webnovel

HIGH WALL BAB 2: HUKUMAN DI SEKOLAH

Di tengah lapangan dengan cuaca yang sangat panas, sekumpulan siswa sedang berlari untuk menjalani hukuman dari gurunya.

Ketika sedang berlari, mata Gentar tidak sengaja menatap seseorang yang sama persis seperti dirinya, Gentar bingung pasalnya mereka datang setengah jam yang lalu, berarti jika kakaknya di hukum pasti sudah selesai, tapi ini kenapa Guntur masih ada di lapangan.

Gentar pun menghampiri kakaknya yang sudah kelelahan, dengan rona wajah yang pucat, mata sayu dan keringat yang bercucuran.

"Lo pasti kena hukum gara-gara telat kan." Ejek Gentar.

"Kenapa lo kabur bego, gue jadi di hukum sendiri kan." Ucap Guntur dengan kesal.

"Hahaha mampus." Gentar.

"Terus lo kenapa di sini, mau bantuin gue di hukum, kalo iya makasih banget gue masih ada 50 puteran lagi." Guntur.

"Jangan kepedean jadi orang, gue disini juga lagi di hukum gara-gara anak curut, ngomong-ngomong emang lo di kasih hukuman berapa puteran? kok sisanya banyak banget." Gentar.

"100." Jawab Guntur.

"Buset gak kira-kira yang ngasih hukuman, yaudah sisanya gue aja yang lanjutin, muka lo udah pucet." Ucap Gentar khawatir.

"Nggak usah, lo selesain hukuman lo aja, 50 putaran bagi gue bukan apa-apa." Jawab Guntur sombong.

"Hmm." Jawab Gentar datar.

Gentar langsung melanjutkan larinya, dia kesal kepada kakaknya, padahal dia ikhlas menawarkan bantuan kepada Guntur tapi kakaknya itu malah menolaknya.

Sebenarnya Gentar sangat khawatir kepada Guntur, karena imun kembarannya itu sangat lemah tapi mendengar jawaban dari kakaknya tadi membuat Gentar kesal, ia tidak peduli jika kakaknya pingsan atau mengeluh sakit nantinya.

"Padahal tadi gue cuman bercanda." Gumam Guntur pelan.

Guntur pun ikut berlari melanjutkan hukumannya, walaupun tubuhnya sangat lemas ia harus bertanggung jawab atas kesalahannya. Jangan lupakan jika Guntur adalah siswa yang taat terhadap aturan.

Hukuman untuk siswa telat sebenarnya hanya 50 putaran, tapi Guntur harus menanggung hukuman adiknya karena Gentar langsung kabur sebelum guru piket datang.

"Gentar mau kemana lo." Teriak Guntur.

Gentar berlari dengan sangat cepat, baru saja Guntur mau menyusul Gentar tiba-tiba guru piket datang dengan membawa tongkat.

"Gentar jangan kabur! tetap berdiri di sana!" Teriak Guru piket saat melihat anak muridnya akan kabur.

"Maaf pak, saya Guntur bukan Gentar. Saya tidak akan kabur. Apapun hukumannya akan saya jalani." Ucap Guntur sambil menunduk.

Guntur takut karena ini pertama kalinya ia di hukum, jika ini bisa mempengaruhi nilai sekolahnya bisa-bisa ayahnya akan marah besar karena dirinya membuat kesalahan di sekolah.

"Tidak biasanya kamu telat." Ujar Guru piket bingung.

"Maaf pak saya ikut campur, tadi Gentar sudah lari menuju belakang sekolah." Pak satpam.

"Baik terimakasih atas infonya pak." Guru piket.

"Jadi apa hukuman buat saya pak?" Tanya Guntur.

"Sekarang kamu lari keliling lapangan sebanyak 50 kali dan karena Gentar kabur, kamu yang harus menanggung hukumannya, jadi totalnya 100 putaran." Perintah Guru piket.

Guntur ikhlas melakukannya, walaupun tadi mereka dihukum secara bersamaan, Guntur akan tetap melarang Gentar melakukan hukuman sebanyak itu, ia tidak mau adiknya tersiksa.

Gentar sudah menyelesikan hukumannya, sekarang dia dan teman-temannya sedang duduk di tepi lapangan.

"Eh guys muka si citra kaya kepiting rebus hahahaha." Ejek Gentar.

Darah panas yang ngalir di dalam tubuh Citra tiba-tiba mendidih mendengar ucapan Gentar.

"Kenapa? lo gak terima, ayo sini maju kalo berani." Tantang Gentar.

Citra langsung berlari, dan Gentar dengan Gesit melarikan diri dari amukan sang bendahara kelas.

"Hahaha kepiting rebus wleeee." Ejek Gentar.

"Awas ya lo, semua catatan bayaran kas lo gue coret. Biar lo bayar dari awal lagi." Ancam Citra.

