webnovel

Honkai Impact: Deviation of Imagination (Indonesia)

Di luar Laut Quanta yang penuh kekacauan, di luar Pohon Imajiner yang sistematis, Eksistensi dari luar muncul membawa kekuatan dari makhluk transenden yang asing. Dan keberadaan anomali ini, akan membawa dunia di bawah genggamannya! --- Modifikasi Konten pada [15/4/23] --- [Disclaimer!]: Picture Belong to Artist. Honkai Impact Belong to Hoyoverse!

Skartha · Video Games
Not enough ratings
31 Chs

XXVI. Shattered Mind, Murata – I

Ketiga patung Jingwei menembakkan sinar ke arah pedang emas Xuanyuan, membuat Kiana menyipitkan matanya ketika cahaya berpendar dengan sangat terang dari sekeliling pedang.

"Wow…" Si ikan tuna hanya bisa kagum melihat pemandangan yang sangat mewah dan agung.

Rantai non-fisik yang mengikat pedang Xuanyuan melepas ikatan dan menghilang ke dalam ruang yang tidak diketahui. Namun bisa dipastikan itu tidak akan membawa masalah bagi mereka, bagaimanapun, fokus mereka tertuju pada pedangnya.

Kiana mendekati pedang itu untuk mengambilnya. "Jangan gegabah, bisa saja ada suatu radiasi honkai karena terus terisolasi di dalam pelindung energi." Elias menahan bahunya.

"Benar…" Kiana memandang Bronya, dan yang terakhir sudah memulai identifikasinya pada pedang emas yang tertancap di atas batu.

"Aman." Mendengar jawaban itu, ekspresi Kiana menjadi cerah. "Kamu terlalu kaku, Eli!"

"—Eli?"

Dia mengabaikan gumaman Mei dan berlari mengambil pedang Xuanyuan. Dia menariknya dari batu.

"Huh?"

Tapi dia tidak mampu. Kiana mencoba lagi dengan menggunakan lebih banyak tenaga.

"NNN…!!!"

Tapi itu masih gagal. "Aku sama sekali tidak bisa melakukannya!!"

Mei dan Bronya saling berpandangan, mereka juga tidak paham dengan hal ini. Tapi Bronya maju untuk mencoba. "Idiotka, minggir."

Dengan kekuatan persahabatan yang didapatkan dari Stigmata-nya, Project Bunny dengan sekuat tenaga menarik pedang Xuanyuan, walaupun hasilnya sama seperti Kiana.

"Bebek asin juga gagal!"

Bronya merasakan jengkel yang sulit ditahan karena ejekan ikan tuna yang berada di sebelah Mei, tapi mau bagaimana lagi, dia juga tidak mampu melakukannya.

Pada akhirnya, Bronya mundur dengan kekalahan yang pahit.

"… Apakah kita perlu sesuatu untuk mengangkatnya?" Mei mencoba berhipotesa melihat kegagalan dari dua rekannya.

[Kemungkinan, kita butuh Stigmata Natural dari Ji Xuanyuan. Mengingat Huanglong menyatakan jika tidak hanya fisik, tapi juga hati dan pikiran harus kuat untuk melalui semuanya dan mendapatkan hasil maksimal.] Ketua kelas menjelaskan pikirannya.

"Mungkin…" Ini akan jadi sulit. Dengan keberadaan Anti-Entropy di sekitar yang entah berada dimana, lalu Himeko yang menghilang membuat mereka makin berada di posisi yang sulit. Mei memandang Elias. Dia berniat untuk meminta bantuan, tapi berhenti dan menutup bibirnya.

Kiana berniat memanggil Elias untuk mencoba tapi Mei memutuskan untuk menghentikannya. "Kupikir, kita harus mencari Stigmata Natural Kaisar Kuning dulu, Kiana-chan."

