1 Gadis Polos

Matahari telah meninggi, panas yang menyengat membuat siapa saja tak tahan untuk berlama-lama berasal di luar ruangan.

Seorang gadis dengan kaos oblong serta rok selutut dengan sabar menyeret kopernya, ia berjalan tak tentu arah, bertanya pada penggunaan jalan mengenai daerah sekitar.

"Owh gitu ya bu, terimakasih ya ibu."

"Iyaa, sama-sama Neng. Hati-hati ya, kalo sore daerah sini banyak preman, nyari kos-annya jangan ampe sore." Ucap si ibu khawatir.

"Siap bu, hehe." Balasnya disertai cengiran.

Gadis itu lanjut berjalan, sudah tiga jam terhitung sejak ia turun dari bis. Namun, hingga saat ini ia belum bisa menemukan kost yang cocok dengan kantongnya.

Rana Gelora namanya, seorang gadis desa yang merantau ke kota untuk bekerja sekaligus kuliah. Keadaan memaksanya mandiri dalam segala hal, Ayahnya telah tiada, Ibunya sakit-sakitan, dan adiknya yang hampir putus sekolah.

Posisinya sebagai tulang punggung keluarga membuat Rana mau tak mau pergi merantau, lantaran peluang usaha di desanya sangat sedikit.

Kuliah menjadi salah satu pertimbangan Rana, memang menghabiskan lebih banyak biaya. Namun, jika ia telah lulus lapangan pekerjaan akan terbuka lebih luas, tidak seperti saat ini, yang mana statusnya hanya sebagai seorang lulusan SMA.

"Huh, apa aku salah ya merantau ke Jakarta? Kost-an nya mahal-mahal banget." Keluhnya.

Kakinya sesekali menendang batu kecil yang berserakan di trotoar, hari yang panas dan beban berat berupa koper yang dibawanya membuat energinya terkuras.

Hingga, netranya menemui cafe kecil di ujung jalan. "Kayanya beli es bentar enak deh."

Kakinya memasuki kafe bergaya retro itu, tampak beberapa pembeli yang sedang bersantai di kursi depan kafe.

Rana melihat daftar menu di meja kasir.

'aduh! Mahal banget lagi, yang paling murah cuma... Americano. Rasanya gimana ya?'

"Eee, mba pesen Americano nya satu. Yang kecil aja kak gelasnya."

"Atas nama siapa kak?"

"Rana, mba."

"Baik kak, silahkan tunggu nanti akan dipanggil kalo pesanannya sudah siap."

Rana mengangguk canggung, ia menelisik sekitarnya. Mengambil satu bangku paling pojok untuk menunggu.

Kepalanya tertunduk lemas, "hadeuh, harusnya uangnya bisa buat beli lauk tiga hari, malah dibuat beli minuman." Sesalnya.

Air muka nya turur keruh, penyesalan memang selalu datang terakhir!

"Ehh cantik sendirian aja nih." Celetuk seorang pria dengan pakaian urakan, disampingnya ada seorang pria pula dengan tampang serupa.

Rana risih, ia memang dari desa. Tapi jika melihat seseorang berpakaian tidak rapi sangat membuat matanya tak nyaman.

"Iya lagi nunggu pesenan." Ucapnya tetap ramah, siapapun orangnya tak akan membuat Rana melupakan adab dalam berbicara.

"Wiss, mau kemana nih. Diliat-liat bawa koper gede tuh." Ucap rekan lelaki pertama, ia berambut gondrong.

Rana tersenyum, "iya nih, laginyari kost soalnya mas."

Lelaki itu tertawa saling berhadapan, "yaha... dipanggil mas gue."

"Bales dong panggil dek."

Rana tersenyum kikuk, bingung dengan situasi di hadapannya saat ini.

"Kita tau kost murah nih, tapi kalo lo mau gue bawa kesana, kita main kuda-kudaan dulu gimana?" Tawar pria kedua berambut gondrong.

"Wahhh, mas nya baik banget. Tapi maaf nih mas, saya gak punya kuda gimana dong. Jangankan kuda, kambing aja gak punya, mahal banget mas, kuda itu." Ungkap Rana.

