1 Peperangan

"Inari-sama, jika Anda ingin menghukum atas dosa-dosa yang telah kami perbuat, maka ambillah nyawaku! Berikanlah kehidupan kembali untuk pemuda ini karena dia harus hidup untuk melindungi golongan kami. Keturunan Valfredo harus tetap hidup."

Suara itu milik Panglima Verrold, jenderal tentara Tranmoz dari ras rubah ekor sembilan, Kitsune. Di tengah malam yang dingin, di bawah air terjun yang hanya diterangi sinar rembulan, suara itu terdengar frustrasi, tetapi yakin.

Ia terduduk di salah satu batu. Di sebelah kirinya ada pemuda yang bersandar di bahunya, tengah menangis dalam diam. Sementara di pangkuan kanannya tergeletak lemas lelaki dewasa yang menjadi junjungannya, Raja Nier.

"Lindungilah ... ouji kita, Verrold!"

Setelah mengatakan hal itu. Lelaki dewasa itu memejamkan matanya. Ia lelah melakukan aksi kejar-kejaran dengan makhluk serakah yang menginginkan putranya dan sebuah benda berharga yang menjadi bagian dari putra satu-satunya tersebut. Namun, ia tidak tahu saja jika benda itu telah menghilang dari tubuh putranya beberapa saat lalu. Ini yang membuat tubuh Pangeran Althair melemah.

Verrold menggerung karena hal itu. Dipikirnya Raja Nier telah mati. Namun, otaknya masih memikirkan siasat jika saja nanti mereka berhasil ditemukan.

[Aku. Verrold. Berjanji bahwa dalam tugasku sebagai penjamin kesehatan, keselamatan dan kehidupan rakyat Tranmoz, aku takkan pernah melangkah mundur bahkan untuk menyelamatkan nyawa. Aku bersumpah untuk ini, atas nama Pangeran Althair]

Verrold kembali teringat akan ikrarnya pada Raja Nier di depan seluruh rasnya.

"Pergilah bersama Althair-ouji, Panglima! Bawalah Althair jauh dari sini! Bawalah jauh! Mereka tidak boleh menemukan Althair." Raja Nier meminta. Lirih ia ucapkan kalimat itu, masih memejamkan mata.

Verrold tak ada pilihan lain, ia harus membawa pemuda itu ke tempat yang terang yang tak ada kegelapan di sekitarnya.

Setelah kepergian Verrold bersama Pangeran Althair, segerombolan orang mengejar hingga ke sungai tempat Raja Nier dan Verrold tadi.

Mereka menemukan Raja Nier yang sudah kelelahan setengah mati tengah tergeletak di atas batu. Salah satu di antara mereka memerintahkan untuk memenggal kepalanya.

Sebelum pedang tajam itu mengenai Raja Nier, raja Kerajaan Tranmoz sebuah pedang lain menghalangi.

"Benar aku adalah busur panah ras kami. Tapi hari ini aku adalah trisula penjemput kematian kalian!"

Raja Nier tersenyum. Ia menggumamkan kata, "Panglima Verrold."

Pedang yang semula di tangan Verrold, kini melayang mengarah ke leher orang-orang itu dengan cepat. Kepala mereka terpenggal akibat satu tebasan dari Panglima Verrold.

Namun selanjutnya, pasukan yang lain menyerbu dengan mendorong mereka ke dalam sungai yang mengalir deras.

Mereka divonis telah mati.

"Jika Pangeran Althair tidak ada di sini, maka cari dia hingga ke perbatasan dunia!" teriaknya pada invanterinya yang ikut dalam pengejaran Althair.

Sementara Althair yang sesuai rencana Verrold untuk lebih dulu ke tempat 'itu', dengan langkah tertatih menuju pusaran khusus. Ia berharap makhluk lalim itu tak bisa menemukannya.

"Kami-sama, selamatkan aku!"

Althair mendengar deru langkah invanteri. Ia yakin itu milik orang yang menginginkan pusaka miliknya. Althair mempercepat langkah menuju gua yang ada di depan.

Seet!!

Panah beracun hampir menembus lengan Althair.

"Cari benda itu dan bawa bocah nakal Tranmoz ke mari!" titah sang ketua.

Salah satu invanteri melaksanakan perintah ketuanya. Namun, sebelum itu, panah-panah beracun menghujani mereka.

"Ouji-sama! Lompat ke pusaran itu, selamatkan diri! Aku berjanji akan menjemput Anda kembali nanti."

Althair menuruti. Ia langsung melompat ke arah pusaran angin yang ada di gua.

"Sialan! Bagaimana kau bisa selamat, Panglima?" ketua itu meraung karena ia sadar melumpuhkan seorang Verrold rupanya perkara sulit.

Verrold menyeringai, "Kau salah memilih lawan, Kentaro!"

Dengan cepat, sebuah pisau menancap tepat ke jantung Kentaro.

"Selamat memasuki neraka, Pecundang!" sinis Verrold.

Kemudian, Kentaro ambruk. Jatuh terjerambap dengan wajah yang menyentuh tanah terlebih dahulu. Sementara invanterinya yang tersisa bergidik ngeri.

"Masih ada yang ingin bernasib seperti dia?" tawar Verrold dengan suara tinggi.

Bersambung ....

avataravatar
Next chapter