webnovel

Honey From In-Laws

Doni Sastrawijaya was faced with a choice. Obeying Mother Sania who asked him to remarry in order to have children or to remain faithful to Sabrina, the wife he loved so much, who had not been able to give him children. When Sabrina was in a coma, Doni received pressure and pressure, not only from Sania but also from this 2 sister, Prita and Dinda. Can Doni maintain his loyalty?

michiko_jauzaa8 · Urban
Not enough ratings
18 Chs

Sania's Plan is Success

"Doni ...."

Fani pun menunduk malu.

"Kok, bisa ada Fani di sini sih?" tanya Doni dengan wajah kesal.

"Iya. Bunda juga ajak Fani ke sini," jawab Sania seolah tidak bersalah.

"Bunda, jangan bilang sama aku, kalau Bunda sudah merencanakan semua ini." 

"Bunda sengaja ingin kalian bertemu dengan suasana yang tidak sengaja seperti ini. Ya seperti sekarang, kita bisa jalan-jalan, rileks, kita belanja. Ayok!" ajak Sania tersenyum.

Doni pun menahan emosinya. Sedangkan Fani hanya diam saat melihat reaksi Doni yang tidak suka dengan cara sang Bunda yang mempertemukan mereka secara diam-diam ini.

"Eh, Doni, Bunda masih ada yang mau dilihat sebentar ya. Doni temanin Fani dulu sebentar ya," ucap Sania. Sania pun melangkah pergi agar Doni dan Fani bisa mengobrol berdua saja.

Doni dan Fani terdiam.

Di rumah sakit, Dokter Indra bersama beberapa perawat terus berjuang sekuat tenaga agar Sabrina kembali stabil dan kesadarannya kembali.

Doni merasakan kegelisahan yang hebat. Mungkin sebuah firasat jika di rumah sakit, istri yang sangat dicintainya itu sedang berjuang untuk sembuh dan terbangun dari koma panjangnya.

"Don, kamu bisa tolong ambil ini nggak?" panggil Fani saat sedang mengambil sebuah barang yang sangat tinggi dan tangannya tidak tergapai.

Doni diam tanpa memperdulikan Fani.

Dokter Indra terus berjuang. Ia tidak ingin menyerah begitu saja. Selain Sabrina adalah pasiennya, Sabrina adalah sosok wanita yang sangat dicintai Doni, keponakannya. Om Indra tahu, bagaimana perjuangan Doni untuk bertahan ditengah berbagai tekanan dari Bunda Sania dan kedua saudaranya untuk menikahi Fani.

"Sabrina, kamu harus bertahan. Kamu tahu bagaimana sayangnya Doni sama kamu. Aku akan membantu semaksimal yang aku bisa dan kamu juga harus membantu dirimu sendiri," ucap dokter Indra.

Om Indra yakin, walau dalam keadaan koma, Sabrina bisa mendengarnya.

Saat barang yang hendak diambil Fani terjatuh, dengan sigap Doni pun berhasil mengambilnya bersamaan dengan Fani. Kini kedua tangan sahabat itu saling berpegangan erat.

Bunda Sania yang datang dan melihat keduanya saling berpegangan erat pun kaget. Ia tersenyum bahagia. Doni yang menyadari kedatangan sang Bunda langsung melepaskan pegangan itu, begitupun dengan Fani.

"Sekali lagi ya," perintah Dokter Indra.

"Bismillahirrahmanirrahim."

Dokter Indra pun memberikan kode pada perawatnya untuk kembali menjalankan alat pemacu jantung.

"Siap, Dok."

Dokter Indra terus berjuang dan berjuang. Sesekali netranya melirik ke arah layar monitor yang belum menunjukkan perubahan apapun.

"Ayo, Sabrina, berjuanglah!" gumam sang dokter dalam hatinya.

"Eh, maaf Fani, tadi Bunda agak lama soalnya tadi Bunda lihat di sana. Bunda udah nggak sabar mau mendekor rumah kalian," ucap Sania tersenyum.

