webnovel

History Of Melofranist

Untuk sementara sejak tulisan ini dibuat, saya kemungkinan besar akan jarang update karena banyak sekali hal yang harus dilakukan. ### Ada sebuah Dunia bernama Melofranist. Melofranist adalah Dunia yang diciptakan oleh Pencipta Solares, dan sejarahnya berhasil kita rekam dalam bentuk sebuah kisah. Kisah ini, tidak menceritakan tentang sebuah perjalanan hidup seorang tokoh. Melainkan, menceritakan tentang perjalanan sebuah Dunia – dari terbentuk sampai hancur. Kisah yang luar biasa panjang, yang terdiri dari berbagai kacamata sudut pandang tokoh-tokoh. Setiap Akhir, merupakan sebuah Awal yang baru. Begitupun sebaliknya. Walaupun Melofranist Runtuh, tetapi itu juga merupakan Awal dari Cerita Baru. Begitu juga dengan Melofranist yang terbentuk dari sebuah akhir Cerita Lama. ### Note: Dalam Sipnosis paragraf pertama, disebutkan kata "kita". Ya, itu tidak salah. Karena mereka adalah yang bertugas merekam segala sejarah dari berbagai Dunia milik Pencipta yang tak terhitung jumlahnya, kedalam bentuk cerita yang bisa dinikmati. Dengan kata lain, membuat sebuah pelajaran sejarah menjadi sebuah cerita yang menyenangkan untuk dilihat. Dan Melofranist, adalah salah satu kisah dari sebuah Dunia di antara Dunia seluruh Dunia yang ada di Alam Semesta. Melofranist, merupakan satu dari Dunia-dunia di Alam Semesta yang setiap volumenya akan memiliki tema dan genrenya tersendiri – tidak terfokus pada satu tema atau genre. UPDATE Update: Diusahakan 1 Ch/Minggu Isi: Sekitar 3-4k words/Chapter Mohon dimengerti, karena saya harus mengerjakan segalanya sendirian, termasuk editing. PERINGATAN Plot Armor disini tipis untuk setiap Character. Lagipula, ini adalah kisah sebuah Dunia, bukan Tokoh. Intinya, yang suka Happy Ending dan Cerita yang Ringan mending mikir dulu. Novel ini memiliki banyak Ending untuk setiap Characternya - entah baik atau buruk. Kemudian, dalam Novel ini, akan mengandung banyak sekali detail, konsep, filosofi, dan beberapa adegan yang agaknya sadis atau kurang senonoh. Karena itulah, dimohon pengertiannya untuk para pembaca dalam membaca. Catatan Author: Saya seorang Penulis baru, dan ini karya pertama saya. Saya tahu bahwa Novel ini terlalu besar untuk saya kerjakan dengan skill saya. Tetapi saya akan terus berusaha dan memperbaiki Novel ini – tak peduli apa, saya tak akan pernah "Drop" Novel ini. Rencananya, akan ada puluhan Volume untuk Novel ini. Lagipula, Novel ini bercerita tentang sejarah panjang dari sebuah Dunia bernama Melofranist. Dan, jika ada kesalahan, bisa tolong di komen ya… Sekian, Terima Kasih dan Selamat Membaca.

Melofranist · Fantasy
Not enough ratings
14 Chs

Chapter 6 - Pertemuan Ras Awal (3)

==Pov Urcas==

"Hoam…."

Aku terbangun dari tidurku.

Saat ini sekitar jam 5 sore, tetapi langit masih sangat terang.

Langit agak jingga, dan kehangatan mulai memudar secara perlahan – seiring dengan langit yang semakin menghangat warnanya.

Beberapa puluh senti dariku, terbaring seorang wanita cantik. Matanya terpejam, dan dadanya naik turun dengan stabil.

Tangan kirinya, berada di samping telinganya. Tangan kanannya, berada di atas kepalanya. Mengungkapkan sisi luar dari buah dada yang besar dan ketiak mulus tanpa bulu ataupun lipatan kulit. (Wakipai)

*Gulp

Aku menelan ludah saat melihat keindahan dari ketiaknya-...

"Uhuk…!" Aku batuk tersedak ludahku sendiri, tetapi aku menahan suaranya sehingga tidak sampai membangunkan Elfie.

Apa yang kupikirkan? Dia hanya seorang anak, Seorang Anak! Aku bukan seorang Pedofil, bukan?

