14 Pengorbanan untuk Teman

"Mau kemana Abian?" Sebuah suara menghentikan langkah Abian. Dilihatnya sang mama sedang berjalan mendekat kearahnya.

"Ada urusan. Aku keluar dulu, ya!" jawab Abian berusaha mengukir senyum dibibirnya. Bagaimanapun ia tak mau kalau ada yang tahu tentang kekacauan yang terjadi di markasnya.

"Yaudah, hati-hati ya!" ujar Sarah dengan nada lembutnya. Abian mengangguk menyetujui ucapannya. Langkahnya kembali mengayun menuju pintu utama untuk segera keluar dari sana.

Derum puluhan motor langsung menyambut kedatangan Abian. Mereka pun langsung turun dari motor bergegas mendekat kearahnya. Raut wajah khawatir nampak jelas di wajah mereka.

"Gimana keadaan disana?" tanya Abian to the point.

"Markas dikepung. Cuma ada Genta, Revan, dan Rizky yang ada disana. Jumlah pengepung juga ada puluhan. Mereka nggak mungkin bisa lawan sendirian. Tapi anehnya, ini bukan ulah Antariksa," jawab Bima dengan nada tegasnya.

"Kalau bukan Antariksa, terus siapa?" tanya Abian penuh tanda tanya. Pasalnya hanya satu geng rival Leonard yang aktif berbuat kegaduhan. Yaitu geng yang diketuai oleh mantan temannya sendiri. Antariksa.

Tak ada yang mampu menjawab pertanyaan Abian. Gelengan kepalalah yang dilihatnya dari mereka.

Abian menghembuskan napas kasar. Ia harus segera bertindak atau ketiga sahabatnya akan celaka.

Abian berpikir keras menyusun strategi yang akan dilakukan mereka. Strategi yang beresiko sekecil mungkin pada ketiga temannya. Karena salah gerak sedikit pun, tiga nyawa jadi taruhannya.

"Kalau markas kita dikepung sama mereka, kita kepung balik mereka!" ucap Abian dengan nada menggebu- gebunya. "Gue bakal pimpin pasukan yang ngepung dari arah depan. Bima sama Rendy dari arah samping. Ardi jaga bagian belakang. Paham?" ucap Abian menginstruksikan rencananya.

Anggukan kompak mereka lakukan. Dengan cepat, mereka segera kembali ke motor masing- masing bersiap melakukan perlawanan.

Sedangkan dari dalam rumah, seorang gadis menghembuskan napas dengan kasarnya. Gadis yang sedari tadi bersembunyi dibalik tirai sejak pertemuan dadakan mereka. Matanya menatap sayu kearahnya. Rupanya akan banyak kebohongan yang akan kuucapkan, ujar gadis itu dengan lirihnya.

*

Motor Abian melaju sebagai pimpinan dari geng mereka. Kecepatan diatas rata- rata mereka kompak membelah jalanan ibukota. Beruntung lokasi markas yang menjadi tujuan mereka tak jauh dari sana.

Motor mereka berhenti tak jauh dari markas. Dengan cepat mereka turun dan bergegas mengawasi keadaan disana.

Ada puluhan orang berada diluar markas mereka. Tampak beberapa orang sedang mencoba mendobrak pintu utama untuk menerobos masuk kedalamnya. Beberapa orang lain juga tengah mencari celah pada jendela kayu dari arah samping markas mereka. Dan untungnya, tak ada satu pun dari mereka yang membawa senjata.

"Bangsat!" hardik Abian dengan kesalnya. "Kalian semua pergi kearah rencana masing- masing!" ucap Abian memerintah.

Dengan sangat perlahan, mereka bergerak menuju tempat awal kesepakatan. Mereka masih bersembunyi mencari waktu yang tepat untuk keluar.

Abian celingak- celinguk mengawasi keadaan. Setelah dirasanya aman, ia memberikan kode kepada mereka untuk bersiap menyerang.

Mereka dengan serempak keluar dari persembunyiannya dan langsung mengepung saat itu juga.

Puluhan orang yang tengah beraksi itu pun mengalihkan pandangan mereka. Nampak sekali mereka terkejut dengan kedatangan tiba- tiba sang Ketua.

"Siapa kalian?" tanya Abian dengan nada tegasnya. Urat dilehernya pun nampak karena luapan emosinya.

Sedangkan yang mereka yang ditatap menyungging senyum remehnya. Salah satu diantara mereka bangkit dari duduknya. Melangkahkan kaki mendekat kearah Abian. Topi dan masker melekat ditubuhnya. Membuatnya tak bisa dikenali siapa dia.

"Siapa kalian?" tanya Abian mengulangi kata- katanya. Namun belum sempat dijawab, pintu utama markas mereka berhasil dibuka paksa.

Dari dalam tampak Genta, Rizky, dan Revan menatap dengan tatapan sengitnya. Terdapat sebuah kayu di masing- masing genggaman mereka.

