webnovel

HIDE & SEEK

Sebuah hubungan petak umpet yang sudah diperjuangkan dengan keras menjadi sia-sia ketika harus tetap berakhir demi karir sang idola. Samira Lexa Gantari : Ksatria Elang Hadinata, prajurit gagah berani dengan semangat laksana matahari yang telah merampas sinarku. Menambah deretan luka dalam hidupku. Laki-laki yang membuatku kembali berhadapan dengan perasaan ditinggalkan dan kehilangan. Ksatria Elang Hadinata : Samira Lexa Gantari, dapat memikat perhatian banyak orang termasuk memikatku sejak pertemuan tidak sengaja di suatu hari itu. Gadis yang bersinar seperti matahari itu sudah ku hancurkan hatinya. Janjiku. Akan kubuat dia kembali bersinar seperti matahari. --- Cover : Pinterest

Dewa90_ · Urban
Not enough ratings
10 Chs

H & S | C h a p t e r - 0 7

Perlahan Samira membuka matanya. Birru dalam balutan baju koko putih dan sarung serta peci di kepala menjadi pemandangan yang Samira lihat pertama kali ketika matanya sudah terbuka. Pemandangan yang sudah biasa itu tetap saja membuat senyum Samira merekah.

"Birru?"

"Astagfirullah! Teteh ngagetin."

Samira tertawa kecil melihat Birru sampai berjengit. "Maaf, ya." Samira tersenyum lembut. Perlahan mengangkat kepala dari atas kedua tangannya yang dilipat di atas meja makan.

"Gak apa-apa, Teh."

"Jam berapa sekarang, Ru?" tanya Samira merentangkan kedua tangan ke atas. Melemaskan otot-ototnya yang kaku karena tidur dalam posisi yang tidak nyaman. Duduk di kursi kayu.

"Jam 4 lebih, Teh. Hampir subuh. Teteh sholat gak?"

Samira menggeleng. "Teteh lagi halangan. Birru udah bangunin Aydan belum?"

"Udah, Teh. Anaknya baru selesai mandi. Lagi pakai baju."

Samira mengangguk. Kedua sudut bibirnya berkedut menahan senyum. "Makasih, Birru." ucap Samira tulus melihat kertas-kertas yang miliknya sebelumnya berserakan di atas meja sudah Birru rapikan.

"Sama-sama, Teh."

"Aa' Birru. Aydan udah."

Baik Samira maupun Birru langsung menoleh hampir secara bersamaan ketika suara milik Aydan muncul sejurus dengan kemunculan sosok adik mereka itu di ruang makan.

"Teteh Sam?"

"Aigo." Samira terkekeh pelan menerima Aydan yang tanpa aba-aba langsung menghambur memeluknya.

"Teteh bobok disini lagi? Aydan bilang 'kan kalau bobok harus di kamar."

"Cerewet."

"Aa', ih!"

"Eh … Gak boleh sayang." Samira menurunkan tangan Aydan yang terkepal ke arah Birru. "Teteh ketiduran, Aydan." kata Samira sambil membetulkan letak peci di kepala Aydan yang sedikit miring ke kanan. "Masya Allah. Ganteng-ganteng adiknya Teteh." Samira menatap Aydan dan Birru secara bergantian.

"Iya, dong. Siapa dulu Teteh-nya."

Samira tergelak mendengar selorohan Aydan. "Berangkat sekarang, gih. Nanti terlambat jamaah sholat subuhnya."

"Iya, Teh. Berangkat dulu, ya, Teh."

Samira mengangguk. Tersenyum menerima uluran tangan Birru yang langsung mencium punggung tangannya. Diikuti Aydan setelahnya. Samira mengantar Birru dan Aydan sampai ke depan pintu rumah.

"Birru hari ini ada piket masjid, Teh. Jadi nanti pulangnya agak pagian."

"Oke." Samira mengangguk pelan membentuk tanda OK dengan menyatukan telunjuk dan ibu jarinya. 

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warahmatullah." balas Samira dengan suara lirih di ujung salamnya.

"Assalamualaikum, Teteh."

"Waalaikumsalam. Aydan jangan bercanda di masjid. Sholat yang bener seperti Aa'."

"Siap, Teteh."