Secara subjektif, dia masih seorang anak-anak. Tetapi secara objektif, dia adalah seorang wanita dewasa yang cantik.

Tapi… dia cantik, bukan?

Selama aku tak menyentuhnya, itu akan baik-baik saja, bukan?

Jadi, memikirkan ini dan itu, tidak salah, kan? Yah.. seharusnya begitu, selama aku tak menyentuhnya itu tidak akan menjadi masalah.

Aku bukan seorang Pedofil, tetapi masalahnya, Tubuh miliknya sudah dewasa!

Tunggu sebentar… jika itu masalahnya, maka selama dia tak tahu aku menyentuhnya, maka tak apa. Aku bisa meremas dadanya sekarang, saat dia sedang tidur.

Secara teknis, aku hanya menyentuh tubuh seorang wanita dewasa, yang sedang tertidur.

Tapi.. bukankah itu sangat tidak sopan? Apakah harga diriku yang tak mau memakan makanan kotor, masih akan melakukan hal buruk ini?

Tidak… aku tidak boleh menyentuhnya….

Tapi… bagaimana dengan menekan jari telunjukku ke dadanya itu?

Tidak… secara teknis tetap saja aku masih menyentuhnya.

Akh..! Pikiranku menjadi sangat kacau sekarang. Dikendalikan hawa nafsu, tetapi akalku berhasil menahannya.

Hawa nafsu, mempengaruhi akal sehatku. Aku seperti orang bodoh yang bimbang, memikirkan hal yang tak masuk akal dan tidak berguna.

Sulit bagiku untuk berpikir logis dan benar, disaat pikiranku sendiri memikirkan hal-hal gila dan mesum.

Pada akhirnya, aku hanya memandangi wajah Elfie. Tentu saja, ketiaknya yang mulus juga kuamati. Muehehehe…~

Ingin kucium ketiaknya, tetapi segera kulupakan pikiran gila dan mesum itu yang akan menjerumuskan aku ke perbuatan sesat.

Yah, setelah puas melihat area ketiaknya, aku beralih ke wajah tidurnya.

Elfie, dia adalah seorang Elf. Wajahnya tirus, hidungnya sedikit pesek, dan bulu matanya sedikit lentik. Secara umum, fitur kecantikannya sangat alami, dan tidak berlebihan atau dibuat-buat.

Bibirnya berwarna pink alami, dan cukup berisi. Melihatnya saja, sungguh sangat menggoda untukku menciumnya.

Dilihat lebih dekat, kulitnya sangat mulus tanpa sedikitpun kecacatan. Warna kulitnya putih pucat, agak kontras dengan bibir pinknya dan rambut hijaunya.

Rambutnya sedikit bergelombang, ringan, dan.. halus.

Halus? Ya, aku menyentuhnya. Rambutnya benar-benar lembut dan halus, dan itu membuatku sedikit ketagihan untuk terus menyentuh rambutnya dengan tanganku.

Tunggu sebentar…-

Aku segera menarik tanganku kembali. Sambil melakukan itu, aku berpikir...

Kenapa Tanganku Bergerak Sendiri…!? Tidak.. tidak.. apa yang terjadi padaku? Apakah… aku….

Tidak… mungkin aku hanya terlalu bersemangat karena ini pertama kalinya aku bisa melihat tubuh wanita asli.

Maksudku, tubuh wanita dewasa, tubuh wanita yang telah berkembang, tidak seperti Pencipta yang tetap rata dadanya selama puluhan tahun.

Yah, mungkin aku hanya terlalu bersemangat. Aku hanya perlu menenangkan diriku sebentar saja. Harusnya itu sudah cukup.

Aku memutuskan untuk pergi mengamati Benih Kehidupan, tetapi tidak ada hal baru dari Benih Kehidupan.

Setelah merasa lebih tenang, aku melanjutkan melihat fitur wajahnya yang belum aku amati semua.

Dan.. aku mendapati kalau alisnya juga berwarna hijau, sama seperti warna rambutnya.

Matanya agak sipit, dan iris matanya berwarna hijau. Matanya akan tampak sedikit berkilau di bawah sinar matahari, seperti sebuah batu zamrud.

Apapun itu, Elfie terlihat sangat cantik sebagai wanita. Warna hijau dan feminim adalah yang paling tampak dari Elfie.

