webnovel

Hi Psycho? I Love You!

Alana Putri Grafenda Alatas adalah seorang gadis SMA yang harus menjadi tulang punggung untuk sang nenek. Sebab sejak kecil, kedua orang tuanya telah meninggalkannya karena sebuah kecelakaan. Sehingga sang Neneknya lah yang merawatnya sampai ia tumbuh menjadi gadis SMA yang sangat cantik. Namun hingga suatu hari, Alana yang telah jatuh hati pada sesosok pemuda tampan bernama Tao Hwen Alsky. Alana tak mengetahui bahwa seseorang yang telah membuat Alana meleleh akan sikap dinginnya adalah seorang Psychopat. Lalu jika Alana mengetahui bahwa Tao adalah seorang Psychopat, apakah Alana akan tetap jatuh hati padanya? Atau kah Alana akan berpindah ke lain hati? Jadi ikuti terus kisah cinta Alana dan Psychopat tampan, Tao!!!

KimMomo · Fantasy
Not enough ratings
5 Chs

Bab 4 - Bertemu Lagi -

Keesokan harinya...

'Kring, kring, kring'

Bunyi alarm ku pun telah berdering, sehingga itu membuatku harus terbangun dari mimpi indah ku di pulau kapuk.

Huufttt sungguh menyebalkan. Batin ku yang sembari merenggangkan otot otot kecilku.

"Alana, ayo bangun. Apa kau hari ini libur bekerja?", kata seseorang di luar kamarku.

Aku pun bergegas tuk bangun dari dudukku, " Iya, Nek. Hari Alana bekerja kok, ini Al akan pergi mandi"

"Baiklah kalau begitu, Nenek akan siapkan sarapan untuk mu. Jadi cepatlah mandi" titah Nenekku

"Siaaap Ibu negara", Nenek pun terkekeh mendengar ocehan ku yang menyebutnya sebagai 'Ibu Negara'

Dan selepas itu aku pun bergegas tuk menjalani ritual pagi ku. Jika tidak aku kan terlambat masuk bekerja, sebab hari ini adalah hari libur sekolah ku. Sehingga aku pun memanfaatkan waktu libur ku tuk bekerja mencari pundi-pundi rupiah. Ya begitulah kehidupanku, kehidupan yang begitu keras di kota Jakarta.

Dan Beberapa menit kemudian, aku pun telah selesai dengan semuanya. Kini terduduklah aku di samping sang wanita tua, ya dialah Nenekku tersayang.

"Oh ya kemarin ada yang mencari Alana? Tapi Nenek bilang kalau Alananya sedang bekerja?" celetuk Nenek sembari meletakkan sepiring nasi goreng untukku dan untuk nya juga.

"Si Gisella kah? Tapi kalau Gisell, biasanya dia langsung ke kedai kalau dia butuh sesuatu. Nek!" kata ku yang akan menyantap nasi goreng itu.

Namun Nenek dengan cepat menggelengkan kepalanya, "Bukan dia, kalau si Gigi mah Nenek sudah hafal. Tapi kemarin si anak laki-laki yang mencari mu. Apa dia kekasih Alana? Dia sangat tampan sekali!"

'Uhuk, uhuk, uhuk', aku pun seketika tersedak.

Dan Nenek ku sontak memberiku segelas air putih untuk meredakan sedakannya. Lalu dengan cepat, aku bergegas meminumnya.

"Nenek yang benar saja, mana ada Alana punya kekasih. Yang ada Alana malah pusing sama yang namanya pacaran" celetukku.

"Ya siapa tahu saja kau diam diam sudah memiliki kekasih" cibir Nenek padaku

"Alana masih belum memikirkan hal itu, Nek. Dan yang perlu Alana pikirkan itu kesehatan Nenek_"

"Oh ya, nanti sore Nenek harus cek up kan. Nenek tunggu Alana pulang bekerja ya, setelah itu kita ke rumah sakit" sambung ku yang mengalihkan pembicaraan.

Nenek yang mengerti bahwa aku tengah mengalihkan pembicaraan, kini raut wajah sang Nenek berubah menjadi sendu. Dan itu dapat ku lihat dari mata indah nan berkeriput disana.

"Seharusnya Alana tidak perlu bekerja sekeras ini untuk pengobatan Nenek. Tanpa obat Nenek masih sehat kan, masih bisa menemani kamu setiap hari. Sebaiknya uang Alana tabungkan saja untuk tambahan biaya masuk Universitas favorit Alana" celetuk Nenek sembari mengusap lembut rambut ku.

