webnovel

Hopelessly Depend

Dia hanya sekedar singgah bukan untuk sungguh

Torymissugi · Teen
Not enough ratings
8 Chs

2. Sepatu

Saat ada sedikit saja kata ragu dalam hatimu,

segera utarakan, segera tanyakan

Segera cari jawaban nya,

sebelum semua terlambat dan jadi sia-sia.

~~~

04.08.2019

06.00am

"Pip pip pip pip" suara alarm hari ini sedikit terasa berbeda, selain dia berbunyi lebih awal dari biasanya, kurasa karena hari ini juga ada sesuatu yang sudah kunanti. Suasana pagi hari ini terasa sangat berbeda dari biasanya, bahkan senyuman oppa di layah handphone ku juga terasa lebih manis seperti gula.

"gini nih kalo gula di kasi nyawa, hehe pagi-pagi udah kena diabetes nih" kata ku sambil menatap layar handphone ku.

Beranjak dari kasur pun terasa jauh lebih mudah dari pada biasa nya, apakah daya gravitasi kasurku sudah berkurang ya?, entahlah. Tak lupa saat melewati kaca aku melakukan ritual ku, yap menatap wajah dan berputar-putar sembari tersenyum.

"tumben bahagia?" ejek adik ku dengan tatapan bingung nya.

"kapan aku ga bahagia?" jawabku singkat

"biasanya biasa aja, hari ini kok agak berbeda sekali anda ya? ada apa ini?" tanya nya lagi sembari menuangkan air putih ke gelas.

"kencan" jawab ku lirih.

"uhuk uhuk, what?" jeritnya setelah tersedak.

"nanti aja aku ceritain ya, sekarang kakak mu tercinta ini mau mandi dulu" jawabku sembari mengelus rambut nya dengan senyuman bahagia.

"sama siapa ih?" sembari membuntutiku menuju kamar mandi dengan wajah kaget nya.

"ssshtt!" ku ulurkan jari telunjuk ku ke jidatnya.

Sembari bersenandung merdu, aku memakai riasan ala kencan yang lembut tetapi cantik, rambut yang biasanya ku biarkan terurai lurus begitu saja hari ini ku buat dia agak bergelombang, ku pakai baju santai dengan kesan feminim kemeja biru muda dengan lengan balon dan bawahan jeans straight cut, tak lupa parfum manis untuk hari ini.

Aku bercermin berjuta kali untuk melihat apakah rambut ku masih bergelombang, apakah riasan ku masih terlihat segar, apakah baju ku kusut?, apakah aku terlalu memikirkan penampilan ku?, entahlah.

09.00am

Setelah berdandan rapi, aku duduk di ruang keluarga sembari menonton TV, notifikasi handphone ku pun berbunyi, ternyata pesan dari Ian.

"aku berangkat dari rumah agak siang ya, haha ini baru bangun" tulisnya di ikuti dengan emotikon tawa canggung.

"iya gapapa" balasku.

"kamu udah sarapan kan? nanti kita makan siang diluar ya" balas nya.

"iyaaa, pean beneran baru bangun?" balasku untuk memastikan.

"iya nih, kalo libur emang bangun siang sih" balas Ian.

"oooh, oke deh" balasku singkat.

Dalam hatiku, aku bertanya-tanya, apakah aku terlalu bersemangat? sampai-sampai bangun lebih pagi dan berdandan rapi di pagi hari. Tapi bukan salah Ian juga, aku yang tak bertanya pukul berapa kita bertemu. Tanpa aku sadari wajah ku menjadi sedikit murung. Aku menghela napas panjang sembari berkata dalam hati.

"Ririn, jangan terlalu terbang ya ga bole pokok nya!"

"kok belum berangkat? ga jadi?" tanya Ashana sembari membawa camilan dalam toples dan duduk di sebelah ku.

"berangkat siang kok" jawabku.

"kok dandan nya pagi? kok uda cemberut?, kasihan, dia yang ngundur jam nya ya?" kata Ashana dengan nada mengejek.

"apaan sih, ya nggak lah, emang ga boleh siap-siap lebih awal?" jawab ku cemberut.

"terus ngapain cemberut? anda kira saya tidak tahu ya? saya tahu anda seperti apa" dengan nada protagonis nya yang ku timpal dengan tawa datar sembari mengambil camilan dalam toples yang di bawa Ashana.

11.30am

Tanpa di sadari aku tertidur saat menonton TV sembari bercanda dengan Ashana, dan ternyata sudah pukul sebelas siang. Ku liat Handphone ku sebentar barangkali ada notifikasi masuk, dan benar saja tiga pesan dari Ian masuk pukul 10.30 tadi.

"aku berangkat nih ke rumah Deo, dia minta di jemput"

"kamu udah siap-siap kan?"

"kayanya bentar lagi nyampek nih"