Satu jam berlalu, dan akhirnya Elfie terbangun. Selama waktu itu juga, aku memikirkan banyak hal.

Elfie membuka matanya, dan dengan mata sayunya yang disipitkan, Elfie melihatku.

"Tuan..?"

Elfie yang masih setengah sadar bergumam – memanggilku.

Aku menunggunya untuk bangun, sepenuhnya sadar.

Matanya berkedip beberapa kali, sebagai bentuk usaha mengumpulkan fokus mata. Matanya juga memicing karena silau akan sinar matahari.

Setelah semua itu, Elfie melihatku dengan matanya yang masih agak mengantuk.

Tanpa ekspresi tertentu, dia dengan nada tenang berkata… "Tuan, sudah bangun?"

"Ya, sudah lama aku bangun."

"Hmmm…." Elfie merespon jawabanku tanpa kata, melainkan hanya dengan 'Hmm' panjang.

Yah.. ini tidak sesuai dengan harapanku.

Selama sejam, aku memikirkan seperti apa reaksi yang akan diberikannya saat bangun nanti.

Mungkinkah dia akan berbicara dengan gagap seperti, "Tu-Tuan s-sudah bangun?" Atau, dia akan memalingkan wajahnya, atau wajahnya akan memerah karena malu – seperti di banyak animasi romance yang kutonton.

Yah, intinya.. kupikir dia akan lebih ekspresif saat bangun, tetapi ternyata dia hanya duduk dengan tenang, dan menatap kosong – bengong, mengumpulkan fokusnya. Mulutnya juga sedikit terbuka, nampak juga air liur yang akan mengalir turun jika dia tak menelannya.

"Hoam…." dan sekarang dia menguap – aku bisa melihat puting payudaranya menonjol di bawah lapisan gaunnya saat dia sedang meregangkan punggungnya sambil mengangkat kedua tangannya keatas.

Jujur saja, aku menjadi terangsang melihatnya. Apalagi, dia mengenakan gaun lengan buntung, sehingga aku bisa melihat seluruh sisi samping dari payudaranya yang montok, kecuali areolanya – tentu saja dua ketiaknya yang mulus juga terlihat.

'Akh..! Aku ingin melihat putingnya! Apa warna areolanya? Pink? Coklat muda? Atau gimana?' Pikiranku berteriak saat mataku memelototi garis tepi gaun yang menutupi bagian puting.

Tapi-..! Yah… itu tidak sopan, bukan? Jika aku menyentuhnya demi memuaskan rasa ingin tahu – yang sebenarnya juga merupakan hawa nafsuku.

Lagipula, dia adalah orang penting yang aku butuhkan bantuannya untuk kedepannya. Ditambah fakta, dia hanyalah seorang 'anak kecil', anak kecil... yang masih polos dan tidak tahu apa-apa – bahkan dia juga sangat cengeng.

Walaupun aku bisa membodohinya agar aku bisa menyentuhnya, tetapi aku akan merasa bersalah jika harus melakukannya pada anak polos sepertinya – sekali lagi, aku bukanlah seorang Pedofil.

Pada saat ini, setelah berpikir keras sebelumnya, aku sudah memutuskan untuk tidak akan menyentuhnya. Tetapi tidak masalah bagiku untuk terangsang jika melihat tubuh dewasanya.

Kemudian, aku tidak ingin dia menangis. Yah, dia masih perawan, bukan? Itu pasti akan sakit jikalau aku memaksakannya masuk.

Dia belum cukup dewasa untuk bisa menahan rasa sakit, bahkan sedikit bentakan sudah bisa membuatnya menangis.

Yah.. sebenarnya seks pertama kali tidaklah semenyakitkan itu, jika aku melakukan pemanasan dan tidak terburu-buru saat melakukannya.

Tetapi, adalah benar, jika seks itu menyakitkan jika ada beberapa faktor yang terpenuhi. Misalnya luka pada alat genital, vaginismus, robek otot, kurangnya pelumas, dan lain-lain.

Terakhir, saat aku membayangkan diriku sebagai hewan, yang melakukan hal konyol karena dikendalikan hawa nafsu. Itu membuatku merasa jijik pada diriku sendiri, dan segera menurunkan tingkat libidoku ke tingkat terendah.

