webnovel

Honkai Impact: Deviation of Imagination (Indonesia)

Di luar Laut Quanta yang penuh kekacauan, di luar Pohon Imajiner yang sistematis, Eksistensi dari luar muncul membawa kekuatan dari makhluk transenden yang asing. Dan keberadaan anomali ini, akan membawa dunia di bawah genggamannya! --- Modifikasi Konten pada [15/4/23] --- [Disclaimer!]: Picture Belong to Artist. Honkai Impact Belong to Hoyoverse!

Skartha · Video Games
Not enough ratings
31 Chs

XIII. "Before" The First Step – III

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah di musim semi. Elias tidak mempermasalahkan soal pelajaran, lagipula sebentar lagi kekacauan juga akan terjadi.

Bahkan jika tidak ada kekacauan yang akan terjadi, Elias sudah punya cukup ilmu untuk yakin bisa mendapatkan peringkat 3 besar di seluruh Senba.

Akademi Senba adalah sekolah yang bergengsi, secara alami, murid-murid di sekolah ini pun adalah pemuda-pemudi yang mampu. Mereka tidak bisa diremehkan dalam hal pengetahuan. —akan ada kemungkinan jika Elias dilampaui oleh murid-murid ini.

"Elias, selamat pagi." Mei berjalan di samping pemuda itu. Suasana pagi di musim semi yang menyenangkan benar-benar meningkatkan mood baik.

Elias mengangguk, "Selamat pagi, Mei."

Secara alami, keduanya menyesuaikan langkah kaki masing-masing menyamai kecepatan rekannya. Elias memperlambat dan Mei mempercepat.

"Selamat pagi!" Kiana menyambar tangan kanan Elias dan tangan kiri Mei dari belakang, sementara Mei terkejut, laki-laki di sampingnya hanya memandangnya dengan senyuman sebelum membalas sapaannya.

"Selamat pagi, Kiana."

"Selamat pagi, Kiana-chan." Mei juga membalas sapaannya.

"Hmph—" Tapi si Putih malah cemberut. Dia tidak suka hasilnya, bagaimana mungkin Elias sama sekali tidak terkejut sementara Mei terkejut bahkan setelah berkali-kali dia melakukan hal ini, apakah dia bahkan manusia?

Hmm… bagaimana caranya memastikannya ya… Kiana berpikir di dalam kepalanya.

"Kenapa?" Elias bertanya kepada gadis itu. Tapi si Putih mendekatinya tanpa menjawab, dan tanpa aba-aba dia melompat ke dada Elias—mengejutkan kedua temannya.

"Kiana—!"

"Kiana-chan!"

Kiana tidak mendengarkan dan masih fokus mencoba mendengarkan detak jantung Elias—tapi di mata orang luar tidak begitu, Kiana terlihat seperti orang yang sangat berani kepada lawan jenisnya. Kedengarannya jantung Elias berdetak dengan cepat dan kuat… ini kedengarannya tidak ada yang aneh. Huh… dia juga bisa merasakan kehangatan dan kenyamanan dari tubuh laki-laki itu.

"… Rasanya agak canggung…" Elias memandang Mei yang membeku di tempat, dia menghela nafas lelah. Ini sudah cukup, bahkan jika dirinya menikmati keadaan ini, sekarang bukan saatnya.

"Baiklah Kiana. Mari kita sudahi sekarang."

Pemuda itu memegang kedua bahu si Putih bebal, lalu mendorong pelan menjauh dari dirinya. "..." Kiana hanya memandangnya dengan kosong, seolah-olah kehilangan sel otak karena terlalu banyak berpikir.

"Kiana?"

Suara Elias membuat Kiana tersentak, rona merah dengan cepat menyebar di wajah putihnya hingga mencapai telinganya, sebelum kemudian gadis itu berlari menuju ke dalam gedung sekolah.

Elias tidak mengerti… kenapa Kiana menjadi bereaksi seperti itu kepadanya—seperti gadis yang sedang naksir. Kiana itu sedikit spesial, agak tidak terduga melihatnya begitu. Ini tidak seperti dia adalah Mei yang punya bakat masakan surgawi untuk dapat mendapatkan reaksi seperti itu dari Kiana.

'Sementara bayangan Mei terhadapku itu cukup berkesan, tetapi aku tidak memiliki menunjukkan sesuatu yang bisa mengesankan Kiana sampai seperti itu… Apa yang dia pikirkan sebenarnya?'

Hal-hal secara alami berjalan seperti biasanya bagi Raiden Mei. Dia masih bisa merasakan perbedaan dalam dirinya, tetapi tidak seperti sebelumnya, kali ini terasa lebih alami…

Jika saja dia bertanya kepada Elias, dia pasti mendapatkan penjelasan yang lengkap, tetapi gadis itu tidak ingin membuat temannya kerepotan lagi.