Kiana mengangguk mengiyakan Mei dengan rencananya. Bagi Mei, mereka bertiga terlalu bergantung kepada laki-laki itu, tapi melihat Elias tersenyum saat itu membuatnya bingung.

"Sepertinya kalian cukup kesulitan saat aku tidak ada, anak-anak."

Sepertinya Mei mengerti kenapa dia tersenyum sekarang.

"Himeko!"

"Mayor Himeko."

Kiana dan Bronya, dan disusul oleh Mei dan Elias mendekati Himeko yang telah menarik pedang Xuanyuan dengan sangat mudah.

"Jadi… Anda sudah berhasil mendapatkan Stigmata Natural-nya Kaisar Kuning?"

Himeko mengangguk, sebelum melihat ke arah pedang Xuanyuan. Pikirannya masih membayangi apa yang terjadi sebelumnya, dan dengan pedang Xuanyuan yang menyimpan energi gelap jauh di dalam, membuat ingatan itu kembali muncul. Namun Himeko telah melewati setiap hal itu juga, jadi itu bukanlah pengaruh besar baginya.

"Nona Himeko, Hua ingin berbicara denganmu." Elias mendekatinya dan memberikan interkomnya.

Himeko memasangnya dan suara Fu Hua muncul dari perangkat yang ada di telinganya. [Mayor, kami tidak bisa menghubungimu, ada apa?]

"Yah… alatku entah bagaimana rusak total, kemungkinan karena medan elektromagnetik, jadi aku tidak bisa memakainya lagi."

Fu Hua lega, setidaknya, Himeko baik-baik saja. [Jadi bagaimana dengan Stigmata-nya, Mayor?]

"Itu menyatu dengan tubuhku. Sayang sekali, kami tidak bisa mendapatkannya untuk para Valkyrie lainnya, tapi aku akan siap jika eksperimen dibutuhkan." Himeko menjelaskan.

"Ngomong-ngomong, bagaimana caranya kamu mendapatkan Stigmata dan kesini disaat kami menyelesaikan segelnya?" Kiana bertanya kepada si kepala merah.

Jadi begini.

Beberapa jam sebelum Kiana dan yang lainnya mencapai pedang Xuanyuan, tepat ketika Himeko baru saja melewati tembok batu.

"Benar-benar mengejutkan…" Himeko menghela napas, tapi dia masih memperhatikan sekelilingnya dengan waspada. Tangannya menyentuh tembok sekali lagi, tapi tembok batu itu tidak memberikan respon apapun kali ini.

"Hua! Fu Hua!" Dia mengaktifkan interkomnya, tetapi perangkatnya benar-benar mati seolah-olah telah melewati medan elektromagnetik. "Tch. Benar-benar merepotkan."

Himeko memperhatikan sekelilingnya dengan cermat, dia tidak bisa mendapatkan dukungan dari Hua, hanya intuisi dan observasi yang bisa dia andalkan saat ini.

Tangannya menyusuri dinding yang mulus dengan ukiran yang indah. "Ini… buatan manusia." Dengan menyusuri tempat itu, Himeko mencapai sebuah ruangan lain dengan altar di ujung.

Tidak diketahui bagaimana di zaman itu mereka memiliki teknologi untuk membuat sebuah objek melayang, apalagi, sesuatu yang mirip seperti kubus tesseract empat dimensi dengan sebuah simbol unik di tengahnya. Namun satu hal yang Himeko yakini tentang hal itu.

"Stigmata Alami!"

Entah bagaimana, kebetulan yang aneh menimpanya hingga mencapai lokasi dari Stigmata Alami yang dia butuhkan—atau mungkin suara tadi lah yang membuatnya begini. Tapi tanpa banyak membuang waktu, Himeko mendekati kubus tesseract berisi Stigmata itu dan teringat tentang suara asing dari seseorang saat dia menyentuh tembok.

Namun dia tidak memikirkan hal itu lagi dan segera menyentuh kubus itu. Dan dengan begitu, pikirannya ditarik dari dalam tubuhnya memasuki ruang Stigmata, meninggalkannya terkapar tidak sadarkan diri di lantai.