Pada akhirnya, 'aku tidak boleh menyentuhnya apapun yang terjadi'.

Setidaknya, saat dia sudah bukan lagi seorang cengeng yang akan selalu menangis saat dibentak sedikit.

Sampai saat itu tiba, aku tidak akan pernah menyentuhnya. Itulah tekadku, serta janjiku pada diriku sendiri.

Yah, memikirkan diriku yang membuat janji, itu terasa agak aneh. Bukannya itu hal yang salah, melainkan karena aku sulit menjaga sebuah janji.

Tetapi, aku merasa kalau untuk janji yang satu ini, aku bisa menjaganya sampai akhir.

"Tuan..?" Elfie yang telah selesai melakukan peregangan tubuh, memanggilku yang sedang tenggelam dalam imajinasiku.

"Ah..? Iya? Ada apa?" Aku spontan menjawab karena tidak fokus.

"Uhm… bisakah Tuan tidak melihat ke arah dadaku?" Elfie berkata sambil memeluk dadanya dengan kedua lengannya – menutupi sisi samping payudaranya yang montok.

"ini agak memalukan..." Elfie berbisik pelan sambil melirik ke samping kiri-bawah – walaupun dia berbisik, tetapi aku bisa mendengarnya jelas, sangat jelas!

"...!"

Kosong…. Pikiranku menjadi kosong. Apa yang harus kukatakan? Apa yang harus kulakukan? Respon apa yang harus kuberikan?

Semua pertanyaan itu muncul dalam pikiranku dalam satu detik pertama.

Tetapi sebelum itu, aku juga merasa ada sebuah petir yang menyambar diriku, tepat setelah dia selesai mengatakan.

Petir itu, adalah sesuatu yang disebut rasa malu. Yang menyambar diriku, dan mengakibatkan tubuhku lumpuh – jatuh dalam kondisi gugup.

Tubuhku membeku, dan pikiranku panik mencari sebuah solusi dari rasa gugup ini.

'Apa yang harus kulakukan?' itulah yang menjadi sebuah pertanyaan terbesarku saat ini.

Beberapa detik, sampai belasan detik berlalu dan aku masih terduduk dengan tulang belakang yang tegang.

"Tuan…?" Elfie memanggilku dengan nada khawatir.

"Hya..!?"

Karena terlalu gugup, lidahku menjadi tegang juga. Aku ingin mengatakan "iya", tetapi malah terucap "Hya".

"Pffft..!"

Agaknya, perkataanku barusan terdengar sangat lucu bagi Elfie.

Tubuhnya bergetar karena berusaha keras menahan tawanya.

Dia menutup mulutnya dengan tangan, tetapi aku masih bisa melihat senyum lucunya.

Pada akhirnya, dia tak bisa menahannya lagi, dan tertawa lepas.

"Fuahahaha…! Ahahahaha…! " Elfie tertawa terbahak-bahak.

Elfie tertawa dengan sangat intens, hingga butir air mata terbentuk di sudut kedua matanya.

"Kenapa, tertawa?" Aku bertanya karena aku bingung kenapa dia tiba-tiba bisa sebegitu tertawanya.

"Ma.. Maafkan aku Tuan. Saat mendengar Tuan menjawab, aku teringat dengan Sewi." Saat berbicara, aku bisa melihat mulutnya yang masih mempertahankan bentuk garis senyum.

Sewi? Oh.. mungkin salah satu Elf lainnya. Tetapi memangnya kenapa dengan itu?

"Maksudnya? Bisa kamu jelaskan?" tanyaku.

"Uhum.. tentu." Elfie berdehem sekali, dan senyum di wajahnya sedikit mereda.

"Jadi, ada seorang Elf yang bernama Sewi. Kejadiannya kemarin siang, saat Sewi terbangun dari tidurnya. Saat bangun, dia malah berdiri dan membiarkan selimutnya terlepas.

Tentu saja, di sana ada Lay yang merupakan seorang Pria. Sewi yang tak tahu, akhirnya aku ingatkan. Saat dia tersadar, dia segera memeluk tubuhnya dengan selimut sambil berteriak 'Kyaa..!'."

Elfie bercerita sambil menahan tawanya agar tidak bocor, tetapi pada akhirnya dia tidak bisa.

"Ahahaha!" Tawa kembali pecah dari mulutnya.

