1 One

Untuk ke sekian kalinya Darren berhasil keluar dengan selamat dari rumah itu. Lelaki berkulit putih dengan perawakan tinggi kurus dengan hidung yang mancung dan bibir merah yang indah itu tidak ada kapoknya mendatangi perempuan yang selalu ingin membunuhnya. Perempuan yang sepertinya tidak akan pernah membalas perasaannya.

Darren menyringai pedih ketika sekujur tubuhnya berendam dalam bathtub dengan air hangat,namun ia mencoba untuk rilex. Sejenak ia memejamkan matanya,terngiang dalam ingatannya ketika perempuan itu tertawa setiap kali melihat seseorang merasa kesakitan di depannya. Dia yang memahami tawa itu,hatinya ikut merasa sakit.

"Darren ..."

Darren membuka kedua matanya mendengar suara perempuan yang tidak asing itu. Mengapa dia dengan seenaknya masuk ke rumah orang tanpa permisi.

"Ada apa?" tanya Darren

Perempuan itu segera berbalik badan melihat Darren yang keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk kimononya.

"Apa kau tidak bisa pakai baju lebih dulu?!"

"Apa kau tidak punya sopan santun,seenaknya masuk ke rumah orang"

Perempuan itu berbalik badan menatap Darren, ia menghela nafasnya melihat beberapa luka di bagian tubuh Darren. Perempuan itu,dia Mona, mantan kekasih Darren yang belum juga move on darinya.

"Sepertinya rumor yang beredar benar adanya"

"Rumor?"

"Bahwa kau jadi berandalan yang terus mencari keributan dengan orang setelah hubungan kita berakhir."

Darren menyunggingkan senyumannya sambil menuangkan air ke dalam gelas kemudian meneguknya habis. "Aku sudah lama melupakanmu. Dan aku sudah jatuh cinta pada orang lain." ujar Darren sambil menghentakkan gelasnya ke meja.

Darren berjalan ke ruang tamu di ikuti Mona di belakangnya dan membukakan pintu untuknya. "Pergilah Mona, dan jangan ganggu aku lagi"

Sejenak, Mona terpaku menatap Darren yang tampak enggan dengan kehadirannya sebelum akhirnya beranjak pergi dari apartemen Darren.

🍁🍁🍁

Mencintai perempuan yang gemar menyakiti orang lain tentu tidak mudah bagi Darren. Mencintainya tentu membuatnya frustasi berat, namun selalu ada hal-hal yang membuatnya ingin terus ada di sisinya. Perempuan itu tidak pernah membalas perasaannya namun matanya selalu berbinar setiap kali Darren datang ke rumahnya, ia akan menceritakan apa saja hal yang di lakukannya dengan sangat girang. Dari sebrang jalan ia bisa melihat jelas perempuan yang di cintainya itu tengah duduk di restaurant bersama seorang lelaki. Darren sudah memperingatkan laki-laki itu untuk menjauh dari wanitanya, namun sepertinya laki-laki itu tidak mengindahkan peringatan Darren.

_

Perempuan itu tersenyum dengan menyunggingkan sudut bibirnya, mendapat penyataan cinta sesungguhnya membuatnya merasa sangat jijik. Cara pria itu mendekatinya pun sangat mudah di tebak, terlalu pasaran dan sangat basi. Goresan senyum di bibir lelaki itu terlihat palsu di matanya, genggaman tangannya dan sorot mata yang berbinar tidak menggetarkan hatinya sedikit pun, ia justru bertanya-tanya, mengapa banyak sekali manusia brengsek di sekelilingnya.

"Aku terkejut mendengar penyataanmu, kau membuat jantungku berdebar kencang."

"Jadi, kau juga punya perasaan yang sama denganku?"

Perempuan itu tersenyum manis, wajahnya menggambarkan seolah betapa malu dan bahagianya dirinya. Begitulah kira-kira gambaran ekspresi yang di lihat oleh pria itu, ia tidak tau sama sekali bahwa di balik senyum manis itu ada rasa ingin menyobek mulut menjijikannya.

Perempuan yang hatinya di penuhi kemuakan itu mengangguk seraya malu-malu demi menyenangkan hati pria yang duduk di depannya itu.

"Apa kau mau menginap di rumahku?"