Mendengar ancaman dari Citra, Gentar langsung berhenti berlari dan kembali ke tempat semula ia duduk.

"Sekali lagi lo bilang gue kaya kepiting rebus, habis lo sama gue!" Ujar Citra dengan nada mengancam.

"Iya deh iya, gue nyerah." Lirih Gentar.

Di lain tempat seorang pemuda tengah menyaksikan pemandangan yang sangat menyakitkan bagi dirinya.

Biasanya orang lain akan bahagia jika dekat dengan anggota keluarganya, tapi adiknya malah lebih bahagia bersama orang lain dibandingkan dengan dirinya.

Guntur baru saja menyelesaikan hukumannya, ketika akan berjalan ke kelas ia malah melihat sang adik sedang bercanda gurau dengan teman-temannya.

Ia iri kenapa orang lain bisa membuat Gentar tertawa tanpa beban sedangkan dirinya sangat sulit, bahkan hanya untuk mendekatinya saja tidak semudah yang dipikirkan.

Dengan perasaan sedih Guntur berjalan melewati Gentar dan teman-temannya, tapi tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Guntur, sini dulu sebentar."

Guntur berjalan dengan lesu menghampiri seseorang yang memanggilnya.

"Kenapa za?" Jawab Guntur tidak semangat.

"Lusuh bener muka lo, kaya habis di diemin pacar hahaha." Ejek Reza.

"Cepetan to the point." Jawab Guntur singkat.

"Buset datar amat tu muka, Pak Cahyo kemarin nitip pesan ke gue kalo minggu depan gue sama lo harus ikut olimpiade kimia, nanti jam istirahat ke-dua di suruh kumpul di lab kimia." Jawab Reza.

"Ok." Jawab Guntur singkat tanpa basa basi.

Guntur langsung pergi meninggalkan Gentar dan teman-temannya. Dia malas jika terlalu lama dekat mereka, semua itu hanya akan membuat dirinya semakin iri melihat kedekatan Gentar dan teman-temannya.

Sesampainya di kelas Guntur langsung menumpukan kepalanya di atas meja, kepalanya tiba-tiba berputar dan pandangannya sedikit kabur, Mungkin efek karena lari terlalu lama. Guntur berniat untuk memejamkan matanya sebentar.

Keinginan Guntur untuk mengistirahatkan tubuhnya pupus begitu saja, Gurunya yang cantik dan tegas tiba-tiba masuk. Guntur harus menahan pusingnya selama guru cantiknya itu selesai mengajar, jika Guntur tidak memperhatikan bisa-bisa dirinya akan mendapatkan pinalti point.

"Ok selamat pagi anak-anak, gimana pagi ini sehat semua kan?" Buk Guru.

"Sehat buuuuuu." Jawab semua siswa serentak, kecuali Guntur. Ia tidak mempunyai tenaga sedikitpun untuk menjawab gurunya, tubuhnya benar-benar lemas.

Di kelas lain, seorang pemuda sedang bingung dengan soal-soal yang ada di hadapannya, setelah melaksanakan hukuman tiba-tiba di atas mejanya sudah tersedia lembar kertas ulangan.

Hari ini hari tersial bagi Gentar, pasalnya sejak pagi kesialan terus datang, dari mulai berangkat kesiangan, kena hukuman dan sekarang ulangan dadakan. Sungguh hari ini benar-benar melelahkan.

Dengan asal Gentar mengisi kolom jawaban, ia tidak peduli berapapun nilainya nanti, yang penting dia bisa capat-cepat istirahat karena sejak pagi dirinya belum makan.

"Waktu tersisa 5 menit lagi, yang sudah selesai harap periksa lagi dan yang belum cepat isi semua soalnya, jika belum selesai di saat waktu habis, mau tidak mau kalian wajib mengumpulkan lembar jawaban, jika nilai kalian dibawah KKM saya tidak tanggung jawab." Ucap pak guru.

"Baik pak." Jawab semua siswa.

Gentar berjalan menuju meja guru. Dengan santai dia menyimpan lembar jawaban di meja gurunya.

"Gentar kamu sudah selesai? sudah di cek ulang? jika belum silahkan cek kembali."  Titah Pak guru.

"Sudah pak, saya sudah selesai." Jawab Gentar dengan ramah.

"Baik kalau begitu, kamu bisa istirahat sekarang, jam mengajar saya masih ada 15 menit lagi sebelum istirahat, jadi kamu mempunyai waktu cukup lama untuk istirahat." Ucap pak guru.

Dengan sopan Gentar berpamitan kepada gurunya untuk istirahat.

Dengan santay Gentar berjalan menuju kantin, tapi saat melewati kelas kakaknya ia melihat Guntur dengan wajah pucatnya.

'Keliatannya dia sakit, apa gue beliin dia makanan, toh karena gue juga kan dia harus kena hukuman dua kali lipat.' Monolog Gentar dalam hati.