Tidak.. tidak.. aku tidak mengerti apa yang lucu dari itu. Walaupun dia sudah menjelaskan, tetapi itu tidak cukup jelas, dan aku tetap tidak bisa menangkap kelucuannya.

Walaupun begitu, aku tetap ikut tertawa bersamanya – seperti mengerti dengan apa yang dijelaskannya.

Kenapa aku tertawa? Karena, aku… aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya, tetapi intinya, aku ikut senang saat melihat dia tersenyum.

Alasan lainnya, karena Elfie terlihat cukup lucu saat sedang menahan tawa dan tertawa. Juga, aku merasa sangat lega karena sekarang suasananya sudah lebih baik – daripada yang sebelumnya, sangat canggung.

"Ahahaha…. Jadi begitu ya.." Aku pura-pura tertawa, dan menjawab seperti mengerti dengan apa yang dia jelaskan.

Tetapi, aku tidak menyangka malah mendapat respon lain darinya.

"..."

Elfie tiba-tiba berhenti tertawa, dan garis senyumnya tergantikan dengan bibir yang cemberut.

"Tuan…"

"Apa?" Aku spontan menjawab, karena aku sendiri terkejut dengan perubahan yang tiba-tiba pada dirinya.

"Tidak, tidak apa-apa…."

Apa aku berbuat salah?

"Katakan saja Elfie…. Aku tidak akan marah."

"Tidak Tuan, tidak apa-apa…."

Sungguh… ini membuatku menjadi kepikiran tentang kesalahan apa yang telah kuperbuat.

Aku merasa sama sekali tidak membuat kesalahan. Tetapi, perubahan ekspresi Elfie, seperti memberitahuku kalau pasti ada sesuatu yang salah disini.

Masalahnya, disini tidak ada hal lain selain aku yang bisa menjadi sumber masalah.

Tetap saja, aku ini hanya seorang yang bodoh. Sangat sulit bagiku untuk menyadari kesalahanku sendiri.

Pencipta juga sama. Kadangkala dia akan memanggil namaku, tetapi malah mengurungkan niatnya untuk berbicara – situasinya sama seperti sekarang.

Yah, mungkin saja aku hanya terlalu paranoid. Tetapi yang pasti, baik Pencipta dan Elfie adalah Wanita. Dan sekarang, aku merasa kalau semua Wanita sangat sulit dimengerti.

Beberapa menit berlalu, dan kami tetap saling diam.

Akhirnya, aku bertanya pertanyaan yang seharusnya dari awal kutanyakan sejak Elfie bangun.

"Elfie…."

"Ya?" Elfie menjawab sambil sedikit memiringkan kepalanya.

"Kenapa kamu di sini?"

"..."

1.. 2.. 3.. 4.. detik berlalu, dengan Elfie yang tetap diam seperti patung.

"Elfie..?" Aku memanggilnya.

"Tunggu sebentar Tuan… aku lupa."

Ouh.. dia hanya lupa ya…. Mari kita tunggu.

Elfie berpikir, sembari meletakkan jari telunjuk kirinya di bibirnya yang cantik. Sambil ber-Hmm panjang, dia tampak berusaha keras mencoba untuk mengingat-ingat sesuatu.

Dan setelah puluhan detik-hampir semenit, akhirnya dia selesai.

"Tuan, aku penasaran dengan benda yang Tuan pegang sebelumnya di pertemuan."

"Inikah..?" kataku sambil mengeluarkan Ponsel dari Ruang Penyimpanan.

"Ya..! Ya..! Itu.. bagaimana cara Tuan bisa mengeluarkannya dari udara?" Elfie menjadi sangat antusias, dan itu bisa terdengar dari nada bicaranya yang sangat bersemangat.

Tapi… apa yang dia maksud? Udara..? Udara.. udara… udara….

Ooo…~ Apa yang dia maksud adalah Ruang Penyimpanan?

"Apa yang kamu maksud adalah Ruang Penyimpanan?" Aku bertanya memastikan.

"Ruang Penyimpanan..? Hee…. Jadi namanya Ruang Penyimpanan ya…."

"Ya, Ruang Penyimpanan. Memangnya kenapa dengan itu?"

"Aku ingin bisa melakukannya juga, Tuan..! Apa Tuan bisa mengajariku juga?" Elfie memasang wajah berharap, dan itu bisa tampak juga dari senyum lebarnya saat dia selesai berbicara.

