webnovel

Hopelessly Depend

Dia hanya sekedar singgah bukan untuk sungguh

Torymissugi · Teen
Not enough ratings
8 Chs

04. persimpangan hati dan pikiran

Satu hal yang aku tau tentang kita adalah,

biasa yangku luar biasakan

kita bukanlah sepasang asing yang bertemu

dan kemudian jatuh cinta pada pandangan pertama

layak nya film romansa yang ramai di tonton jutaan pasang mata

kita hanyalah sepasang hati yang sudah saling kenal dan ingin lebih mengenal

kita hanya saling penasaran

 

06.30

Hari ini adalah hari libur yang kunanti, bukan karena ada jadwal untuk berkencan atau bertemu teman, tetapi ini adalah me time. Waktuku untuk beristirahat dari semua kepenatan selama beberapa waktu terakhir. Tak sedikit orang yang menghabiskan waktunya dengan dirinya sendiri sepertiku, entah itu hanya di rumah atau pun keluar sekedar untuk mencari angin, yang penting sendirian. Dengan menghabiskan waktu sendirian aku pun sedikit banyak juga bisa mengenal lebih jauh seperti apa Irene, bagaimana kabar Irene, apa yang sedang di pikirkan, apa yang sedang di butuh kan. Lucu mungkin kedengarannya saat ada seseorang yang ingin mengenal dirinya sendiri, tapi bukankah di luar sana banyak orang yang bahkan tidak mengenal dirinya sendiri dan bukankah itu sedikit menyedihkan?, dirinya saja tidak mengenal dirinya sendiri, bagaimana dia akan mencintai dirinya sendiri?, dan jika dia tidak bisa mencintai dirinya sendiri bagaimana dia bisa mencintai orang lain?. Ibaratkan jika kita ingin memberi seseorang berlian, bukankah kita juga harus memiliki berlian terlebih dahulu?.  

Singkatnya, hari ini aku belum memutuskan apa yang ingin kulakukan untuk memuaskan keinginanku untuk sendiri. Setelah bangun pagi hari ini aku langsung melakukan hal yang memang wajibku lakukan menurutku. Menyapu, memasak sarapan, dan melayani baginda kucingku yang sangat ku sayang.

" mbak ku tu kemaren kencan, bukan kemaren sih, beberapa minggu yang lalu tepatnya, tepat setelah ulang tahunnya, katanya sih mau cerita, mungkin lupa yo, maklum wes tua", celetuk Ashana dari balik cendela dapur sembari memasang wajah mengejeknya.

" kamu lho ga ngingetin, yo aku lupa, sini o ta" kataku dengan acuh.

Mendengar jawabanku secepat kilat pun dia langsung duduk dengan anteng di meja makan seperti seorang anak kecil yang menunggu untuk menyantap kudapan nya.

" gimana?, dikasi apa? Sepatu kan ya sorry, Perilakunya gimana? Gentlemen ga? Ke mana aja? Ngomongin apa aja? Modelan sexy brain ga?.." dengan nada ingin tau nya dia melontarkan semua pertanyaan itu seperti seorang jurnalis.

" trus aku jawabnya gimana kalo kamu tanyanya banyak gitu?", dengan wajah bingungku dan tanganku yang menggapai blender di rak atasku, tapi tak sampai.

" ambilin dulu"

" makanya tumbuh tu ke atas bukannya ke. . . ga tumbuh deh gemuk kaga tinggi kaga" gumamnya sembari menggapai barang yang tak sanggupku gapai.

" ya itu gunanya adek yang lebih tinggi, untuk mengambil barang yang di perlukan, biar sedikit berkontribusi dalam setiap kegiatan memasak" jawabku enteng.

" sa ae lu upil semut" candanya.

"bukannya mas-mas yang kemaren lumayan tinggi? Tinggi gede ga sih?" belum sempat ku jawab pertanyaan sebelumnya Ashana sudah menambahkan lagi satu pertanyaan.

"sekitar 169cm si, 170 an lah, yang pasti lebih tinggi dari aku." Jawabku sembari sedikit  mengingat.

"hilllih, cewek satu setengah meter lebih tiga senti mah gampang kalo cari cowok tinggi, semua cowok lebih tinggi dari anda.'' Celetuknya tanpa rasa bersalah.

Sejenak suasana menjadi senyap tanpa ada suara, jika ini adalah film mungkin sudah ada suara jangkrik yang mengisi kekosongan ini, tapi jangkrik dari mana pagi-pagi seperti ini.