Doni tidak perduli. Ia hanya kembali menaruh barang yang diambil Fani itu kembali ketempatnya.

"Lain kali kamu hati-hati ya," pesan Doni dengan mimik wajah datar. Fani pun hanya mengangguk.

"Doni ...." tegur Sania.

"Eh, Bunda ada ide. Gimana kalau kita makan. Kita makan aja ya," ajak Sania yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Doni.

"Aku harus segera ke rumah sakit. Aku harus memandikan Sabrina," dalih Doni.

Namun, lagi-lagi Sania menghalanginya dan meminta Doni makan siang bersama Fani terlebih dulu.

"Doni, jangan gitu dong. Kamu tahu kan, Sabrina sedang dirawat di rumah sakit dan dijaga oleh puluhan suster yang handal. Lagian setahu Bunda tugas seorang suami bukan memandikan istri deh. Kan ada suster," tutur Sania ketus. Ia pun langsung melangkah pergi meninggalkan Fani dan Doni yang diam membisu.

Fani pun menyusul Sania.

"Bunda, gimana kalau kita membiarkan Doni ke rumah sakit," usul Fani yang langsung ditolak Sania.

"Nggak bisa gitu dong," jawab Sania ketus.

Doni hanya diam membisu di belakang Fani dan Sania. Pikirannya benar-benar kacau.

"Gini aja. Bunda ada ide. Udah jangan sedih. Gimana kalau kamu memandikan Sabrina besok pagi. Jadi, adil kan? Nah, sekarang kita makan dulu," bujuk Sania yang menghampiri Doni.

Di rumah sakit, Sabrina akhirnya kembali stabil. Kesadarannya pun kembali pulih setelah berjuang cukup lama.

"Alhamdulillah," ucap Dokter Indra.

"Dok, apa nggak sebaiknya kita telepon Pak Doni?" tanya seorang perawat.

"Nggak perlu. Biarkan dia istirahat di rumah. Sudah bermalam-malam keponakan saya itu nggak tidur. Nanti kalau dia datang, biar saya yang bicara sama dia," perintah dokter Indra.

"Kalian ikut saya. Kamu tunggu sini ya," perintah sang dokter.

"Siap, Dok."

Doni akhirnya tidak punya pilihan lain karena desakan sang Bunda. Mereka pun makan siang bersama.

"Don, aku udah pesanin chicken cordon blue, makanan favorit kamu kan?" kata Fani yang mulai membujuk Doni.

Sania tertawa

"Doni, lihat tuh, Fani itu betul-betul sahabat yang baik sekali. Buktinya dia masih ingat makanan kesukaan kamu," puji Sania. Fani pun tersenyum bangga, seolah terbang ke langit ke tujuh. 

Doni hanya diam membisu

"Coba kamu bisa bayangin tuh kalau Fani jadi istri kamu. Gimana? Pasti dia akan jadi istri yang baik sekali," puji Sania lagi. Fani pun tersenyum lebar, tetapi Doni tetap tanpa reaksi apapun.

"Anak cantik, upss!" Sania tertawa begitu lepas agar Doni tersenyum tetapi tidak membuahkan hasil apapun.

Tidak lama, gawai Fani pun berdering dan ia langsung mengangkatnya.

[Hallo, suster. Apa? Pasien kritis? Baik. Saya segera ke sana ya. Oke, thanks.]

Fani pun langsung mematikan teleponnya.

"Kenapa Fani? Bukan Sabrina kan?" tanya Doni panik.

Fani menggeleng.

"Eh, Bunda, aku minta maaf, aku harus segera ke rumah sakit karena ada pasien kritis yang harus ditangani," ujar Fani berpamitan.

"Kebetulan sekali, tadi Doni kan mau ke rumah sakit  mau menengok Sabrina. Iya kan? Kamu juga mau ke rumah sakit juga kan? Gimana kalau kalian sama-sama aja. Kebetulan kan kalian punya tujuan yang sama," usul Sania langsung membuat Doni meradang.

bersambung ....