1 Tenggelam

"Aish! Haruskah kalian bermesraan sekarang? Kalian akan tetap bersama liburan kali ini," kata Indri-sahabat Amanda Putri

"Aku tahu kamu iri, haha," kata Manda sambil memukul pelan bahu sahabatnya. 

"Oh, kapalnya sudah datang!" teriak  Jeno-kekasih Amanda. 

Kapal yang akan membawa mereka pun sudah datang, untuk membawa mereka liburan. Jeno Atwijaya yang menyewa kapal hanya untuk bertiga, agar semua lebih leluasa menikmati keindahan laut saat perjalanan. 

Kini, mereka pun sudah duduk dengan baik dan berteriak karena ini liburan pertama mereka. Terutama Jeno. Dia merupakan CEO yang sangat sibuk. Memiliki waktu dengannya adalah anugerah. 

Manda dan Bi Yayu keluar menikmati pemandangan. Kecuali Jeno. Dia tetap duduk dengan tablet di tangannya. 

Drrt! 

Panggilan masuk dari ponsel Jeno. 

"Ada apa Sekertaris Chandra?" tanya Jeno. 

"Pak, maaf jika sayang lancang. Tapi, apakah boleh saya cuti dua hari untuk menemui Ibu saya? Beliau menemui saya di kantor." 

"Baiklah. Serahkan pekerjaanmu sementara kepada yang lain," jawab Jeno yang dibalas rasa terima kasih Sekretaris Chandra. 

Jeno Atwijaya merupakan anak dari Umar Atwijaya dan Sally Humaira. Kerendahan hati dan kerja kerasnya merupakan didikan dari sang orang tua. 

Tidak sedikit banyak yang memuji sikap Jeno itu. Pasalnya, beberapa CEO di negaranya memiliki sikap yang dingin. Namun tidak dengan Jeno. Laki-laki berusia 30 tahun itu selalu lembut kepada laki-laki maupun wanita. Bahkan kepada orang tua yang bekerja di tempatnya, selalu Jeno perintah untuk perbanyak istirahat dan mementingkan kesehatannya. 

Walaupun Perusahaan Lion Jump tidak didirikan oleh Jeno sendiri, namun laki-laki lulusan Massachusetts Institute Of Technology dengan jurusan Management Science itu, merasa cocok berkecimpung di dunia bisnis. Sehingga Kakek Jeno-Harry Atwijaya, mempercayakan perusahaan kepada Jeno yang sempat dipegang oleh Ayahnya Jeno juga. 

Dan benar saja. Jeno dapat mengelolanya dengan baik. Dia sering memberikan ide terkait produk, kenyamanan konsumen bahkan permasalahan di perusahaan, selalu Jeno selesaikan dengan tenang. 

Jeno juga selalu membantu karyawan untuk selalu mau belajar dan tidak takut memberikan ide gemilang padanya. Bahkan Jeno selalu terbuka menerima kritik dari para karyawan dan konsumennya. Hal itu membuat dirinya akan terus instropeksi diri dari pada selalu merasa benar. 

Sifat ramah dan pekerja keras itu dapat Jeno lihat dari kekasihnya-Manda. Walaupun Manda sudah ditawari untuk bekerja di perusahaannya, Manda tetap ingin bekerja di perusahaan Negeri. Hal itu tidak menjadi masalah bagi Jeno, asalkan Manda nyaman dan terus berkembang. 

Setelah Jeno selesai dengan pekerjaannya itu, dia pun menghampiri Manda dan Bi Yayu. Ikut merasakan angin yang menyentuh lembut kulitnya. 

"Pekerjaanmu selesai?" tanya Manda sambil memakan keripik. 

"Sudah. Aku hanya menyelesaikan masalah kecil tadi," jawabnya sambil mendekati Manda yang sedang berbincang dengan Nahkoda untuk memberikan makanan. 

"Bibi di dalam?" tanya Manda kepada Jeno. 

Sebelum Jeno menjawabnya, dia melihat ke kanan kiri kapal. 

"Sepertinya dia di dalam. Tadi dia berteriak denganku, haha" jawabnya. 

Jeno pun masuk lagi ke dalam untuk melihat apakah Bi Yayu yang merupakan pembantu rumahnya ada di dalam. Dan benar saja. Dia ada di pojok kursi belakang karena mabuk kendaraan. 

"Bibi?! Pakailah ini," kata Jeno memberikan jaket di punggungnya. 

Dengan tidak merasa jijik, Jeno membantu Bi Yayu untuk mengeluarkan semua rasa mual nya. 

"Ma-maaf, Tuan. Saya jadi merepotkan," katanya. 

"Tidak apa-apa, Bi. Manda! Manda! Tolong bantu aku!" pintanya. 

Manda pun dengan segera membantu Bi Yayu dengan membuatkan teh hangat. Pemandangan seperti ini, sering mereka lakukan. Membantu anak kecil yang mengamen, bahkan memberi beberapa rezeki mereka kepada kakek yang mengasong dagangannya. Sungguh serasi. Pasangan yang disukai makhluk langit akan kebaikan. 