"Uhm…. Tentu saja bisa."

Aku menjawab dengan agak ragu, karena aku sadar kalau kemampuanku dalam mengajar sangatlah buruk. Tetapi untuk Elfie, aku akan berusaha 'tuk melakukannya semampuku.

"Terima Kasih Tuan..! Aku akan serius belajar sampai bisa menguasainya."

Aku tidak mengerti tentang alasan dia sebegitu bersemangatnya untuk bisa menggunakan Ruang Penyimpanan.

Walaupun begitu, aku tetap akan mengajarinya tanpa menanyakan alasannya. Lagipula, itu bukanlah pertanyaan yang perlu kutanyakan.

Tidak usah berlama-lama, aku akan langsung mengajarinya sekarang. Lagipula, tidak ada yang bisa kulakukan saat sudah sore begini.

"Kalau begitu Elfie, kita akan mulai sekarang."

"Baik Tuan!"

"Pertama, ambillah segenggam rumput, dan bayangkan kalau rumput ini menghilang dari tanganmu dan tersimpan di sebuah Ruang. Maka, barang tersebut akan secara otomatis tersimpan ke dalam Ruang Penyimpanan." Aku menjelaskan sambil mempraktekkannya secara langsung.

"Wah… luar biasa.." Elfie terpesona saat melihat rumput di tanganku menghilang – masuk kedalam Ruang Penyimpanan.

"Sekarang cobalah.."

"Baik Tuan! Saya akan mencobanya!" Elfie terlihat sangat bersemangat mempelajari cara menggunakan Ruang Penyimpanan.

Dia mencabut segenggam rumput, dan terlihat berusaha melakukannya.

"Mmm… Hmph… Hmm… Emph..." Elfie mengeluarkan suara-suara aneh saat mencoba fokus.

Semenit berlalu, dengan Elfie yang masih berusaha sambil mengeluarkan suara-suara aneh. Dan akhirnya dia menyerah.

"Hah… Tuan.. aku tidak bisa melakukannya.."

"Err.. coba lagi."

Tidak ada yang bisa kukatakan, karena aku juga melakukannya dengan secara insting. Dan mengajar, bukanlah keahlianku.

"Baik Tuan.. saya akan mencobanya lagi."

Setelah itu.. beberapa menit berlalu dengan Elfie yang berusaha keras menggunakan Ruang Penyimpanan. Sayangnya… usaha keras Elfie tidak membuahkan hasil yang manis.

Dan selama itu, aku baru menyadari kalau penjelasan yang kuberikan terlalu tidak jelas. Karenanya, aku mencoba untuk menjelaskan sedikit lebih jelas.

"Elfie, bayangkan kalau Rumput yang ada di tanganku menghilang. Menghilang ke suatu tempat yang aku atau orang lain tak akan bisa mengaksesnya, kecuali dirimu sendiri."

Sepertinya penjelasan tambahan masih sangat ambigu. Tetapi mau bagaimana lagi? Aku hanya berusaha menjelaskannya dengan sesederhana mungkin.

Ditambah fakta, aku bukan seorang guru yang baik. Dan juga, cara aku menggunakan Ruang Penyimpanan adalah sesuatu yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata.

Beberapa menit berlalu dengan Elfie yang masih berusaha keras menggunakan Ruang Penyimpanan. Sayangnya, tidak sekalipun Elfie berhasil dan aku bisa melihat keringat mengalir turun dari samping telinganya.

"Cukup Elfie"

"Baik Tuan.."

"Mungkin hanya aku yang bisa melakukannya. Alasannya, mungkin karena aku Utusan Pencipta. Jadi hentikan usaha sia-sia mu itu."

"Baik Tuan.."

Wajahnya memancarkan sedikit kesedihan, dan melihatnya membuatku merasa ikut sedikit sedih.

'Haruskah aku menghiburnya?' itulah yang kupikirkan, dan agaknya akan kulakukan sekarang.

"Elfie…-"

"Kalau begitu Tuan, saya akan kembali ke Hutan Felven. Terima kasih atas waktunya Tuan!" Elfie segera mengucapkan salam perpisahan dengan senyum buatan di wajahnya.