Mendapat usapan itu, aku pun langsung menarik tangan keriput itu. Lalu ku usap lembut sembari berkata, "Nenek tenang saja, jangan khawatirkan biaya masuk Universitas favorite Alana. Sebab, Alana akan mengambil jalur beasiswa. Nenek cukup doakan saja Alana lulus dengan nilai Cumloute"

"Baiklah kalau itu mau Alana, tapi Alana harus ingat jangan sampai kelelahan. Jika Alana lelah, lebih baik Alana ambillah hari libur sejenak ya"

Aku pun yang mendengar itu seketika mengangguk paham.

"Ya sudah kalau begitu, cepat habis kan sarapan pagi nya. Sebentar lagi akan pukul 7 pagi loh", dan tak lama aku pun sontak melanjutkan kegiatan sarapan pagi ku yang sempat tertunda akan pertanyaan sang nenekku.

Siapa ya yang datang kerumah ku, atau mungkin si Tao. Tapi bagaimana mungkin si Tao tahu alamat rumah ku. Hahah memangnya dia Psycho gitu, ada ada saja kau itu Alana. Arrrght kenapa kau malah mengingat si mesum itu sih. Batin ku yang tiba-tiba saja teringat akan si Tao.

.

.

.

"Who are you? Cause you're not the girl. I fell in love with, baby"

"Who are you? Cause something has changed. You're the same, i hate_", Senandung bernyanyi ku pun seketika terhenti. Ketika ku tak sengaja melihat seseorang yang tengah berdiri tak jauh dari kedai milik Kak Samuel sembari memperhatikan kegiatan Kak Sam di dalam sana.

Aku pun sontak turun dari sepeda mini ku, lalu menuntun nya berjalan kearah orang itu.

"Kau sedang apa? Apa kau ingin makan sesuatu di dalam sana. Mungkin aku bisa memesankannya untuk mu. Sebab aku juga karyawan di sana.", seseorang itu pun seketika menengok.

Deg!!!

"T-Tao?", betapa terkejutnya aku mendapati orang itu adalah Tao. Si mesum yang telah mengambil first kiss ku.

"K-Kau sedang apa di sini?" kata ku sembari menetralkan degub jantung ku yang tiba-tiba saja bekerja tak karuan sejak kejadian itu.

Namun bukannya menjawab, Tao seketika berlalu dari hadapanku.

"Hey, kau mau kemana?" teriak ku yang sia sia, sebab ia tak menggubris ucapanku lagi.

Melihat itu, aku pun sontak membuang nafas beratku.

"Apa dia marah dengan ku karena ku acuhkan waktu itu!" celetukku yang begitu sendu.

Tak lama seseorang memanggil namaku di ambang pintu kedai itu, "Ah? Kak Sam?"

"Kamu tadi bicara dengan siapa? Kok aku lihat sepertinya kamu di cuekin" tanya Kak Sam yang tiba-tiba .

Mendengar itu, aku pun seketika menyengir sembari menggaruk tengkuk leherku yang tak gatal disana.

"Ah? dia teman baru Alana di sekolah kak. Tapi ya gitu, dia dingin sekali sikapnya. Mungkin baru kenal kali ya kak"

"Wah benarkah? Siapa namanya kalau boleh tahu?", Kak Sam yang begitu antusias mendengar bahwa aku memiliki teman baru.

"Emm kalau tidak salah sih Tao Hwen Alsky kak" kataku

"What?T-Tao?" kejut Kak Sam yang seperti mengingat seseorang, tapi entah siapa. Sebab itu terlihat jelas dari raut wajah tampan Kak Sam begitu syok.

"Kakak kenapa? Kok syok gitu? Kakak kenal dia kah? Tapi dia pindahan dari China loh kak. Kakak kan dari Indo"

Dengan cepat Kak Sam menggelengkan kepalanya, "Ah? T-Tidak ada apa apa kok. Hanya saja setelah mendengar nama itu, aku teringat dengan seseorang. Sebab nama depan mereka hampir sama. Hahahh lucu ya"

"Eoh? Iya kah? Apa dia kekasih Kak Sam?", jiwa penasaran ku pun mulai bergejolak.

Mendengar itu Kak Sam pun terkekeh akan sifat keingintahuan ku muncul, "Bukan lah, tapi dia adik kecil ku"

"Wah kenapa Kaka baru bilang, kalau Kak Sam memiliki adik kecil!" protesku.

Kak Sam kembali terkekeh, "Hahahah salah sendiri kamu tidak bertanya"

"Iya juga sih, lalu sekarang dia dimana? Kok aku tidak melihat Adik kecil Kakak bersama Kak Sam di rumah Kakak!" Aku pun seketika tersadar akan ucapannya di beberapa menit yang lalu.

