?"

"Gak usah bang." Syela segera naik ke jok belakang. Bagi Syela kalau pake helm itu sumpek. Ia lebih suka merasakan segarnya similir angin.

Pengemudi ojek pun mengangguk dan melajukan motornya. Kondisi jalan dari sekolah menuju rumah Syela sekarang sepi, karena hari sudah hampir gelap. Sepanjang perjalanan pun Syela diam dan tidak bersuara, ia hanya memperhatikan jalan.

Sial! kenapa hp nya mati. Ia mengetuk-mengetuk hpnya, siapa tau masih ada harapan. Padahal baru saja ia ingin menghubungi sang mama di rumah.

Syela kesal. Ia tidak peduli dengan ponselnya, disaat seperti ini saja benda itu malah tidak bisa diajak kompromi. Ia mengedarkan pandangan kembali pada lalu lintas. Tapi sebentar, sepertinya ada yang aneh, ini bukan jalur menuju rumah Syela. Dimana ini?

Syela menegur "Pak, jalur nya sesuai maps alamat saya kan?" nada bicaranya belum gelisah. Ia harus tetap tenang.

"Pak!" ia menaikkan sedikit nadanya kalau kalau abangnya tidak mendengar.

Masih belum ada jawaban. Ini tidak bisa dibiarkan, Syela memukul-mukul bahu abang ojek itu. "PAK BERHENTIIN SAYA DISINI! ATAU SAYA LAPOR POLISI." tidak bisa ia tahan.

Syela terjungkal sedikit ke depan. Ojeknya berhenti mendadak. Ia masih harus bersikap tenang. Syela langsung turun dari motor. Tangan-nya tercekat. Jantungnya mulai berdegup kencang. Ya tuhan, apa yang harus gue lakuin?! Pengen nangis aja deh. Syela menggigit bibir bawahnya, ia terus berpikir apa yang harus ia lakukan.

Dari arah belakang sontak terdengar suara mobil mendekat. Abang ojek itu langsung menarik Syela. Syela ketakutan. Ia pasrah, sekarang air matanya terjun bebas, tubuhnya gemetar.

"Bang, tolong jangan apa-apain saya, daging saya ga enak bang buat dimutilasi, organ saya juga udah pada rusak, kalau mau ambil barang saya aja. Tapi saya mohon lepasin! ada ikan yang belum saya kasih makan di rumah. Nanti mati." ocehan Syela sudah tidak karuan.

Syela sudah tidak peduli apa yang dilakukannya kini, ia menggigit dan mencakar cekalan tangan itu.

"Shhhh," Syela meringis karena giginya terasa sakit.

Tapi dia tidak boleh berhenti. Berlari terus entah kemana kaki itu membawanya. Disini gelap. Dadanya terasa sesak. Ia takut. Syela sangat perasa, bayangan-bayangan mengerikan terlintas seperti pada drama yang ia tonton. Syela tidak ingin mati konyol. Ia terjatuh.

Kakinya terasa perih. Ia tidak tahu harus apa, ia hanya bisa merengkuh ditengah jalan, meringis kesakitan. Air matanya semakin deras, hiks.. hiks.. Ia bukan anak lemah. Syela mencoba bangkit namun apa daya. Angin malam semakin dingin. Ia memeluk tubuhnya sendiri di tengah sunyi.

Matanya silau, mobil itu...

"Tolong" minta nya lirih.

avataravatar
Next chapter