Belum sempat ku jawab pesan dari Ian, ada suara mobil terdengar sedang masuk pekarangan rumah, dan ya, dia sampai bersama dua teman nya Deo dan Clara. Hanya dengan dilihat saja mereka sudah terlihat seperti anak kekinian dengan follower instagram ribuan, jika di bandingkan dengan aku yang kuper dan jauh dari kata kekinian ini, aku bukan apa-apa nya. Ku persilahkan mereka masuk untuk sejenak meluruskan kaki, dan Ian pun mengenalkan ku dengan teman-teman nya.

" ini Deo, ini Clara" kata Ian sembari melirik ke arah teman nya.

"ini Irene, yang aku ceritain ke kalian kemarin" sambil mengalihkan pandangan nya ke arah ku.

" Irene" kata ku saat menjabat tangan mereka.

"kok kamu mau sih sama dia?" kata Clara sembari memberi pandangan mengejek ke Ian.

"apaan sih" saut Ian.

"udah beberapa hari Ian ceritanya kamu terus, sampe bosen dengernya" timpal Deo.

Aku hanya tersenyum dan mengiyakan kata-kata mereka.

Singkat cerita kami pun berangkat menuju cafe resto di pusat kota, perjalanan sekitar 15 menit dari rumah ku. Ian duduk di kursi kemudi dan di samping kiri nya Deo, aku dan Clara duduk di kursi belakang.

Di perjalanan, udara terasa sedikit canggung, mungkin karena ini pertama kali aku bertemu dengan teman-teman Ian, selain itu aku juga tak terlalu paham dengan perbincangan mereka. Mungkin karena dunia kerja kita berbeda, mereka adalah pegawai tetap di salah satu bank, dan aku hanya pegawai kontrak di perusahaan smartphone, latar belakang keluarga yang berbeda pun semakin menambah perbedaan perbincangan ini. Rasanya seperti sedang melihat acara talk show, perbincangan antara pembawa acara dan bintang tamu nya yang seru dan aku adalah penonton nya, memperhatikan setiap kata yang mereka katakan, saat mereka tertawa aku ikut tersenyum, bukan karena aku tak mau ikut larut dalam perbincangan mereka, tapi memang tak mungkin aku ikut menyumbang dialog dalam naskah sedangkan aku hanyalah penonton.

Tanpa disadari kami sudah sampai di halaman parkir salah satu cafe&resto di kota ini. Aku biasanya datang ke sini hanya untuk perkumpulan yang di adakan oleh kantor, dan pastinya suasana saat ini terasa sangat berbeda.

Karena keadaan lambung yang tidak memungkinkan untuk minun secangkir kopi, hari ini aku ingin memesan greentea latte, tepat saat aku menarik napas untuk mengatakan pesanan ku Ian lebih dulu mengatakan pesanan kami ber-empat.

" kopi vietnam dua, red velvet iced nya satu sama green tea latte iced nya satu mas" kata Ian kepada mas pegawai cafe kemudian tersenyum datar sambil mengangkat alis nya saat melihat ku yang ku balas dengan anggukan kecil. 

Bukan kah itu manis?, ternyata Ian masih ingat apa minuman yang selalu ku pesan. Tak ingin larut dalam kemanisan yang seolah dapat menyebabkan diabetes seketika ini aku pun mengikuti mereka menuju ke meja dengan dua sofa yang lumayan besar di kedua sisinya.

"sambil main uno yuk" kata Clara sebelum dia sempat duduk dan beranjak mengambil kartu uno di dekat kasir.

"emang kita bilang iya?" jawab Deo sambil menggelengkan kepala.

"biarin dah biar seru" timpal Ian.

Kami berempat pun larut dalam permainan uno yang tak ada habisnya, diselingi dengan obrolan ringan dan juga candaan yang meramaikan suasana.

"eh ada yang ketinggalan nih di mobil, Ian temenin ambil yuk bentar aja" ucap Clara tiba-tiba di tengah permainan yang hampir membosankan ini.

"hhmm~" sahut Ian sembari bangkit dari tempat duduk nya.

Tinggal aku, Deo dan juga rasa canggung di meja kami. Karena tak tahan dengan keadaan ini pun aku beberapa kali melihat ke arah pintu masuk berharap Ian dan Clara cepat kembali.

"so, gimana menurut kamu si Ian?" tanya Deo memecah suasana.

"ya, ga gimana-gimana sih, hehe, ya gitu" jawab ku canggung.

"gitu gimana sih?, si Ian udah cerita banyak sih soal kamu akhir-akhir ini" sahut nya dengan senyum tipis.

"anak nya baik, pemikiran nya lumayan kritis, seru juga sih" kata ku.

"yang bikin kamu mau sama dia maksut aku tu, apanya?" tanya Deo penasaran.

"mau?, apa?, berteman?, aku kalo berteman ga pilih pilih sih" jawab ku bingung