"Mungkin sekarang dia bersama dengan Nenekku di luar kota. Sebab aku jarang pergi kesana" alibi Kak Sam.

"Oh begitu ya, Jadi bagaimana kalau kita berlibur disana. Sekalian Kak Sam bisa temu kangen gitu sama dia" saran ku yang membuat Kak Sam kembali terkekeh.

"Kapan-kapan ya kita kesana_"

"Jadi ayo kamu ganti bajumu dengan seragam, Jika tidak kamu ingin ku potong gaji mu selama 1 bulan" sambung Kak Sam yang sedikit menggodaku.

"Oh jangaaaaaan kak", aku pun seketika berlari masuk ke dalam kedai milik pemuda tampan bernama Samuel Alexander itu. Sebab aku tidak mau gaji bulanan ku harus terpotong hanya karena sebuah seragam kerja.

Oh, tidaaaak!!. Batin ku yang menjerit jika itu benar benar akan terjadi.

Dengan sebalnya, aku pun dapat mendengar Kak Sam tertawa akan ulah ku beberapa menit yang lalu.

Tanpa terasa Waktu pun begitu cepat berlalunya, kini waktu telah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Sehingga membuatku teringat akan cek up Nenek hari ini.

'Tok, tok, tok' suara ketukan pintu ruangan Kak Sam yang ku hasilkan.

'Masuk aja' sahut Kak Sam dari dalam ruangan.

Dan tak lama kemudian, kaki kecilku pun perlahan-lahan mulai memasuki ruangan milik Kak Sam.

"Eh Alana? Ada apa?" tanya Kak Sam yang seketika menghentikan kegiatan mengetiknya di sebuah laptop.

Aku pun kini telah terduduk manis di hadapan Kak Sam.

"Emm Kak Sam, jam kerja Alana apa bisa selesai sampai disini? Lana harus mengantar Nenek ke rumah sakit untuk cek up Kak!" celetukku yang sedikit merayu Kak Sam agar aku dapat pulang lebih cepat, sebab hari ini aku sudah janji dengan Nenek tersayangku.

"Baiklah kalau gitu. Apa perlu aku antar ke rumah sakit?" tawar Nenek pada ku.

Dengan cepat aku pun langsung menggeleng, "Ah? Tidak usah Ka, lebih baik Kak Sam di kedai saja. Takutnya nanti banyak pelanggan, kan hari ini sedang weekend!"

"Iya juga sih, tapi padahal aku ingin mengantarkan Nenek juga" kata Kak Sam dengan nada sendu.

Mendengar itu aku pun seketika mendengus kesal, "Kak Sam!!"

"Iya iya, kalau begitu hati-hati ya di jalan. Jika nanti ada apa apa cepat hubungi aku ya, Lana!" pintanya

Aku seketika menggangguk dengan cepat, "Siap Pak Bos Sam, hehehe"

"Ya sudah sana ganti baju nya"

"Huum"

Dan selepas itu aku pun bergegas berganti pakaian terlebih dahulu sebelum ku kembali ke rumah sederhana ku.

Tak butuh waktu lama tuk ku berganti pakaian, mungkin hanya 10 menit saja ku mengganti seragam kerja ku dengan baju harian ku.

"Kak Sam dan semuanya, Alana pamit pulang dulu ya. Bye" pamit ku pada mereka. Dan setelah itu, aku pun mengayuh cepat sepeda mini ku tuk kembali ke rumah sederhana ku.

.

.

.

Rs. Indah Medika, Jakarta.

"Nyonya Agustin, dimohon untuk masuk ke dalam ruangan", seorang suster tengah memanggil nama Nenekku untuk bergegas melakukan cek up hari ini.

"Baik Sus" kata ku yang langsung membantu Nenek tuk berjalan. Sebab tulang kakinya tiba-tiba saja merasa nyeri, sehingga membuatku merasa iba akan kondisi Nenek semakin lama semakin lemah. Apa mungkin ini adalah faktor usia nenek yang semakin menua.

"Pelan-pelan, Nek" pinta ku pada Nenek, dan dengan bangganya beliau pun tersenyum.

"Terima kasih ya Alana, kamu rela membantu untuk orang tua seperti ku ini" celetuk Nenek.

"Haahah tidak masalah, Nek!!" kataku sembari ikut tersenyum.

Selepas itu Nenek ku pun melakukan pemeriksaan pada tulang dan sendinya bersama dengan dokter Hana.

Dan apa kalian tahu? Nenek ku yang saat ini berusia lanjut, kini tengah mengidap penyakit Artritis ( Atau yang lebih tepatnya peradangan pada sendi-sendi) yang sering terjadi pada usia lansia. Dan Artritis dapat menyebabkan nyeri sendi serta kekacauan pada sendi yang dapat memburuk seiring bertambahnya usia.

