webnovel

Honkai Impact: Deviation of Imagination (Indonesia)

Di luar Laut Quanta yang penuh kekacauan, di luar Pohon Imajiner yang sistematis, Eksistensi dari luar muncul membawa kekuatan dari makhluk transenden yang asing. Dan keberadaan anomali ini, akan membawa dunia di bawah genggamannya! --- Modifikasi Konten pada [15/4/23] --- [Disclaimer!]: Picture Belong to Artist. Honkai Impact Belong to Hoyoverse!

Skartha · Video Games
Not enough ratings
31 Chs

VI. Hesitation

Elias merasa kebingungan dengan perkembangan klise yang tidak terduga ini. Entah kenapa ini sangat mirip dengan yang dia lakukan di masa lalu… apakah Mei diam-diam punya Trait [Damsel in Distress]? Ini terlalu hebat untuk menjadi kebetulan.

"Yah, aku senang kamu baik-baik saja, Mei." Elias melirik ke gadis yang sedang duduk di bangku disampingnya, "Terima kasih sudah membantu temanku saat dia kesulitan, Kiana."

"Ya! Jadi Mei-senpai itu temanmu ya…" Kiana menjawab dengan semangat, seperti para protagonis Shounen.

"Kaslana-san, apakah kamu seorang murid baru—" Mei penasaran dengan identitas Kiana, karena ini adalah pertama kalinya dia melihat Kiana di lingkungan sekolah, tapi berhenti sebelum benar-benar menyelesaikan ucapannya. Dengan orang asing sepertinya—bahkan setelah ditolong seperti itu, membuat Mei tanpa sadar membuat tembok pertahanan.

Elias menyadarkannya dengan menepuk pelan pundaknya, melihat laki-laki itu membuat Mei mendapatkan setidaknya sedikit kepercayaan untuk berbicara dengan si kepala putih.

"Umm…" Kiana berpikir, "Kalau aku datang kesini dari sekolah lain dan melanjutkan belajar disini, apakah aku disebut murid baru?"

"Eh."

"Huh?"

Mei dan Elias tidak bisa menahan kebingungan mereka dan mengangkat alisnya. —Tunggu, kenapa Elias ikut bingung?! Mei pikir dia sudah tahu tentang murid baru.

Sementara Kiana dan Mei saling kebingungan karena hal yang berbeda, Elias berpikir dalam diam.

'Ini benar-benar Kiana Kaslana!' Elias tahu bagaimana sifatnya dari meta-pengetahuan di masa lalunya, tapi dia tidak menyangka kesannya akan sangat berbeda antara mengalaminya secara langsung dan dari balik layar.

Tapi beruntung, tidak ada yang berbeda dengan Kiana Kaslana ini. Dia takut Kiana Kaslana di dunia ini akan menjadi dingin, manipulatif, dan perhitungan…

"Apa yang kupikirkan, ini tidak seperti dia dibesarkan oleh Otto… bahkan jika begitu, dia akan tetap menjadi Valkyrie Kaslana, bukan Overseer Kaslana," gumam Elias dengan sangat pelan, sampai tidak ada yang mendengarkannya.

Namun dunia bekerja dengan cara yang lebih misterius dari itu… tapi itulah tugas Elias untuk membongkar rahasia dan cara kerja dunia. Dia menjadi dewa bukan hanya karena ingin pulang.

"Jadi Elias itu juga pindahan." Kiana bergumam dengan pemahaman. "Sama sepertiku dong?"

"Benar." Mei membalas dengan tenang.

"Oh jadi begitu, Mei-senpai bisa memanggilku Kiana kok, seperti Elias. Tapi…" Kiana diam sebentar sebelum kembali berbicara, "Tujuanku tidak serumit itu kok, aku cuma mau mencari ayahku saja."

"Benarkah?" Mei bertanya tanpa sadar nada ketidakpercayaan hadir di dalam suaranya.

Kiana mengangguk, menjawab dengan semangat, "Ya. Aku sedang dalam perjalanan mencarinya sekarang! Agar aku bisa memberi ayah konyol itu pelajaran!"

"Semoga kamu bisa menemukannya, Kas– Kiana-san."

Baru ditinggal sebentar untuk berpikir, mereka sudah lumayan akrab satu sama lain. Sial! Kiana memang benar-benar punya Trait [Shounen Protagonist] seperti kecurigaan Elias, dan—

Elias melirik ke arah Mei.

'Dia setidaknya tidak membuat tembok pertahanan yang setebal tembok Maria pada Kiana kali ini. Sepertinya efek pergaulannya denganku benar-benar lebih kuat dari yang kukira.'

Berbeda dengan garis waktu awal, Mei tidak se-antisosial itu dan menjadi edgelord yang legendaris. Dia menerima Kiana yang eksentrik dan bersemangat dengan lebih mudah berkali-kali lipat.

