1 I. Malam yang dingin

Malam ini begitu dingin angin kencang masuk menghantam kulit ku yang hanya terbalut baju tipis, kulihat rembulan yang begitu terang sembari mengoleksan obat di luka luka ku teringat kejadian hari ini bagaimana ayahku memukul ku hanya karena aku menumpahkan minuman pelanggannya. kahidupan ku dulu tidak begini dulu kami tinggal di perkotaan dengan menghuni rumah yang besar dengan sebuah titel yang terpandang, tawa yang dulu sering ku dengar kini mejadi hujan tangisan yang tak kunjung reda.

Semenjak ibu ku tiada ayah berubah menjadi orang yang takterkendali amarahnya selalu meluap luap, ia bahkan menghabiskan seluruh harta peninggalan ibu ku untuk minum minum dan berjudi. yang membuat kami harus berakhir di tempat yang seperti kandang tikus ini.

setiap hari aku harus membantunya

menggurus bar kecil miliknya, dimana orang orang yang datang membuat ku mual dengan aroma tubuh mereka yang mengerikan. menyadari ini tempat matapencaharian kami membuat ku bekerja dengan keras.

kegelapan malam telah usai kini berganti menjadi pagi yang terik, seperti biasa aku harus membeli bahan bahan untuk di masak ke pasar. berjalan dari tempat ku menuju pasar desa, tidak terlalu jauh hanya saja terik cahaya matahari membakar kulitku padahal ini masih pagi. pasar dengan orang yang penuh berdesakan membuat ku harus menghabiskan energi hanya untuk membeli beberapa potong ikan dan sayuran.

Inila desa tempat ku tinggal dimana kebanyakan orang orangnya tidak berpendidikan dan kasar mementingkan keinginan daripada ketertiban. Sesampai di rumah aku memasak bahan makanan yang ku beli dan pergi ke bar tempat ayah berada sembari membawa makanan yang telahku persiapkan. kring,, bunyi lonceng pintu menandakan orang masuk " Merina cepatla kemari" aku datang menghampiri ayahku yang sedang mengelap gelas gelas kaca dengan sebuah kain.

" Ada apa ayah, apa yang membuat ayah sangat bersemangat? " tanya ku sambil menghidangkan makanan yang ku bawa

" Ini lihat ayah sudah mendaftarkan mu sebagai pekerja migran di kerajaan seberang" gumamnya sambil menyodorkan secarik kertas

aku bahkan tidak mengambil kertas yang di berikanya " aku tidak mau" bentakku

menatap sorot tajam matanya mengartikan

" ini bukan sebuah pilihan melaikan sebuah perintah"

"kau tau betapa sulitnya hidup kita saat ini kan" sorot matanya semakin berapi api

"gara gara siapa hidup kita berakhir seperti ini kalau bukan karena ayah yang seperti orang gila terus menghamburkan uang"

kata kata itu mencuat dari fikiran ku berusaha untuk keluar dari mulutku.

" kau harus pergi minggu depan merina, bersiapla" gumamnya pergi meninggalkan ku.

memberontak bukanla hal yang bagus fikirku

aku tau karakter ayahku aku tau dia tidak akan perna mengalah dan aku tau bagaimana dia akan menyelesaikan sebuah masalah aku hanya perlu waktu yang tepat.

pelanggan satu persatu mulai berdatangan, dengan aroma yang khas para pria paruh baya ini memesan makanan dan minuman yang kami jual. suara gaduh terdengar di mana mana memecah fokusku. langit semakin gelap angin dingin mulai menerjang menandakan malam telah larut, aku membereskan piring dan gelas yang kotor sembari mengelap meja ayah juga melakukan hal sama. dalam kesunyian kami berjalan menuju rumah tak sepatah katapun keluar dari mulutnya aku yang berjalan di belakangnya hanya memandangi punggungnya yang kini tak tegap dan berisi.

memikirkan keadaan saat aku pergi meninggalkanya nanti, bagaimana hidupnya tanpa aku di sisinya siapa yang akan membantunya ketika dia kelelahan kekhawatiran itu merayap di benakku

malam ini sama dinginya seperti malam kemarin dengan angin yang tidak terlalu kencang berhembus di cendela kamarku kulihat kesunyian malam mencekam terasa seperti kesunyian di dalam ruang gelap hatiku.

avataravatar
Next chapter