"berteman apaan sih?, bukan nya udah deket gitu ya?, bisa dibilang gebetan kan?,atau malah udah pacar?, si Ian cerita ke aku sih niat nya pengen serius gitu sama kamu, tapi kamu jangan bilang ke dia kalo aku cerita gini ke kamu" ujar Deo.

"belum jadi apa-apa sih, masih proses mungkin? hehe" jawab ku dengan bingung.

"tapi udah. ." kalimat Deo pun terputus karena tiba-tiba speaker cafe memutar lagu selamat ulang tahun, di susul dengan beberapa pegawai membawa beberapa balon bertuliskan ucapan ulang tahun dan sebuah nama di atas nya, Irene.

Entah dari mana tiba-tiba Ian dan Clara muncul membawa kado dan  kue ulang tahun berwarna hijau  dengan hiasan sederhana dan juga tulisan selamat ulang tahun, tak lupa dengan sebuah nama, Irene. Semua mata pun tertuju pada meja kami yang mengadakan pesta ulang tahun kejutan di siang hari. Ian pun mengarah kan kue di tangan nya ke hadapan ku.

"make a wish" kata nya sembari tersenyum manis.

Sambil menyatukan kedua tangan dan memejamkan mata aku pun mengucapkan keinginanku dalam hati, dan meniup lilin yang mulai membakar dirinya sendiri itu.

"makasih" ucap ku sembari memandang mereka.

"happy birthday, baru pertama kali ketemu langsung ulang tahunan nih" ucap Clara sembari memberi cipika-cipiki.

"semoga terkabul ya harapan nya" ucap Deo singkat.

"semoga makin sip ya, makin-makin pokok nya dalam hal yang baik" kata Ian sembari mengelus kepala ku ringan.

"iya, makasih lho ya" balas ku.

"ini kado nya di buka nanti aja, malu aku nya kalo di buka sekarang" kata Ian sembari memberikan sebuah kotak berwarna hitam dengan pita besar berwarna merah.

"apaan sih, emang apaan isinya?" tanyaku.

"udah nanti aja di rumah" saut Ian.

Waktu pun berlalu dengan cepat, tak sadar matahari sudah menunjukan sinar jingga nya sembari tenggelam menyusul senja. Kami pun beranjak ke sebuah kedai yang menjual makanan korea, sebenarnya ini adalah ide Clara, tapi aku juga setuju dan akhirnya kami pun berangkat.

Obrolan kami pun berlanjut sembari menunggu pesanan kami datang.

"kamu udah kerja berapa lama rin?" tanya Clara.

"sekitar dua tahun, belum ada dua tahunan sih, soal nya dulu habis lulus sempet kuliah bentar, tapi gak bisa lanjut" jawab ku.

"kenapa? kok gak lanjut?" tanya Deo.

"ada sedikit masalah keuangan  keluarga gitu sih" jawabku singkat.

"berarti sekarang kerja aja? ga sambil kuliah gitu?" tanya Deo.

"kalo bisa sih udah dari awal aku sambil kuliah, tapi ga bisa" jawab ku.

"kan ada kampus yang bisa sambil kerja" kata Deo.

"bukan masalah waktunya sih, eem~, aku kerja bukan cuma buat aku aja, tapi buat adek juga, ayah udah ga pernah kasih aku uang abis nikah lagi beberapa tahun lalu, ya walaupun sekarang udah cerai, tapi ga ada sisanya, udah di minta semua sama mantan istrinya" jelas ku pada mereka.

"eemm~, ayah kamu nikah lagi?, terus ibu kandung kamu?" tanya Clara.

"ibu aku udah ga ada, udah dari aku kelas 2 SD, berarti ini udah sekitar 15 tahun nya" jawab ku.

"maaf ya, aku ga tau" saut Clara sembari memeluk ku.

" ga papa kok" jawab ku sembari senyum.

"udah-udah interview nya" saut Ian dengan wajah khawatir nya.

Kami pun mengganti topik perbincangan kami, sembari menyantap makanan yang sudah di hidangkan di meja depan kami. Canda dan gurau yang garing pun sering lalu-lalang di antara kami.

20.00

Sembari mengeringkan rambut setelah mandi, di depan cermin rias di kamar ku Aku duduk sembari melamun dan mengosongkan pikiran, hal yang sering ku lakukan, entah kenapa rasanya seperti me re-fresh badan dan pikiran. Teringat dengan kado yang di beri Ian tadi, aku pun mengambil nya, dan membukanya. Rasa penasaran ku seketika berubah menjadi rasa kaget, bingung tapi juga senang saat melihat isi dari kotak kado itu. Sepasang sepatu dengan heels yang tak begitu tinggi, berwarna hitam dengan model yang manis. Sejenak pikiran ku teringat dengan beberapa drama korea dengan mitos kado sepatu nya, lagi pula itu hanya mitos kan, dan juga, kita beda negara, senyumku merekah lagi sembari meyakinkan diri bahwa sepatu ini akan membawa ku berjalan di jalan yang indah kedepan nya, bersama Ian tentu nya.

   **************