Ini adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi Elias. Seperti kau mengenal kepribadian seseorang dengan baik dan melihat mereka mendapatkan pengembangan karakter, tentu saja siapapun akan senang melihatnya.

"Sampai jumpa besok! Elias, Mei-senpai!" Kiana melambaikan tangannya kepada dua orang itu sebelum pergi pulang ke arah yang berlawanan dengan mereka.

Elias melirik Mei yang berdiri di sebelahnya. "Tidak kusangka kamu akan akrab dengannya dengan mudah."

"Ya, walaupun Kaslana-san cukup unik, aku yakin dia bukan orang jahat, dan kamu juga berteman dengannya, jadi kupikir dia pasti orang yang baik." Mei menjawab laki-laki di sampingnya dengan tersenyum.

"Oh, masih memanggilnya Kaslana-san?" Elias agak bingung, "Bukankah kamu memanggil namanya tadi?"

Mei tersipu, "I-itu… aku belum terbiasa. Aku takut akan terdengar kaku nanti."

Elias tersenyum, tapi kali ini bukan senyuman sopan yang biasanya — lebih seperti senyuman main-main. "Ojousama kita masih kikuk rupanya."

"Jangan menggodaku!"

Elias terkekeh pelan, "Oke, oke." Matanya memandang jalan di depan. "Mei, masih latihan Kendo?" tanya pemuda itu.

"Iya, aku masih berlatih dengan rutin seminggu sekali," jawab Mei singkat.

"Begitu ya…" Elias bergumam, "Kendo membawa manfaat untuk menyehatkan tubuh dan pikiran, banyak pelajaran yang bisa diambil dari Kendo. Itu bisa memberikanmu tekad yang kuat, tujuan yang tetap, dan kekuatan untuk bertahan di bawah tekanan. Jangan pernah mengendurkan pelatihanmu, ok."

Mei setuju, kemudian dia mulai bercerita, "Ngomong-ngomong, Elias. Dulu, aku diajari Kendo oleh orang misterius yang mengenakan kostum HOMU. Aku memanggilnya Tuan HOMU."

Elias tahu kemana arah cerita ini akan pergi, tapi tidak menyangka Mei akan menceritakannya.

Mei melanjutkan, "Tuan HOMU sangat hebat dalam melatihku, dan sangat sabar dengan semua kesalahan yang kulakukan. Pada akhirnya, aku berhasil mengalahkannya berkat pengajarannya. Tapi dia kemudian tidak terlihat lagi setelah itu… Pada saat ayahku terbukti melakukan kejahatan dan ditangkap, sehari kemudian aku baru saja mengetahui bahwa Tuan HOMU adalah ayahku yang menyamar."

"Dia masih mengajariku, walaupun fisiknya tidak lagi kuat dan banyaknya pekerjaan di pundaknya, dia masih memikirkanku… Ayahku sangat peduli padaku… apakah menurutmu itu sepadan baginya?"

Mei tidak diragukan lagi punya keraguan pada ayahnya, Raiden Ryoma.

Di pikirannya, Raiden Ryoma bukanlah orang jahat, dia adalah ayah yang peduli dan sayang terhadap keluarganya. Bahkan jika dia sibuk, dia masih menyempatkan waktunya untuk Mei, dan dia bahkan menyimpan kenangan ibunya di dalam rumah… dari barang favorit ibunya hingga batu memorial.

Elias yang diam mendengarkan, akhirnya membuka mulutnya, "Orang tua akan melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tuan Ryoma, adalah seorang ayah yang peduli pada keluarganya—bahkan dengan ketidakhadiran ibumu, dia ingin yang terbaik untuk pertumbuhanmu, Mei. Dia adalah orang yang hebat. Aku tahu. Bahkan jika kamu melakukan kejahatan, dia tidak akan mengabaikan hal itu, malahan, dia akan membicarakannya secara mendalam—dia adalah orang yang bertanggung jawab pada setiap perilakunya…"

Elias diam sejenak, lalu menatap Mei. "Dia adalah orang tuamu. Tidak perlu memikirkan keraguan itu, dia akan memberikan yang terbaik untukmu, Mei. Entah suka atau tidak, orang tua akan memaksa anaknya untuk mendapat yang terbaik. Segalanya sepadan, Mei. Selama ayahmu melakukan itu untukmu, semuanya sepadan."

Dia tidak membual, walaupun tidak tahu bagaimana orangnya secara langsung, Elias punya firasat kuat soal itu.

"... Ibumu akan bangga padanya karena telah berhasil membuatmu menjadi sehat seperti sekarang, dan juga padamu yang telah berjuang selama ini."

Mei… telah mendapatkan jawaban atas keraguannya sekarang. Ya, bahkan jika itu kejahatan, seharusnya semuanya ada alasannya. Mei ingin tahu, dia ingin bertemu dengan ayahnya, setidaknya sebuah kesempatan…

"Tidak apa-apa ragu, semua hal ini bukan sesuatu yang seharusnya dilalui oleh siswa sekolahan sepertimu." Elias menepuk kepala Mei membuat Mei tersipu.