"Ah.." Saat Elfie membuka Portal, dia tersentak sedikit. Kemudian berbalik, dan berkata padaku…

"Jika.. Hanya jika. Jika Tuan lapar, silahkan datang ke Hutan Felven. Ja-jangan khawatir! Saya pasti akan mencucinya! Mencucinya dengan sangat bersih!" Elfie mengatakan itu sambil menyembunyikan kedua tangannya dibelakang.

"Kalau begitu, sampai jumpa Tuan.." Elfie mengatakan itu sambil tersenyum tipis – kali ini, senyum yang tulus, bukan buatan.

"Ya.. sampai jumpa." kataku.

Setelah itu Elfie menghilang bersamaan dengan Portal yang dibuatnya. Kemudian, aku kembali berbaring di atas rumput seperti sebelumnya.

Didalam pikiranku, aku lanjut memikirkan tentang kemana aku akan menyebarkan Benih Kehidupan.

Devil, Dwarf, dan Slithereen langsung kusingkirkan dari opsi pertamaku setelah memikirkan tentang lingkungan hidup mereka. Tersisa Angel, Elf dan Manusia yang masih kupikirkan.

Pertama Angel. Aku merasa, kalau akan sangat mudah Menyebarkan Benih Kehidupan bersama Angel. Karena Angel mengatakan akan melakukan apapun yang kuperintahkan.

Dan juga aku merasa kalau mereka dapat diandalkan, jadi aku bisa mempercayakan Benih Kehidupan pada mereka untuk disebarkan.

Dengan kata lain, aku cukup memerintahkan Angel untuk melakukannya, sedangkan aku cukup bersantai saja. Tetapi aku akan berkata "tidak" pada opsi Angel.

Alasannya, karena aku harus lebih mempelajari tentang Benih Kehidupan ini. Jadi aku tak boleh sembarangan mempercayakan Benih Kehidupan pada mereka untuk disebarkan.

Opsi kedua Elf. Aku sudah ke Hutan Felven, dan aku tahu bahwa lingkungan disana sangat lembab dan dingin. Banyak sungai, pohon, bahkan makanan di setiap tapak kamu berjalan. Dengan kata lain, ini adalah tempat paling baik untukku melakukannya.

Lingkungan tidak terlalu keras, dan banyak makanan dan air. Walau aku bisa menggunakan Portal, tetapi akan merepotkan jika aku harus mengingat sekelilingku agar bisa kembali.

Opsi ketiga Manusia. Alasan terbesar aku memilih ini karena mereka adalah Manusia. Ya, Manusia! Tidak perlu penjelasan lebih detail. Selain lingkungan yang hampir sama seperti Hutan Felven, juga mereka adalah Manusia!

Aku tidak pernah bertemu Manusia lain, dan ini pertama kalinya aku melihat Manusia. Rasa ingin tahuku sangat tinggi tentang Ras Manusia, tetapi sama tingginya saat aku bertemu dengan 5 Ras Awal lainnya.

Tetapi, aku tak perlu terburu-buru. Waktuku akan sangat panjang. Dan aku juga sadar, kalau tahun-tahun kedepan akan sangat membosankan. Tidak ada teknologi, ataupun makanan enak. Ada wanita, tetapi aku tidak berniat menyentuhnya karena alasan moral.

Intinya, aku tidak perlu terburu-buru memenuhi rasa ingin tahuku.

Pada akhirnya, aku memutuskan untuk menyebarkan Benih Kehidupan di Hutan Felven.

Tidak ada alasan khusus untuk itu. Sebenarnya, aku melakukannya karena aku merasa bahwa lebih baik melakukannya bersama seseorang yang kukenal. Setidaknya, dari semua orang, Elfie adalah yang paling kukenal.

Dan entah mengapa, aku merasa nyaman bersamanya. Sama seperti saat aku bersama Pencipta.

...

...

Hari sudah gelap, dan sekarang aku lapar. Aku lapar, karena tadi siang yang ku makan hanya sedikit.

Ini sudah hari kedua sejak aku ada di sini, di Melofranist.

Di Altar Dunia, tidak ada apapun selain rumput. Sedangkan di Ruang Penyimpanan juga tidak ada makanan selain beberapa barang seperti botol air dan pakaian.

Alasan tidak ada makanan di Ruang Penyimpanan adalah karena ucapan Pencipta waktu itu.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Pencipta saat melihatku sibuk memasukkan makanan ke dalam Ruang Penyimpanan ku.