10 menit kemudian...

15 menit kemudian...

1 setengah jam kemudian..

Pada akhirnya pemeriksaan pada tulang dan sendi Nenek ku pun telah usai.

Dan Dokter Hana yang setia membantu pengobatan Nenekku itu pun, kini Beliau telah memvonis bahwa peradangan Nenek ku semakin lama semakin parah serta terdapat penyakit baru yang perlahan lahan akan menyerang di usia lanjutnya.

Ya sebut saja itu Presbikusis ( Atau yang lebih tepatnya dengan gangguan pada pendengaran manusia) dan Alzheimer ( Sebuah penyakit lansia yang cukup serius dimana kemampuan dalam mengingat dan berpikir akan rusak).

Sehingga itu membuat Nenekku harus memerlukan penanganan yang lebih serius lagi. Tapi apalah dayaku yang hanya seorang pelajar dan pekerja paruh waktu di sebuah kedai, harus rela merogoh koceh yang begitu besar hanya untuk sebuah pengobatan.

'Tap, tap, tap'

Oh tuhan, apa tak ada jalur alternatifkan untuk Nenek ku. Batin ku yang menatap sendu sang wanita tua di brangkar ruang pemeriksaan.

"Ayo, Nek. Kita tebus dulu obat untuk Nenek, setelah itu pulang" kata ku sembari membantu Nenek tuk turun dari brangkar.

"Ah iya. Lalu tadi kata Bu Hana, bagaimana? Apa sudah membaik?" tanya Nenek pada ku.

Deg!!!

Aku pun seketika mengangguk. Lalu beralibi, "Ya, kata Bu Hana kalau radang sendi Nenek sudah membaik kok. Tapi untuk mencegah kambuh lagi, Nenek harus rutin obatnya_"

"Jadi ayo, kita tebus obatnya dulu. Lalu kita pulang"

Nenek yang masih bisa mendengar ucapan ku, beliau pun seketika mengangguk paham.

Setelah itu aku dan Nenek pun perlahan-lahan berjalan ke apotek yang tak jauh dari rumah sakit.

Dan sesaat kami akan sampai di sebuah apotek. Tiba-tiba saja dari arah pintu keluar Apotek, 'Bught'

'Piiaaar'

Seseorang tak sengaja menabrak bahu kanan ku hingga kami sedikit terhuyung dan terjatuhlah sebuah bungkusan yang berisikan seperti botol obat itu dari tangan besarnya. Lalu di ambillah bungkusan itu di bawah sana.

"Nenek tidak apa apa kah?", Nenekku pun seketika mengangguk. Kemudian Beliau tersenyum sembari berkata, "Nenek tidak apa-apa kok"

"Eh kalau jalan itu lihat-lihat dong" cibir ku pada orang berbaju casual hitam putih itu serta riasan topi di kepalanya.

Seseorang itu pun seketika bangkit dari bawah sana, dan 'Deg!!'

'T-Tao'

Betapa terkejutnya aku, sesaat mengetahui orang itu adalah si manusia mesum itu. Dan sedangkan Tao yang melihatku, ia juga tak kalah terkejutnya seperti ku saat ini.

"Eh m-maaf ya, aku kira tadi itu siapa? Oh ya apa perlu aku ganti itu bungkusan mu. Sepertinya itu pecah deh?" kata ku sesaat akan mencoba melihat bungkusan itu. Namun ia menepis kasar tangan ku.

Nenek ku yang melihat itu pun sedikit tesentak.

"Auuu, kau kenapa sih?" tanya ku pada nya.

"Bukan urusan mu, minggir sana!!!" kata Tao yang sebelum pergi dari hadapan ku dengan hawa yang begitu menyeramkan bagaikan bak seorang psychopat.

Dia kenapa? Dan obat apa yang dia beli dari Apotek? Apa dia sakit?. Batinku yang bertanya-tanya sembari menatap punggung besar Tao yang semakin lama semakin menjauh.

Selepas kepergian Tao, tiba-tiba saja aku di buat tersentak oleh tepukan tangan keriput di tangan kanan ku.

"Ah Nenek, Nenek mengagetkan ku saja" celetukku.

"Apa ini sakit?" tanyanya sembari mengusap tangan kanan ku.

Aku pun sontak menggelengkan kepala, "Baiklah kalau begitu. Ayo kita tebus obatnya dulu ya, Nek"

Mendengar itu, Nenekku seketika mengangguk pelan. Dan tak lama kemudian kami pun kembali berjalan ke arah Apotek.

.

.

.

Bersambung...