webnovel

Hidden Place

Ini membingungkan.Tiba-tiba saja dirinya sudah berada disuatu tempat yang tak pernah dikenalnya. Padahal, Reina harus kembali. Harus. Secepatnya. Karena tubuhnya saat ini sedang berada diambang hidup dan mati.

Joyya_11 · Fantasy
Not enough ratings
2 Chs

1. Koma

Cup

Yuan sekejap mematung diperlakukan begitu dalam keramaian. Teman pacarnya sendiri memang gila, bahkan tindakannya ini sudah termasuk keterlaluan. Baru saja emosinya akan dia tunjukkan sebagai tanda tidak terima, teriakan gadis dibelakangnya berhasil mengubah kemarahan tadi menjadi rasa bersalah yang luar biasa.

"YUAANN!!"

Bahu gadis itu naik-turun, tangannya mengepal, pertanda dia berusaha meredamkan agar amarahnya tidak jadi tontonan umum. Pria tadi berbalik, memandangnya dengan sorot memohon bahwa semua ini tidak benar namun sia-sia gadis itu sudah terlanjur terluka lalu pergi begitu saja.

"REIN!" Teriaknya sambil beranjak menyusul gadis tadi, tetapi langkahnya seketika ditahan.

"Kamu mau kemana?! Aku cinta kamu, Yuan. Please, jangan tinggalin aku."

Yuan menghempaskan pegangan gadis bernama Lyn secara kasar. "LEPASIN GUE!!"

Lyn berusaha menahan Yuan dengan menarik bajunya, namun tepisan dari tangan sang pemilik berhasil membuatnya lepas. Dia kemudian menangis. Memanggil-manggil nama Yuan berharap keajaiban pria itu bisa berbalik, dan itu mustahil rasanya.

Rein tak menyangka pengkhianatan ini bisa terjadi. Teman dan pacarnya sendiri tega berbuat begitu kepadanya. Ternyata ini, kado indah yang telah dipersiapkan Yuan sebagai kejutan?

Cih!

"Dasar pria brengsek!" Umpatnya disela tangisan.

"Reina! Berhenti!"

Gadis sedikit tersentak, tak mengira si brengsek itu akan mengejarnya. Tak mau lebih terluka dalam lagi dengan melihat wajah Yuan atau pendalihan penuh dusta, Rein terus berlari menerobos orang yang lalu-lalang sampai sedetik kemudian semuanya berubah–

Ckittt

Brakk

Orang-orang menjerit melihat kerasnya tubuh Rein menghantam pembatas jalan. Kepalanya terbentur, dan terpental sejauh 2 meter. Bahkan Yuan sendiripun seketika lupa bagaimana cara bernapas karena dadanya begitu sesak. Gadis yang begitu dia cintai merenggut nyawa tepat di hadapannya.

"REINNAA!!"

***

"KAMU APAKAN ANAK SAYA?!! MENGAPA DIA BISA BEGINI?!–

"Reina kecelakaan om, pelakunya melarikan diri. Maaf om, kejadi–

"MAAF-MAAF!! MEMANGNYA MAAF KAMU BISA NGEBALIKIN KEADAAN ANAK SAYA SEPERTI SEDIA KALA? HAHH?!!"

Perempuan paruh baya yang sedari tadi berdiri di depan pintu ICU merasa iba tatkala pacar dari anaknya terkena sasaran empuk sang suami, jujur dia begitu terpukul saat menerima kabar anak semata wayangnya kecelakaan tapi menurutnya bukan berarti mereka bisa menghakimi orang tanpa belum tahu kejelasannya.

Dengan lembut tangan meraih lengan sang suami, menggandengnya dan menuntun agar suaminya bisa duduk di kursi tunggu yang berseberangan.

"Ma, seharusnya papa saja yang di dalam sana, menggantikan semua kesakitan Reina. Reina anak yang baik, Ma. Reina salah apa hingga harus mengalami hal seperti ini?"

Perempuan itu menggenggam jari-jemari suaminya, "Pa, betul kata Papa, gadis kecil kita memang anak yang baik. Mungkin ini peringatan Tuhan bahwa kita sebagai orang tua terkadang lupa ada hal yang lebih berharga daripada sekedar pekerjaan kita, Pa."

Menyesallah Maldi–ayah kandung Reina–mendengar tutur istrinya, selama ini mereka terlalu sibuk bekerja sampai jarang memperhatikan anaknya. Meskipun begitu, Reina tetap selalu menyambut dengan tangan terbuka kapan kiranya perhatian dari orangtuanya seperti dimasa kecil akan kembali lagi. Dia percaya akan ada suatu hal yang bisa membuat kedua orangtuanya berubah. Dan lewat kecelakaan inilah jawaban doa dan teguran dari Tuhan terjadi secara bersamaan.

"Ma, daya tahan tubuh Reina sedari kecil memang sudah lemah–" suara Maldi terdengar lirih selanjutnya, "–yang Papa takutkan bagaimana kalau gadis kecil kita tidak, ku–kuat?

Sera tersenyum miris, bisa saja apa yang dikatakan suaminya benar. Sera tetaplah Sera. Dia harus terlihat kuat agar pria yang disampingnya ini tidak semakin down, mengingat hatinya lebih rapuh dari dirinya. Dengan mengusap punggung tangan suaminya dia berusaha menyalurkan ketenangan bahwa semua akan baik-baik saja. Walaupun dimata manusia sebuah kemungkinan itu kecil bahkan mustahil, percayalah tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.

Cklek

Pintu ICU terbuka. Sontak mereka bertiga bergegas menghampiri dokter yang baru saja keluar. Semoga saja kaki mereka kuat, untuk menopang badan yang sewaktu-waktu bisa limbung manakala kabar terburuklah akan dinyatakan sang dokter.

"Keluarga pasien Reina?"

"Ya, saya ayahnya dok."

Dokter menatap mereka satu-persatu, sembari menarik napas dalam-dalam. Berat rasanya untuk mengatakan.

Dokter memegang kedua pundak Maldi, "Pak, maaf–

Jantung Yuan rasanya ingin berhenti ketika mendengar permintaan maaf. Biasanya jika dokter sudah berkata demikian, itu tandanya–

Tidak. Tidak mungkin.

Ingatannya seperti terputar kembali tepat dimana sebuah janji kecil dapat membuatnya nyaman.

"Kamu mau berjanji akan selalu ada disampingku?" Tanya Yuan dengan menyodorkan jari kelingkingnya.

Reina menggeleng lalu menundukkan kepalanya. "Aku tidak bisa berjanji akan selalu disampingmu–"

Yuan sedikit terluka dengan pernyataan itu, hampir saja dia menekuk jari kelingkingnya kembali namun kelingking  Reina sudah tertaut disana membentuk sebuah janji.

"–tapi aku akan kupastikan hatiku selalu bersamamu."

Dan sekaligus tertohok.

Reina, kamu jangan ingkar janji ya?

"Reina, selamat kan dok?" Sebaris pertanyaan tiba-tiba meluncur dari mulutnya.

"Reina koma."