Samira tersenyum melihat Aydan melambai-lambaikan tangan padanya. Seperti mau pergi jauh saja. Samira memperhatikan Birru dan Aydan yang berjalan semakin menjauh menuju masjid yang masih bisa terlihat dari posisinya sekarang yang sedang berdiri di teras rumah.

Samira tersenyum melihat Birru dan Aydan bergandengan tangan. Samira berkedip. Sedikit kaget dengan setitik air mata di kedua sudut matanya. "Ya ampun." Samira menghapus air matanya dengan punggung tangan kanan. Melihat Birru dan Aydan sudah sampai di masjid, Samira kembali ke meja makan. Mengambil laptop untuk disimpan di kamarnya lagi. 

Birru dan Aydan itu anak yang rajin. Yang setiap bangun tidur secara otomatis merapikan tempat tidur mereka masing-masing. Dan karena ukuran rumah yang tidak besar membuat Samira tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan acara beres-beres rumah.

Samira meletakkan super pel flat ultra mop di sudut dapur. Langsung ke kamar mandi yang letaknya masih di satu area dapur juga. Samira membersihkan badannya dengan air dingin. Mana ada di rumahnya kran untuk air hangat. Kalau mau mandi air hangat harus rebus air dulu. 

"Teteh? Assalamualaikum. Teh?"

Samira yang baru kembali dari menjemur handuk di tiang jemuran lipat aluminium yang diletakkan di sisa lahan di area belakang rumah langsung menoleh ke arah dalam rumah, arah suara Aydan berasal.

"Teteh? Aydan pulang, Teh."

"Waalaikumsalam." jawab Samira langsung tersenyum kecil melihat Aydan sudah tidak lagi memakai peci dengan posisi sarung yang diselempangkan di bahu kanan menyilang ke kiri.

Kali ini, Samira terlebih dahulu menerima uluran tangan Aydan yang langsung mencium punggung tangannya dengan khidmat. Tersenyum mencium kening, lalu ciumannya turun ke kedua pipi Aydan. Samira mencium kedua pipi Aydan yang seperti bakpao dengan gemas membuat bocah 6 tahun itu terkekeh menggeliat geli.

"Geli, Teh."

Melepaskan Aydan, Samira menerima uluran tangan Birru yang sama seperti Aydan, Birru mencium punggung tangannya dengan khidmat juga. Samira berjinjit untuk mensejajarkan tingginya dengan tinggi Birru yang lebih tinggi darinya. Samira mencium kening Birru. ABG satu itu selalu protes kalau dicium di pipi. Dasar. Samira tersenyum.

"Ganti baju dulu, gih. Teteh buatin sarapan. Kita sarapan sama-sama."

"Teteh gak kerja?" 

"Enggak." Samira tersenyum pada Birru sambil geleng kepala. "Yaudah gih. Sana ganti baju dulu."

"Iya, Teh." Birru mengangguk. "Aydan. Ayo. Ganti bajunya dulu baru nonton TV."

"Iya, Aa'."

Samira terkekeh melihat Aydan berjalan ogah-ogahan mengikuti di belakang Birru. Menuju dapur, Samira mengeluarkan semua bahan-bahan untuk masakannya dari kulkas. Samira berniat membuat nasi goreng sosis yang tidak membutuhkan waktu banyak.

"Ada yang bisa Birru bantu gak Teh?"

Samira yang baru saja menjatuhkan cangkang telur ke dalam keranjang sampah langsung menoleh. Dan tak lupa menganggukkan kepalanya juga. "Tolong ambilin Teteh kecap manis di warung, ya, Ru. Yang disitu, udah habis." Samira mengedikkan dagu ke arah rak bumbu sederhana dari kayu bekas buatan tangan Birru sendiri.

"Iya, Teh."

"Eh, eh, eh. Ru, Birru?" 

"Iya, Teteh. Ada apa, Teh?"

Samira terkekeh pelan melihat Birru yang hanya menyembulkan kepala dari balik tembok pemisah di antara ruang tengah dan dapur. "Gak usah dibuka warungnya."

"Loh?" Birru bergeser dari balik tembok. Berdiri menatap Samira dengan kernyitan di dahi, merasa heran dengan ucapan Samira. "Kenapa gitu, Teh?"