Mendengar pertanyaan itu membuat laki-laki itu girang bukan main. Tidak ada kucing liar yang menolak ikan. Sepasang matanya tidak bisa berhenti menatap setiap lekuk tubuh wanitanya di balik dress tidur yang di kenakannya, membuatnya tak sabar untuk menguasai tubuh perempuan itu. Tatapannya semakin liar ketika melihat perempuannya mulai melepas cardigan tipisnya dan berjalan menuju arahnya. Dengan jemari lentiknya ia menelusuri setiap inci wajah lelaki yang sedang sangat bergairah itu, rahang yang tegas, hidung mancung dan bibir yang lembab. Perempuan itu mendekatkan wajahnya sambil menuntun lelaki itu agar terbaring di ranjang, hingga tiba-tiba lelaki itu merasakan sesuatu menusuk dalam perutnya.

"Harusnya aku menusuk jantungmu, tapi aku tidak ingin kau mati terlalu cepat."

Ya, tanpa laki-laki itu sadari, ada sebilah pisau di ranjang yang sudah di siapkan untuk menusuknya. Ia menyeringai kesakitan dan berusaha menyingkirkan perempuan itu dari atas tubuhnya. Namun perempuan itu menarik setengah pisaunya kemudian menusuknya lebih dalam lagi.

Perempuan itu kini tersenyum dengan sungguhan, melihat wajah yang sedang mengerang kesakitan itu. Ia membiarkan pisau itu tetap menusuk lelaki itu agar ia tidak cepat kehabisan darah, ia ingin lebih lama melihat wajah kesakitan itu.

"Sial apa yang kau lakukan?!" tanya lelaki itu sambil menyringai kesakitan.

"Bukankah kau ingin bermain-main denganku?" ujar perempuan itu sambil terkekeh.

Dengan susah payah lelaki itu berusaha untuk bangkit dan mencoba merangkak keluar dari rumah itu. Namun tentu saja takkan semudah itu, dengan tongkat bisbol perempuan itu memukul kepala bagian belakangnya, sehingga membuat lelaki itu setengah tak sadarkan diri. Ia menyeret lelaki itu menuruni tangga dengan membiarkan kepalanya terbentur berkali-kali oleh anak tangga. Ia mengikat lelaki itu di kursi agar ia tidak kabur kemudian menyiramkan air panas ke wajahnya.

"Aaaaaaaaaaa!!!"

Perempuan itu tersenyum mendengar teriakannya, menandakan pria itu masih bisa bertahan hidup lebih lama lagi. Perempuan itu pun memberinya sengatan listrik beberapa kali namun ia tetap menjaga agar lelaki itu tidak cepat mati, sebisa mungkin ia ingin lelaki itu bertahan hidup lebih lama dengan segala rasa sakit.

"Kau tau? aku ini adalah seorang dokter, dan baru-baru ini aku sedang belajar tentang merawat gigi dan mulut karena aku juga ingin menjadi dokter gigi." ujar perempuan itu sambil mengeluarkan perkakas cabut gigi dari lemari.

Lelaki yang tidak berdaya untuk berkata-kata lagi itu merinding setengah mati, ia terbelalak menatap perempuan yang berjalan ke arahnya, wajahnya seraya ingin mengatakan untuk tidak melakukan itu padanya.

"Sekarang buka mulutmu"

Lelaki itu menggelengkan kepalanya dan merapatkan mulutnya

"Tidak mau ya, kalau begitu aku akan memaksamu."

Perempuan itu memasukkan pinset ukuran sedang ke dalam hidung lelaki itu yang membuat lelaki itu kesulitan bernafas dan merasa kesakitan hingga darah mengucur deras dari dalam hidungnya.

"Ma_maaf.." tangis lelaki itu.

"Makanya, kau harus menuruti kataku, buka mulutmu sayang"

Lelaki itu pun membuka mulutnya. Tentu saja tanpa bius atau obat apapun perempuan itu menarik gigi atasnya dengan tang. Seketika ia tertawa melihat darah bercucuran di mulutnya dengan gusi yang sobek.

"Teressa"

Mendengar suara yang tidak asing lagi, perempuan itu segera berlari ke arah pria yang baru saja tiba itu.

"Darren ...lihat aku berhasil mencabut giginya" ujarnya dengan sangat gembira.

Ya, perempuan itu bernama Teressa Cansera, perempuan yang gemar menyakiti orang lain yang Darren sangat cintai. Darren melepas mantelnya dan memakaikannya pada Teressa, ia sungguh tidak suka jika ada lelaki lain melihat keindahan lekuk tubuhnya.

"Selamat Teressa.." kata Darren yang membuat Teressa kegirangan.

Darren memeriksa lelaki yang sudah tak sadarkan diri lagi itu, ia masih bernafas namun sepertinya tidak lama lagi dia akan mati.

"Aku masih ingin bermain dengannya." ujar Teressa.

BERSAMBUNG...

avataravatar