"Aku hanya mempersiapkan beberapa makanan dan minuman untuk nanti." kataku yang sedang fokus memilah-milah makanan.

"Eon! Jangan bawa minuman soda itu! Ya.. sedikit alkohol boleh, tapi hanya sedikit! Sisanya tidak usah bawa! Di Melofranist ada sangat banyak makanan dan minuman enak. Kamu tinggal mencari atau membuatnya saja. Jadi keluarkan semua itu, dan cukup bawa pakaian, beberapa hal dasar dan buku agar kamu bisa belajar." kata Pencipta sambil memegang lenganku yang berniat memasukkan sebungkus keripik.

"Baiklah.."

Aku tidak menolak saat itu, karena aku tidak memiliki keraguan pada setiap ucapan Pencipta.

"Bawa banyak buku! Sangat banyak! Mengerti? Lagipula, di Melofranist tidak ada buku, dan ini akan jadi perjalanan agak panjang. Jadi manfaatkan waktumu dengan efisien."

"Baik.."

"Sekarang masukkan buku sebagai gantinya!" Setelah mengatakan itu, Ruang Penyimpanan ku menjadi kosong dalam sekejap karena kuasa Pencipta – yang tadinya penuh dengan makanan, sekarang kosong tanpa tersisa sebungkus kecil makanan.

Ahahaha.. Entah mengapa mengingatnya sekarang, aku merasa kalau itu lucu. Aku merasa kalau Pencipta pada saat itu seperti seorang Ibu yang sedang mengurus perbekalan anaknya untuk perjalanan.

Dan sekarang, di dalam Ruang Penyimpanan milikku ada sangat banyak buku, belasan pakaian, dan puluhan botol alkohol.

Tetapi pada nyatanya, dimana makanan yang dimaksud oleh Pencipta? Disini, di Altar Dunia tidak ada sesuatu yang bisa dimakan selain rumput.

Ah.. benar juga, bagaimana dengan Hutan Felven? Disana kan "Hutan" jadi harusnya ada banyak sesuatu yang bisa dimakan bukan? Pastinya disana ada daging, kan?

Baiklah, sepertinya keputusanku sudah sangat bulat. Aku akan memulai menyebarkan Benih Kehidupan di Hutan Felven terlebih dahulu, kemudian berlanjut ke Hutan Hangan, dan tempat lainnya.

Dan juga, mengingat perkataan Elfie tadi sore sebelum dia masuk ke Portal. Sepertinya aku akan meminta makanan di sana. Setidaknya, biarkan aku tidur dengan nyenyak untuk malam ini, sebelum aku akan mulai sibuk besok.

Aku membuka Portal ke Hutan Felven yang kuingat, dan udara lembab dan dingin keluar dari Portal, dan menerpa tubuhku.

"Hih… dingin…." Kalimat itu tidak sengaja terucap saat udara dingin berhembus melewati leherku.

Aku mengeluarkan Mantel dari Ruang Penyimpanan, dan menggunakannya. Setelah itu aku masuk kedalam, dan dimataku, terpampang pemandangan yang memanjakan mata.

Aku melihat, di langit ada ribuan bintang dengan sebuah bulan purnama putih. Juga aku melihat, di bawah ada banyak cahaya biru yang berasal dari Lumut Cahaya yang menempel di akar-akar pohon yang mencuat dari tanah.

Tetapi, aku mengarahkan pandanganku ke hal lain, mencari sesuatu, dan akhirnya fokus melihat sebuah rumah sederhana yang kudatangi tadi siang. Tanpa pikir panjang, aku segera berjalan kesana, menghiraukan pemandangan indah ini.

Aku berjalan sebentar, dan sampai di depan pintu masuk.

Dari luar, aku tidak melihat seorangpun di dalamnya, tetapi aku bisa melihat ada beberapa makanan yang telah dicuci bersih di atas meja.

Mungkinkah itu disiapkan untukku? Pikiran itu terbesit di kepalaku, dan aku segera meng-iya-kannya karena lapar.

Tanpa pikir panjang, aku segera memakannya dengan ditemani sedikit alkohol sebagai perasa untuk makanan hambar ini.

Selesai makan, aku kembali ke Altar Dunia dan tertidur karena merasa agak mengantuk. Mungkin, itu efek karena aku meminum alkohol.

===