"Berani maju, gue tampol kalian!" teriak Genta raut khawatirnya. Namun bukan pernyataan Genta tak digubris oleh mereka. Beberapa orang disana masuk dengan paksa.

"Jaga tindakan kalian!" teriak Abian saat melihat gerakan mereka. "Jangan lupa kalian udah kita kepung sekarang! Berani lo buat kegaduhan, gue bantai habis kalian!" lanjutnya.

"Cih!" ucap lelaki dihadapan Abian meremehkan. Langkahnya kian maju mendekatinya. Abian tak tahu siapa dia dan apa maunya. Namun Abian dapat melihat tatapan matanya. Matanya tak asing baginya. Siapa dia?

"Seret mereka keluar!" teriak lelaki itu memerintah. Dengan cepat, mereka yang sedari tadi berada didalam markas pun menyeret ketiga teman Abian keluar. Pemberontakan telah mereka lakukan. Namun jelas, mereka masih kurang tenaga untuk melawan mereka.

"Jangan macem- macem kalian!" hardik Abian dengan tatapan waspada. Ia tak berani memerintah pasukannya untuk menyerang karena itu akan membahayakan.

"Gue nggak bakal apa- apain mereka, selagi lo mau tunduk dihadapan gue!" ucap lelaki itu mengancam. "Dan kalau lo nggak mau, mereka bakal habis ditangan gue," lanjutnya.

Sedangkan Abian dibuat cengo dengan ucapannya. Bagaimana bisa seorang Raja Jalanan diperintah untuk tunduk dihadapan remahan rempeyek sepertinya?

Pandangan Abian beralih menatap nasib tiga temannya. Tangan mereka ditahan oleh 2 orang dari setiap sisinya. Mereka tak akan bisa lolos. Apalagi dengan berkerumunnya puluhan orang disana.

"Jangan harap! Boss kita nggak akan pernah tunduk dihadapan siapapun!" ucap Revan menyakinkan. Ia tak masalah jika harus babak belur belur sekarang. Namun ia tak akan pernah terima jika Abian harus tunduk pada mereka.

"Kita liat aja!" ucap lelaki itu dengan percaya dirinya. Maniknya menatap remeh Abian yang masih terdiam dihadapannya.

"Kalau itu mau lo, gue bakal turutin. Tapi lepasin mereka. Kalau ada satu pun memar ditubuh mereka, lo bakal tanggung akibatnya!" ucap Abian dengan tatapan nyalangnya. Ia merasa inilah satu- satunya cara menyelamatkan teman- temannya. Ia tak mau jika harus merasakan kehilangan untuk kedua kalinya. Dengan sekuat tenaganya, ia akan melindungi mereka.

"Abian! Jangan bego!" hardik Bima yang menatap tak percaya kearahnya.

"Jangan boss! Gue nggak mau lo dipermaluin!" ucap Rizky bersuara. Harga diri akan selalu mereka junjung tingi- tinggi.

"Hahahaa..." tawa kencang lelaki itu lepas begitu saja. Ia memandang tak percaya pada Abian. Kini ia tahu kelemahannya.

"Pinter, pilihan yang bagus! Sekarang, gue mau lo tunduk di kaki gue!" ujar lelaki itu semakin semena- mena.

Mata Abian menatap ke sekelilingnya. Tatapan permohonan kompak mereka arahkan padanya. Sayangnya, ia tak bisa berbuat apa- apa.

Kaki Abian dengan perlahan tertekuk dihadapannya. Matanya masih menatap nanar kearah tiga temannya. Kalian harus selamat, hanya itu pikiran Abian.

Senyum mengejek tampak dari mata lelaki itu. Aura kemenangan telah menyeruak dalam benaknya. Namun sebuah ide terlintas dalam pikirannya. Ide gila yang siapapun tak akan menyangka akan dilakukannya.

"Pukuli dia!" ucapnya yang langsung membuat semua orang melotot seketika.

"Hei, bangsat kau!" hardik Bima tak terima. Kakinya melangkah maju mendekat kearah Abian. Namun sebuah gerakan tangan menghentikannya.

Abian menolak bantuan Bima. Tatapannya sama sekali belum berpindah dari arah fokusnya.

"Lo jangan gila!" bentak Bima tak percaya.

"Gue nggak mau kehilangan untuk kedua kalinya." satu kalimat Abian mampu membungkam semuanya.

Senyuman smirk semakin tersungging tinggi di bibir lelaki itu. Ia mengangkat tangannya melakukan isyarat agar sang anak buah segera menjalankan perintahnya.

Dua orang berbadan besar membawa sebatang kayu disalah satu tangan mereka. Langkahnya kian mendekat kearah Abian yang telah terduduk pasrah dibawah mereka.

Bugh!

avataravatar
Next chapter