"Bibi istirahat dulu, ya." Jeno menyelimuti Bi Yayu seperti kepada orang tuanya sendiri. 

Manda dan Jeno langsung memasuki tempat tidur masing-masing, setelah sama-sama membantu Bi Yayu yang sudah berumur 50 tahun itu. Wanita separuh baya itulah yang sudah membantu Jeno tumbuh dengan baik pula. Maka dari itu, sampai Jeno berumur 30 tahun, Jeno hanya ingin Bi Yayu saja yang menjadi orang tua kedua di sisinya.

Ombak juga semakin kasar menyapa kapal. Membuat semua orang di dalam merasa merinding. 

Jeno terbangun karena gerakan kapal yang sangat dahsyat. Dia pun segera melihat keluar. Namun, Jeno malah mendengar sesuatu yang berbahaya. Suara itu berasal dari perbincangan Nahkoda dan temannya. 

Mereka memang terlihat mencurigakan sejak Jeno naik kapal tersebut. Namun Jeno merasa harus melanjutkan perjalanannya karena Jeno sendiri sudah kenal lama dengan Nahkoda tersebut. 

Tapi kali ini berbeda. Jeno merasa akan ada yang tidak beres padanya juga Manda dan Bi Yayu. Dia pun berjalan menuju ruang tidur Bi Yayu untuk membangunkannya. Kemudian, untuk Manda, Jeno memberikan pesan yang mengatakan, bahwa dia harus segera mengemas barang seperlunya. 

"Bi, ayo! Di sini tidak aman. Aku akan membantumu," bisiknya. 

Bi Yayu sungguh mengerti dengan yang dikatakan Tuannya itu. Karena ternyata, bukan hanya Jeno saja yang menaruh curiga kepada Nahkoda itu. 

Setelah selesai dengan Bi Yayu, Jeno pun meminta Manda, untuk berkumpul di ruang tengah dengannya diam-diam. 

Hingga semua sudah berada di tempat itu, Jeno mengatakan yang membuat semua orang terkejut. Tapi tidak ada pilihan lain. Atau rencana Nahkoda itu akan berhasil. 

"Jeno, maksudmu kita harus loncat dari sini?" kata Manda dengan raut yang panik. 

"Tenang, Manda. Aku akan membuatmu aman. Jadi, tolong ikuti perintahku kali ini." 

Mereka pun sudah yakin dengan rencana Jeno yang tanpa cadangan itu. Karena tetap diam di dalam kapal ini, membuat mereka kehilangan harapan. 

"Ayo!" kata Jeno. 

Jeno sudah memandu Bi Yayu untuk bergiliran loncat ke laut. Sampai tersisa Jeno dan Manda, seorang Nahkoda baru menangkap aksi mereka itu. 

"Hey!" teriak Nahkoda itu. 

Suara panggilan itu, bagaikan malaikat maut yang siap melahapnya. Manda sangat merinding seakan mendengarnya, membuat seluruh tubuh gadis itu tiba-tiba bergetar dan memperlambat mereka untuk loncat. 

Di samping Nahkoda itu, seseorang menghampiri mereka. Namun tidak ada yang tahu jika dia sedang menyembunyikan pisau dan siap menancapkan kepada mereka. 

"Berhenti di sana! Jangan mendekati gadisku, atau hidupmu akan berhenti saat ini juga!" sentak Jeno, menampilkan urat yang timbul di sekitar kepala dan lehernya. 

Tidak ada seorang pun yang menyangkal bahwa Jeno sangat menakutkan kali ini. 

"Aku tahu niatmu dan hentikan sekarang!" perintah Jeno dengan mata yang membelalak. 

Sebelum menjawab perkataan Jeno, laki-laki itu berdiri sambil menangis tersedu-sedu. Dia merasa malu dan tak tega. Tapi dia merasa terpaksa melakukan ini. 

"Tuanku ... Maaf," lirihnya yang membuat Jeno bingung. 

"Jeno! Manda! Cepat loncat!" teriak Bi Yayu yang sudah meloncat lebih dulu. 

BRUGH! 

Kapal menabrak sesuatu. Dan saat Jeno melihatnya, kapal ini menabrak batu besar. Jeno tahu bahwa mereka sengaja. Dia ingin membantu Nahkoda dan laki-laki dihadapannya. Namun kapal lebih cepat menenggelamkan diri. Hingga Jeno hanya mampu mengalungkan tubuh Manda ke dalam air. 

"Argh! Kapalnya! Jeno!" teriak Manda sangat histeris. 

"Mundur! Kapal itu akan menindih kita!" perintah Bi Yayu. 

Dan saat kapal itu berhasil tenggelam sepenuhnya, tidak ada suara Jeno seperti yang diharapkan semuanya. 

avataravatar
Next chapter