Kedua pria itu saling berpandangan, sepertinya Rana tak menangkap maksud mereka dengan benar.

"Aduk, cantik-cantik bego. Pokoknya gampang, lo tinggal diem aja biar kita yang gerak, tugas lo cuman diem dan teriak aja, nanti kost lo gratis selama setahun. Ya kan bro?"

"Yoi, gamoang kok."

Mereka berdua tersenyum miring, sasaran empuk memanglah seorang yang minim pengetahuan dan lugu seperti Rana ini.

"Lohh, gampang banget mas. Emang teriak ngapain, bisa ya jaman sekarang teriak dapet duit?" Tanya Rana bingung.

"Woo, iya dong. Lo tinggal ngangk--..."

"Sayang! Ya ampung dicariin daritadi ternyata disini. Mereka siapa? Temen kamu?" Ucap seorang pria dengan kemeja berwarna putih, terlihat sangat tampan.

Rana terkesiap, seseorang tak dikenal tiba-tiba menghampiri nya dan memanggilnya dengan lembut, bagaimana mungkin hal itu tak terlihat aneh?

"Masnya ini si--.."

"Kalian temen istri saya ya?"

Dua pria tadi tampak terkejut, mereka mengira jika Rana masih single, siapa sangka gadis semuda itu sudah bersuami?!

"Ehh engga bang, kita ngajak kenalan aja tadi, kirain masih jomblo, ya bro ya?" Ujarnya, ia menyikut temannya yang hanya berdiam canggung.

"I-iya. Kenalan doang."

"Nahh kan bang. Yaudah kalo gitu kita pergi dulu ya bang." Pamitnya buru-buru.

Mereka dengan refleks menyalimi pria berkemeja itu, Rana pun tercengang dibuatnya.

"Loh lohh! Masnya mau pada kemana, saya kan belom dapat kost-an nya. Tadi katanya saya tinggal teri--..."

Belum sempat Rana mengejar dua lelaki itu, pria tadi menarik lengannya mendekat.

"Ihh masnya apaan sih. Udah sok kenal! Pake ngancurin kesempatan saya dapet kost-an lagi! Sekarang saya mau tinggal dimana!" Sembur Rana menggebu-gebu.

Entah beruntung atau tidak, tapi suasana cafe sedang sepi, jadi tak ada yang mendengar pekikannya kecuali pegawai cafe yang acuh, merema berasumsi bahwa kejadian itu hanyalah pertengkaran antar pasangan dimana si wanita berusaha kabur dengan hingga membawa koper.

"Terus nanti kalo saya telat dapet kost an, Masnya mau tanggung jawab?! Terus kalo dah telat saya kuliahnya tertunda Mas mau tanggung jawab?! Kalo kuliah saya tertunda terus adek saya di kampung gak bisa makan Mas mau tanggungjawab?! Terus kalo hmmmphh--..."

"Dengerin dulu saya ngomong." Cerca si pria.

Rana mengerutkan alisnya, protes akan mulut nya yang dibungkam oleh tangan besar pria itu.

"Masih untung ada saya, kalo gak ada mungkin gak tau nasib kami sekarang bagaimana." Ungkapnya.

Rana menyentak tangan pria itu dari wajahnya, "emangnya kenapa kalo situ gak ada?!"

"Kamu beneran gak tau?" Ucap pria itu dengan nada mengejek.

"Gak tau apa sih, orang mereka baik mau kasih saya kost gratis!" Sentak Rana.

Pria itu tersenyum sinis, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Rana dan membisikkan sesuatu yang membuat gadis itu gemetar.

Senyum sinis nya tergantikan senyumnpuas melihat Rana yang mematung, menyadari apa yang baru saja terjadi padanya.

"See? Kalo gak ada saya itu yang bakal terjadi." Ejek pria itu sebelum pergi meninggalkan cafe dan Rana yang masih membeku di tempat.

"...as nama kak Rana!"

"Kak Rana?"

"Ehh i-iya mba sebentar."

avataravatar