Apa yang dia lihat adalah langit-langit dari kamar apartemen yang dia tinggali bersama dengan ayahnya. Himeko secara refleks menahan napas. Jantungnya berdegup kencang ketika dia menyentuh kepalanya yang nyeri.

"… Mimpi…?" Himeko menatap ke arah jam alarm kecil di atas meja yang selalu menyambutnya di pagi hari. Jam itu menunjukkan waktu tepat di jam enam pagi dengan cahaya mentari masuk melalui jendelanya.

Kepalanya sangat ringan dan rasanya sangat menyegarkan. Himeko hanya meregangkan tubuh rampingnya yang berbalut baju tidur dan tersenyum puas. "Sungguh, mimpi yang aneh."

Moodnya benar-benar bagus hari ini. Dia sudah sangat siap untuk menjalani hari dengan belajar di universitas nanti. Namun pertama-tama, dia harus memasak sarapan untuk dirinya dan ayahnya.

"Kamu kelihatan sangat bersemangat hari ini, Himeko." Ryusuke Murata bercelatuk saat dia melihat putri berkepala merahnya yang bersenandung dengan bahagia ketika memasak.

Himeko tersenyum senang. "Aku cuma mendapatkan pelajaran yang berharga dari mimpi."

"Oh, jadi bagaimana itu?" Pria paruh baya itu penasaran dengan itu.

Senyuman senang di wajah Himeko berubah menjadi senyuman yang lebih tenang. "… Bahwa kita harus menghargai apa yang kita miliki saat ini." Dia memandang ayahnya, "karena siapa tahu apa yang akan terjadi di masa depan?"

"Benar juga. Benar-benar mimpi yang luar biasa. Himeko." Ryusuke mau tidak mau kagum karena ini adalah pertama kalinya dia mendengar Himeko mendapatkan mimpi yang menyimpan pesan seperti itu.

Tidak lama kemudian, Himeko menyelesaikan masakannya dan pasangan ayah dan anak itu akhirnya sarapan bersama. Segera, setelah menyelesaikan sarapan mereka, Himeko berangkat ke universitas tempat dia menimba ilmu, sementara Ryusuke berangkat untuk bekerja.

Mencapai depan gedung kampusnya, langkah kaki Himeko terhenti, saat dia tanpa sengaja melihat ke bawah dan menemukan kartu identitasnya terjatuh.

Tanpa banyak berpikir, Himeko mengambilnya kembali, tapi kali ini, rasa keakraban menabrak dirinya. Jika dia menunggu sebentar, seharusnya ada seorang dosen yang datang. Sungguh, sebuah perasaan Dejavu yang terasa sangat nyata jika itu benar-benar terjadi.

Seperti dugaannya, seorang pria muncul namun tidak seperti yang dia ingat, pria itu berbeda… tapi bagaimana dia bisa tahu jika pria itu berbeda dengan apa yang dia ingat?

Bagaimana caranya? Apakah itu benar-benar hanya sebuah Dejavu sederhana? Bagaimana jika dia—

Himeko tersentak saat merasakan tepukan di bahunya. Melihat pelakunya, itu adalah sang dosen yang dia perhatikan sebelumnya, memandangnya dengan mata merah yang dalam dari balik kacamata berbingkai hitam sederhana.

"Jangan melamun di tengah jalan, itu berbahaya nona muda." Si kepala merah menyadari apa yang dia lakukan.

"Maaf, prof…" Benar, dia tidak tahu nama orang ini.

Namun profesor itu hanya tersenyum ringan, memberikan rasa ketenangan dan kenyamanan. "Hyde, Elias Hyde. Senang bertemu denganmu, Nona Murata." Profesor Elias memberikan kartu identitas miliknya yang entah bagaimana belum dia ambil sebelumnya.

