40 Berpapasan dengan pria killer

Kala mereka melewati ruang kerja Alexio, jantung Odele tiba-tiba berdetak semakin cepat, jelas perasaan panik dan takut masih dapat ia rasakan. Bahkan membayangkan pria itu saja hati Odele sudah tak tenang.

Semakin mendekat, ia pun tanpa sadar semakin mempererat pegangannya pada bu Yuni. Bu Yuni paham akan ketakutannya, jelas nyonya nya memiliki pengalaman buruk dengan Tuan mudanya, hingga membuat Odele pun memiliki trauma.

Mengingat betapa kasarnya Alexio memperlakukannya sejak hari pertama Odele menginjakkan kakinya di Castle Alexio. Bu Yuni pun mengelus punggung tangan Odele yang masih terus mencengkram lengannya dengan kuat, agar gadis itu sedikit lebih tenang.

Odele tersenyum ketir, menyadari bu Yuni mengerti akan ketakutannya.

Klek! pintu ruang kerja Alexio tiba-tiba terbuka dan mengagetkan Odele yang baru saja tiba di hadapan pintu ruang kramat itu.

"Ah!!" Odele terkejut bukan main, ia tidak siap harus berpapasan secara kebetulan dengan pria dingin, arogan dan kasar seperti Alexio. Tanpa sadar, berdirinya pun menjadi tak stabil, hingga membuat ia nyaris terjatuh. Beruntung Alexio dengan cekatan menangkap Odele yang nyaris terjatuh terlentang menyentuh lantai.

Pria itu memeluknya erat masuk dalam dekapannya. Tidak hanya Odele yang terkejut karena merasa di selamatkan sekaligus merasa jika Alexio juga mengambil kesempatan dari kejadian ini. Pikiran ini bukan tanpa alasan, namun semua terlihat jelas dari gambaran posisi mereka yang terbilang sedikit intim.

Ekspresi bu Yuni pun tak kalah terkejut, sampai-sampai ia membungkam mulutnya sendiri menggunakan kedua tangan keriputnya.

Odele masuk mendekap erat dalam pelukan pria yang paling sangat ingin ia hindari, tiada jarak yang memisahkan kecuali pakaian yang tengah mereka kenakan. Bahkan harum napas Alexio dapat terhirup melalui rongga hidungnya. Wangi napas yang begitu maskulin dan tegas.

Dag!

Dig!

Dug!

Degupan jantung keduanya jelas terdengar oleh telinga masing-masing. Odele kembali menyadarkan diri untuk tidak larut dalam situasi romantis yang tidak pantas. Mengingat pria ini yang di beberapa waktu lalu hampir saja dengan sengaja menghilangkan nyawanya.

Sedang bagi Alexio, ia sungguh menikmati setiap detik moment itu. Bahkan aroma tubuh Odele telah merasuk ke dalam rongga hidungnya dan seketika membuatnya candu ingin menghirup lebih, lebih dan lebih lagi.

Tapi Odele tidak bertingkah tenang dan damai sperti dirinya, gadis itu terus menggeliat berusaha melepaskan diri. "Hei.. hati-hati.. pelan-pelan.. aku tidak akan melakukan apapun padamu.. tenang saja.." Ucap Alexio dengan sangat lembut, kala Odele hendak melepaskan diri dari dalam dekapannya.

Odele terkesiap sejenak, mengedipkan matanya heran beberapa kali saat mendengar merdunya suara bariton khas pria di hadapannya, baru kali ini Alexio berbicara dengan sangat lembut kepadanya.

Namun, tak lama, Odele pun kembali merubah pandangannya pada Alexio seperti semula. Dengan tidak lantas percaya pada ucapan manis pria itu, gadis itu malah semakin menggeliat, berusaha melepas diri dari dalam pelukan Alexio.

Ia bahkan mengabaikan rasa sakit pada bekas operasinya, yang membuat Alexio harus bertindak lebih jauh untuk menekan gadis itu agar ia tidak menyakiti dirinya sendiri, dengan memeluk erat tubuh ramping gadis itu dan melingkarkan tangannnya hingga ke punggung belakang Odele.

Odele terkejut bukan main, bukan apa-apa, tapi karena tindakan yang di lakukan Alexio sungguh membuat dirinya malu setengah mati. Hingga Odele pun semakin aktif menggeliat minta di lepaskan, sementara Alexio merasa jika di lepaskan, bisa saja Odele langsung terjatuh dan kembali terluka lagi.