"... Entah kenapa, mendengar jawaban darimu membuatku lebih yakin." Mei membeberkan kebingungannya.

Elias tersenyum, "Tentu saja karena aku adalah ahli sihir, apapun bisa kulakukan, bahkan mempengaruhi seseorang dengan kata-kata."

Mei ikut tersenyum, tanpa dia sadari pipinya mengeluarkan rona merah muda samar lagi.

Ya… seorang ahli sihir yang menampar takdir dan logika hanya untuk dirinya yang lemah.

"Elias, bagaimana ceritanya kamu bisa kenal dengan Kaslana-san?" Mei penasaran, bagaimana ceritanya Elias bisa mengenal Kiana.

"Ingat ketika kamu bertanya tentang pembunuh berantai tadi pagi?"

"Iya."

"Akulah yang membunuh pembunuh itu."

Mei terdiam, sebelum memandang Elias dengan tegas. "Aku ingin mendengarnya!"

Mata Elias memandang laut hitam yang ditaburi oleh benih-benih cahaya yang indah namun berbahaya. Walaupun saat ini seharusnya musim dingin, tapi suhunya relatif hangat.

Elias melangkahkan kakinya melalui jalanan sepi yang hanya diterangi dengan lampu-lampu pinggir jalan. Di jalan yang sunyi sendirian… hampir terasa liminal.

Langkah kakinya terhenti saat perhatiannya terfokus pada sebuah lorong gelap yang kotor. Jika dilihat secara sekilas, tidak ada yang aneh… tetapi ada satu hal yang bisa membuat siapapun bertanya-tanya.

Elias menghampirinya dengan segera. Satu sisi sepatu milik seorang siswa, ukurannya kecil, maka bisa dianggap seorang gadis atau anak laki-laki bertubuh kecil, namun dilihat dari desainnya yang lebih ramping, sudah jelas itu adalah milik seorang gadis. Modelnya mirip dengan milik Mei, maka itu adalah murid Nagazora.

"Haiss… gadis-gadis dan gangguan kepribadian mereka…" Elias hanya bisa menghela nafas lelah. Dia suka dunia ini, tidak hanya karena lebih berkembang di berbagai sisi, tapi juga karena dia sedikit mengenal dunia macam apa ini.

Namun karena itu jugalah, dia tahu masalah yang menimpa dunia ini. Hanya karena keterbelakangan mental dan dipengaruhi oleh alam semesta…

Ini membuat Elias mendapatkan sebuah teori. "Jika dengan ini alam semesta bisa membuat Herrscher, apakah itu berarti membuat Herrscher semudah ini?" Dia bergumam.

Sejujurnya, membuat Herrscher tidak terlalu sulit. Jika Elias mendapatkan kesempatan untuk mengidentifikasi Gem of Conquest milik Mei, dia akan mencoba dan menciptakan ulang—dengan efek yang sama tapi agak berbeda.

Tapi apapun itu, bukan sesuatu yang perlu diperhatikan oleh Elias sekarang. Dia memandang langit dan menyebarkan kesadarannya ke seluruh kota Nagazora untuk mencari gadis yang memiliki sepatu ini.

"Menemukannya." Elias sudah mendapatkannya. Tapi dia juga melihat seseorang yang sangat akrab… jadi begitu, Elias memahami sesuatu.

Dia menghilang dari lokasinya saat itu, lalu kembali muncul di udara dalam keadaan tak terlihat, tepat di atas sebuah bangunan terbengkalai yang tidak jauh dari lokasinya sebelumnya.

Matanya bersinar emas, dengan dingin memandang langsung menembus setiap penghalang ke arah sosok seorang wanita bermasker yang membawa pisau berdarah di tangannya.

Pembunuh… Elias tidak ingin mengakhiri hidup wanita ini begitu saja, sepertinya sebuah ide bagus untuk membantu sosok ikan putih yang baru datang. Dia ingin bertemu dengannya…

"Dan begitulah, ceritanya aku bertemu dengan Kiana." Elias meneguk air di dalam botol setelah beberapa menit bercerita. Tentu saja, dia tidak mengungkapkan beberapa hal seperti Mystic Eye miliknya, kemampuan tembus pandangnya, teori Herrscher dan beberapa hal lainnya.

"Jadi begitu…" Mei memiliki ekspresi yang rumit setelah mendengar cerita Elias membunuh seorang pembunuh.

"Ayo pulang, Mei. Sebentar lagi gelap." Mei mendongak memandang suasana sore hari yang cerah. Seperti sebuah filter dalam gambar, segalanya tampak berwarna oranye.

Keduanya berjalan dalam ketenangan, tidak mengungkapkan apapun setelah itu.

Diubah pada [15/4/23]

Skarthacreators' thoughts