Dia memandang Elias dengan berbagai campuran emosi mengingat momen malam itu.

Kiana dengan mata yang menyipit tajam menatap ke arah dua orang yang duduk bersebelahan. "Hmm… aku merasakan kalian berdua sangat mencurigakan…"

"Apa yang kamu maksud, Kiana-chan…?" Suara Mei agak berfluktuasi, tapi tidak mungkin orang seperti Kiana akan menyadari detail semacam itu.

"Mungkin cuma imajinasiku?" Kiana bergumam, menggaruk belakang kepalanya.

"..." Mei hanya diam. Elias melihat potensi dari insting Kiana yang luar biasa. Jika dia memanfaatkannya dalam pertempuran, dia tidak akan tersentuh oleh serangan musuh sedikitpun dan akan selalu mengenai musuh dengan serangannya.

Elias dengan sigap mencatat hal itu di dalam kepalanya, dan akan mengingatnya ketika mereka bertemu kepala sekolah St. Freya, di dalam mentalnya.

"Ngomong-ngomong, Kiana. Apakah kamu sudah menyelesaikan tugas milikmu?" Elias bertanya kepada si kepala putih. Dia agak khawatir karena Kiana sudah pernah dihukum mengerjakan rangkuman sebanyak dua bab mendatang karena melupakan tugas itu. Beruntung Mei membantunya dan guru memperbolehkannya, jika tidak dia akan mengerjakan tambahan sebanyak satu bab lagi. Dan itu adalah mata pelajaran sejarah.

Kiana Kaslana tersenyum lebar, menunjukkan giginya yang putih, mendengar pertanyaan Elias, seolah-olah sudah menunggu Elias menanyakan hal itu. "Tentu saja! Mei-senpai sudah membantuku menyelesaikannya kemarin."

Elias melirik ke arah gadis petir di sisi kanannya, meminta penjelasan, dan Mei mengangguk membenarkan pernyataan si kepala putih.

"Baguslah kalau begitu."

Elias diam-diam menciptakan perisai pada diri Kiana dan Mei untuk melindungi nyawa mereka. Untungnya, dewa ini punya domain yang berada di luar semua alam semesta.

"Aku akan pergi ke toilet sebentar," kata Elias setelah menutup ponselnya.

Setelah mengatakan itu kepada Mei, Elias bangkit dari bangkunya dan keluar dari ruang kelas, menuju ke toilet.

Melihat sosoknya itu, Raiden Mei menjadi teringat ketika dirinya terkejut melihat Kiana yang dengan berani mendekap pada Elias pagi hari tadi. Dia tidak pernah menyangka Kiana dengan agresif melakukan hal itu. Jika… dia juga melakukannya, apa yang akan dipikirkan oleh Elias kepadanya?

Tidak mungkin dia akan menyukainya 'kan. Lagi pula, sudah sangat jelas bahwa Elias lebih tertarik kepada gadis yang energik dan berani seperti Kiana-chan dibandingkan dengan dirinya yang membosankan dan pesimistik.

Hidupnya lebih baik dari sebelumnya, tetapi dia masih merindukan ayahnya. Penjelasan dari Elias memperjelas bagaimana posisi ayahnya disaat itu—Raiden Ryoma telah dijebak. Mei sangat yakin.

Dia yakin Elias pasti mengetahuinya, tetapi meminta bantuan padanya hanya akan merepotkan laki-laki itu, lagi. Dan dia tidak ingin menjadi gadis lemah yang selalu mengandalkan orang lain.

Namun, bagaimana caranya dia menemukan petunjuk untuk melakukannya? Dia punya pilihan untuk pergi ke salah satu gedung institut terbengkalai yang dulu berada di bawah naungan perusahaan ME. Namun, hanya ada sedikit kemungkinan dia bisa menemukan sesuatu yang berguna disana.

Tapi tetap saja, sekecil apapun itu, dia akan tetap memeriksanya nanti sepulang sekolah. Tidak perlu memberitahu siapapun—dia sendiri sudah cukup.

"Menjauhlah… jangan terlalu dekat dengannya atau kau akan mengalami kesialan…"

Masih sama saja… tidak ada yang berubah dengan lingkungan sekitar yang masih mendiskriminasi dirinya. Namun itu bukan masalah besar, bahkan jika dia sudah hidup dalam kedamaian dengan Elias dan Kiana, dia masih mampu bertahan sendirian di tengah-tengah kubangan lumpur kesengsaraan. Dia adalah Raiden Mei, putri Raiden Ryoma. Dia bisa mengatakan dengan bangga bahwa dia mampu.

Tanpa dirinya sadari, Mei sudah berjalan hingga ke ujung lorong, yang jika dilanjutkan akan menuju ke atap gedung sekolah.