"Berhenti bergerak, jika tidak…..—" kalimat itu keluar menggantung begitu saja dari mulutnya.

Pasalnya, ia menekan punggung gadis itu hingga dada mereka saling bersentuhan, hingga membuat payudara Odele pun nyaris menyembul keluar dari sela-sela kancing kemeja yang di kenakannya menganga tanpa sengaja.

Melihat wajah Odele yang memerah, Alexio pun akhirnya sadar akan tindakan bodohnya, dan akhirnya ia pun melepas Odele yang juga nyaris kehabisan napas.

Wajah Odele semakin memerah, ia tidak yakin pendengarannya kali ini baik-baik saja.

Ia bahkan mengira apa yang terjadi saat ini tidaklah nyata. Sungguh tidak mungkin, jika apa yang baru saja terjadi adalah sebuah kenyataan. Dia bahkan mengira bahwa dirinya sudah gila bisa memimpikan pria killer itu bersikap begitu baik dan berbicara begitu lembut padanya.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Alexio yang membuat Odele kembali mencoba untuk berusaha bangun dari mimpi buruknya

"Hah?! ehm.." Odele menjadi salah tingkah, ia malah memalingkan pandangan dan menatap bu Yuni yang juga kebingungan. Ia bahkan mengira pendengarannya kini tengah bermasalah karena lagi-lagi mendengar kalimat-kalimat lembut dari pria paling ia hindari saat ini.

"AW AW AW… sakit nyonya.." eluh bu Yuni yang baru saja di cubit oleh Odele karena memastikan saat ini ia tidak tengah bermimpi.

"Ma.. maaf.." lirih Odele kecil yang lalu tersenyum kaku pada wanita tua yang di cubitnya dengan sengaja.

"Apa aku semenakutkan itu?" tanya Alexio tiba-tiba yang membuat Odele kembali menoleh ke belakang, ke arahnya.

Mood Psikiatrinya aktif, ia mencoba membaca ekspresi Alexio, namun yang ia temukan hanyalah ekspresi jujur dan tulus.. tiada kebohongan di dalamnya. Hingga Odele pun menjawab cepat dengan menggelengkan kepalanya.

"Dimana tongkat Elbow mu?" tanya Alexio lagi. Dan Odele menunjuk pada kamar yang kini di tempatinya.

Alexio pun langsung menuju ruangan yang di tunjuk oleh gadisnya itu.

Tidak memerlukan waktu sampai semenit, Alexio telah kembali sembari membawa tongkat Elbow pemberian Riswan di tangannya.

Namun kala Odele hendak meraih tongkat itu dari tangan Alexio, Alexio malah kembali menariknya dan termenung sejenak. 'tidak… benda ini adalah pemberian Riswan, aku tidak akan membiarkan dia dan benda-benda miliknya menyentuh gadisku!' kesalnya dalam hati

"Nanti aku akan belikan yang baru" ucapnya langsung pada Odele yang semakin kebingungan.

"Tidak! aku menyukai yang itu" jawabnya hanya tidak ingin memiliki hutang budi pada pria yang seharusnya ia hindari.

Ekspresi Alexio langsung berubah drastis, auranya menggelap dan Odele serta bu Yuni tentu saja menyadari itu. Odele pun berpikir cepat mencari alasan agar Alexio tidak lagi berbuat kasar padanya.

"Maaf.. maksudku, ini kan hanya sementara, aku tidak akan memakainya selamanya, lalu buat apa membeli yang baru? setelah sembuh, toh benda itu akan aku kembalikan kepada pemiliknya." jawabnya sembari menunduk

"Apa kalian berpacaran?" tanya Alexio yang lari dari kontex pembicaraan, sebelum menjawab pertanyaan aneh itu, Odele menatap bu Yuni terlebih dahulu, mencari kejelasan maksud dari pertanyaan itu.

Namun bu Yuni hanya bisa menggeleng dan berekspresi menyuruh Odele menjawab pertanyaan tersebut. Odele pun kembali menatap ke arah Alexio sekejab, lalu menundukkan kepalanya dan menggeleng dengan perlahan sembari memainkan ujung pakaian yang tengah ia kenakan.

avataravatar
Next chapter