"terus gimana lho kok diem sih?" tanya Ashana dengan wajah datarnya.

"ya gimana ya ceritanya bingung juga kamu tanya dong, satu-satu ya tanya nya" pintaku.

"Nghokey, kemarin kemana? Tepatnya nama tempatnya aja, saya sudah bisa menebak dari awal mula dia mengajak kemana, itu mencerminkan sifatnya bung" dengan matanya yang ia sipitkan Ashana bertanya seolah sedang menjalankan misi detektifnya.

"Cafe&resto pride" jawabku singkat.

"Nghokey, dia anak kekinian ya? Kok mau sama anda yang kuper? Oke pertanyaan selanjutnya," pertanyaan Ashana terhenti melihat raut muka ku yang masam.

"apa? Aku bener lho sampean itu kuper, biasanya tu ya anak kekinian yang doyan ke kafe tu seleranya ya yang ga jauh beda sama dia apa lagi dia kemaren juga ngajak teman kkan ya bisa di bilang setengah pamerlah, sampean cantik sih, tapi, ya ga kekinian" jelas Ashana yang ku jawab dengan senyum datar.

"nghoke pertanyaan kedua, gimana perlakuan nya dia? Seberapa level nya dia? Yah biasa pertama-tama tu masih manis sih ga tau nanti, silahkan dijawab"

"ya baik sih, kemaren juga di kenalin ke teman-teman nya, kek dia tu ga mau bikin tembok gitu antara aku dia sama teman nya" jelas ku singkat.

"Ini, jawaban-jawaban yang berbau bucin, coba lebih spesifik lagi" pintanya.

" ya dia kalo ngobrol kek menjembatani gitu lho, jadi biar tetep nyambung aja kita, kan aku sama temen nya ga pernah ketemu sebelum nya" jelasku sekali lagi.

        Ashana terdiam sejenak, mungkin dia heran. Seorang yang tak berminat untuk menjalin hubungan setelah sekian lama tiba-tiba berada di fase kasmaran.

"jangan terbang dulu lho, aku kok agak ga yakin sih, selisih umur nya berapa si?" dengan nada yang melas Ashana bertanya lagi.

" Selisih 4 tahun sih, kenapa emang?"

"ya ga yakin aja, soalnya dia kekinian banget lho, pasti suka nongkrong, dan di umur segitu juga udah umur nya cowok harus mikir nikah ga sih?"

Suasana senyap pun kembali lagi, hanya suara blender yang bekerja menghancurkan bumbu sampai menjadi satu dan halus memenuhi ruangan.

"jangan bilang dia juga hobi main ke club, kalo ayah tau, pasti ga suka banget, oya rokok, ga ngerokok kan?, Anda kan paling ga suka tu asep rokok" sambung nya.

"Nggak kok, tenang aja" dalam hati aku pun langsung merasa seperti, kenapa aku menyangkal?, Padahal yang di katakan Ashana adalah benar. Apakah aku benar-benar terlalu berharap sehingga aku berusaha menutupi keburukan Ian?.

"shana, kalo seandainya dia ga sesuai ekspektasi, trus aku galau gimana?" tanya ku murung.

" ya makanya ga usah berekspektasi, lagian, bukanya udah biasa galau ya di tinggal sama idol nya nge-date?" Canda Ashana.

"ga usah galau ih cowok tu masih banyak, lagian dari dulu juga uda di ciptakan nya sepaket Adam sama hawa ga mungkin kan ada yang ga kebagian jodo" tutur Ashana kali ini sedikit membuat ku tenang.

" Nghoke, sekarang beli in cabe bentar sana"

"heh?!, Udah gitu doang? Ih ga seru banget sih" gumamnya sembari keluar membeli cabai yang ku minta.

Dan seperti yang ku ingin kan, hari ini ku habiskan dengan berdiam diri di rumah, menonton drama dari siang sampai sore, bermain bersama anak-anak bulu ku yang manis menggemaskan dan selalu ingin dicintai Bebek si hitam dan Poci si putih, konser di kamar mandi sembari mengangkat semua kulit mati yang membebani hidup, dan malam harinya ngobrol ringan bersama Ashana dan ayah tentang hal yang random. Melupakan perasaan ku yang sedang kasmaran dan menjalani waktu-waktu ku seperti biasanya, aku sudah cukup bahagia.