"Teteh mau ngajak Birru sama Aydan pergi soalnya." terang Samira melirik singkat ke arah Birru tanpa menghentikan gerakan tangan kanannya yang sedang membolak-balikkan nasi goreng di dalam wajan supaya tidak gosong.

"Pergi? Pergi kemana, Teh?"

"Surprise?" Melirik Birru yang sedang menatapnya penasaran, Samira langsung mengulum senyum. "Sekarang tolong Birru ambilin Teteh kecap manis dulu. Keburu kematengan nasi gorengnya" ucap Samira dengan kedua alis menaut karena kepulan asap dari nasi goreng mengenai wajahnya. 

"Iya, Teh."

Dengan satu tangan memegang wajan, sedangkan yang satunya lagi memegang … spatula atau … sutil stainless steel, Samira melongok ruang tengah dimana ada Aydan yang sedang duduk bersandar pada tembok memeluk bantal dengan kaki bersila.

"Aydan?"

"Iya, Teteh?"

Samira tersenyum melihat kedua alis tebal Aydan terangkat naik. 

"Sarapannya udah jadi, ya, Teh? Aydan udah laper."

Samira mengangguk. "Sini. Sarapan dulu. Kecilkan suara TV-nya."

"Iya, Teh."

"Ini, Teh."

"Bisa barengan gitu." kekeh Samira. "Maaf, ya." Samira menerima  kecap manis sachet dari Birru. "Makasih, Birru."

"Sama-sama, Teh."

"Kok, lama cuma ambil kecap manis, Ru?" tanya Samira sambil menuangkan kecap manis ke atas nasi goreng secara memutar. Samira menoleh pada Birru yang sedang mengambil duduk di kursi tepat di samping kursi yang sedang diduduki Aydan.

"Oh, itu. Tadi Tante Lastri bayar bon yang kemarin, Teh. Sekalian beli kopi." 

Samira yang sedang memindahkan nasi goreng yang sudah matang dari wajan ke atas piring hanya mengangguk saja. Samira membagi nasi goreng menjadi 4 porsi tidak sama banyak. Untuk Aydan porsinya lebih sedikit dari 3 porsi lainnya.

"Yang biasa aja, dong lihat nasi gorengnya, Dan." ledek Birru sambil menoel pipi Aydan.

Samira melirik ke arah Aydan yang sudah berubah menjadi cemberut. Tawa kecilnya pecah melihat Aydan sampai mengerucutkan bibir. Kesal dan langsung melengos.

"Teteh, lama lagi, ya? Perut Aydan bunyi."

"Sebentar lagi. Aydan sabar, ya."

"Gembul. Gak sabaran lagi."

"Aa' dosa. Jangan godain Aydan terus."

"Masa?"

"Iya."

"Dosa itu kalau yang Aa' godain perempuan. Kalau kata Pak Ustad, bukan muhrim. Kalau godain Aydan, mana dosa."

"Kenapa gitu?" tanya Aydan tidak terima.

"Karena kalau Aa' godain Aydan, Teteh pasti ketawa. Bikin Teteh seneng itu pahala."

Samira cekikikan dengan kepalanya geleng-geleng. Bisa saja Birru itu. 

"Iya, gitu, Teh?"

"Ya enggak, dong." jawab Samira yang sedang berjalan ke meja makan dengan dua piring di masing-masing tangan. "Ayo, sarapan dulu." Samira meletakkan piring di atas meja tepat di depan Birru dan Aydan.

Samira kembali ke dapur lagi. Mengambil minum setelah meletakan dua piring nasi goreng terakhir di atas meja makan. 

"Nasi goreng buat siapa, Teh?"

"Hah?" Samira menoleh ke belakang. Mengalihkan pandangannya mengikuti arah telunjuk Birru menunjuk. "Oh, itu. Ada lah. Orang kaya berkedok orang miskin, Ru."

"Gimana, Teh? Birru gak nangkep."

"Nanti Birru tahu sendiri."

"Gitu, Teh?"

Samira mengangguk. Dan sedikit lagi bokongnya sudah akan mendarat di permukaan kursi, namun suara teriakan keras dari arah luar rumah menghentikan Samira lebih dulu. Samira kembali berdiri.

"Sam!"

Tbc.