"Terima kasih, Profesor." Himeko menerima kartunya dengan malu-malu, tapi dia ingat tentang kelasnya pagi ini dan segera melihat jam di tangannya. Dia tidak punya banyak waktu lagi!

"Maaf profesor, tapi saya harus permisi."

"Tentu, semoga beruntung."

Himeko dengan segera meninggalkan Profesor muda itu sendirian dengan dia berjalan cepat menuju ruang kelasnya. Beruntung, ketika mencapai kelasnya, dosen belum datang dan Himeko masih punya waktu satu menit sebelum kelas dimulai.

Tanpa basa-basi, Himeko duduk di bangku miliknya dan satu menit kemudian, jam untuk kelas hari ini akhirnya dimulai. Himeko mendengar rumor jika kelas kali ini akan diisi oleh profesor baru.

"Selamat pagi, untuk kalian. Tuan-tuan dan nona-nona. Hari ini, saya akan menjadi profesor yang akan mengajar kalian. Nama saya Elias Hyde." Baru saja Himeko mengalihkan pikirannya, seseorang telah datang dan itu adalah profesor yang dia temui sebelumnya.

Sepertinya sesuai dugaan Himeko. Profesor yang baru saja dia temui pagi tadi merupakan profesor baru… walaupun dia tidak menyangka bahwa profesor itu akan mengajar di kelasnya.

"Untuk menjaga efisiensi waktu, mari kita langsung mulai pelajarannya."

Himeko dengan tenang mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh profesor muda itu, dengan rajin mencatat apa yang dirasa perlu. Namun, jika diingat-ingat sekali lagi, si kepala merah merasa pernah bertemu dengan profesor itu di masa lalu.

Namun seharusnya tidak terlalu jauh di masa lalu, mungkin ketika Himeko masih berada di bangku SMP, karena ingatannya melihat seorang laki-laki muda, yang setidaknya merupakan siswa kelas tiga SMU.

Tunggu, lalu bagaimana dengan lima gadis lainnya? Dua orang gadis dengan yang satunya mungkin belum SMP dan yang satunya kemungkinan baru masuk SMU.

Yamg lain memiliki rambut putih dan terakhir gadis Asia Timur yang seumuran dengan sang profesor di ingatannya… Himeko menyentuh kepalanya dengan kedua tangannya.

"…"

Apakah itu benar-benar ada? Apakah dia sudah gila? Ini adalah hari pertama dia bertemu dengan sang profesor, tapi rasanya dia tahu yang lain tentang profesor itu.

"Apakah aku bahkan hidup?" Himeko bergumam dengan masam, merasakan pikirannya yang bercampur aduk dari satu dengan yang lainnya.

"Dan begitulah aku bisa mendapatkan keraguan dan keluar dari dunia Stigmata itu. Itu memang tidak lama karena perbedaan waktu dunia luar dan dunia Stigmata, tapi mencari jalan adalah bagian yang cukup lama untukku." Himeko menjelaskan, sementara yang lain menyimak dengan seksama.

"Wow… itu luar biasa!" Ikan tertentu memuji dengan kekaguman di matanya.

"Elias jadi profesor…" Lalu Yamato Nadeshiko tertentu bergumam dengan pikiran yang melayang-layang dalam imajinasinya.

"…" Sementara Bronya hanya diam tanpa berkomentar.

[Kita akan membicarakannya lagi nanti. Kami merasakan keberadaan dari mecha Anti-Entropy di atas kalian. Kalian harus cepat-cepat keluar!]

"Theresa." Kiana terkejut mendengar suara kepala sekolah.

"Baik, kepala sekolah." Himeko memandang anggota kelompoknya. "Baiklah anak-anak, ayo kita keluar dan mendapatkan liburan yang menyenangkan!"

[28/9/2023]

Sudah mulai muncul sedikit perubahan dimana Himeko tidak kerasukan Ji Xuanyuan seperti aslinya.

Skarthacreators' thoughts