Dia mencoba memutar gagang pintu, dan itu berhasil dengan baik. Mei berpikir bahwa itu akan berada dalam keadaan terkunci. Dia melewati pintu itu, mencoba mencari tahu apa yang bisa dia temukan di atap.

Tempat itu sangat sepi tanpa ada siapapun, jadi Mei mungkin akan diam di atap sebentar untuk menenangkan diri. —Itu adalah tujuan awalnya, tetapi Mei mengurungkan niatnya setelah menemukan sebuah kubus aneh, sebuah kubus yang muncul entah darimana.

Mei mengernyitkan dahinya, kepalanya berdenging, dan berdenyut. Pada awalnya, dia hanya mengabaikannya.

"Ghk— ah!"

Tapi denyutan di dalam kepalanya terasa lebih kuat dan kuat ketika berada di sekitar kubus itu. Kakinya kehilangan kekuatannya dan itu membuatnya terjatuh tapi itu sama sekali tidak mengubah rasa sakit yang kuat dari kepalanya.

Ketika Mei mencoba menahannya dan menggapai benda kubus itu, situasi yang hening dan suram berubah menjadi dingin dan mencekam, sebelum sebuah ledakan dengan intensitas radiasi energi yang tinggi tercipta.

"Jadi sekarang ya… kupikir akan lebih cepat dari ini." Elias bergumam saat melirik ke arah gedung sekolah melalui gedung-gedung tinggi dari suatu tempat dengan banyak kotak kargo besar.

Suasana tajam dan mencekam menusuk ke dalam kulitnya saat sebuah ledakan energi terjadi—menandakan kebangkitan dari Herrscher of Thunder sekali lagi.

"Herrscher…" Pria paruh baya berkacamata yang memiliki rambut berwarna coklat bergumam sambil menyipitkan matanya ketika merasakan gelombang energi Honkai yang sangat kencang.

Sebentar lagi, monster Honkai akan memenuhi kota dan dia akan sangat malas mengurus hal-hal seperti itu. Namun tanpa proses ini, Elias tidak akan mendapatkan kekuatan Akhir dengan mudah.

"Kami akan segera melakukan evakuasi pada setiap warga dan menahan Honkai Beast dengan Mecha, bagaimana denganmu?" Seorang perempuan berambut merah berkacamata dengan fitur remaja berkata kepada Elias.

Mata merah tua Elias memandang sumber ledakan itu, dengan senyum masam, "Aku akan mengurus sumber ledakan. Sementara yang lain akan aku serahkan kepada Anti-Entropy."

"Apa?! Mengurus Herrscher sendirian itu tolol! Dr. Einstein! Ada yang lebih tidak masuk akal darimu disini." Kepala Merah berkata dengan keras, menyinggung seorang perempuan berambut biru acak-acakan yang disisir kebelakang.

"Baik. Kamu bisa mempercayakannya kepada kami." Pria paruh baya berkacamata mengangguk kepadanya, "Lagi pula ini adalah kesepakatan kita."

"Kalau begitu, aku harus pergi sekarang. Senang bisa membantumu, Tuan Welt." Elias menjabat tangannya.

"Begitu juga denganku."

"Mari kita bertemu di waktu berikutnya di Saint Freya. Dr Tesla, Dr. Einstein, senang bertemu dengan kalian berdua."

Welt tidak terkejut mendengar pernyataan Elias yang mengetahui identitasnya. Lagi pula, tidak ada yang normal semenjak laki-laki muda misterius ini mengetahui identitas dan nama asli Welt yang sebenarnya.

Elias berjalan pergi dari sana sebelum menghilang ke dalam kekosongan tanpa memberikan sedikitpun fluktuasi. Membuat si perempuan berambut biru memberikan pendapatnya, "Aku masih penasaran, bagaimana caranya dia bisa menghilang begitu saja tanpa terdeteksi oleh radar kami."

Welt memandang pada kejauhan, mengingat sosok pemuda itu, dengan mata yang menyipit tajam. "Terkadang, kita tidak harus memahami suatu hal untuk selamat darinya…"

"Joachim, sejak kapan kamu jadi suka mengutip kata-kata dari novel horor seperti itu?" Perempuan berambut merah bertanya dengan penasaran.

"Itu hanya perumpamaan, Dr. Tesla." Si Biru menggelengkan kepalanya, "Kupikir dia mengatakan kalau laki-laki itu punya sesuatu yang sebaiknya tidak perlu kita ketahui."

Tesla memandang si Biru, "Jadi, bagaimana menurutmu, Mophead? Apakah itu adalah beberapa makhluk horor dengan tentakel dan mata atau semacamnya?"

"Mungkin…" Kepala Pel, Einstein, memandang ke arah kejauhan dengan tatapan bosan. "Ayo kembali."