1 HPMP 1 Tamu tak diundang

-Playlist chapter ini: Polaris by Stellarscoopees

...

Eden tengah sibuk memeriksa setumpuk dokumen di mejanya yang besar. Kemeja coklat muda lengan panjangnya bahkan sampai dia gulung hingga ke siku tanpa membuka kancingnya lebih dulu. Kedua alisnya juga berkerut membuat jajaran rambut berwarna hitam pekat itu hampir bertautan membentuk sebuah garis lurus diatas mata yang terpicing akibat sang tuan tengah berpikir keras.

Eden sedang memeriksa semua laporan-laporan yang menggunung dengan teliti, setidaknya berusaha lebih teliti lagi sambil menahan kesal kepada manager yang menurut Eden tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Sayangnya, laporan-laporan tersebut seakan tidak menyusut setelah sekian menit Eden mengerjakan beberapa belasan dokumen yang dia letakkan disisi lain meja kerjanya.

Hari yang sama saja bagi Eden seperti sebelumnya, pekerjaan tidak akan habis mengurung dirinya berkutat seorang diri di ruangan Presiden Direktur yang besar milik perusahaan keluarga Winata. Perusahaan keluarga rintisan kakek buyut Eden. Winata Mining Corp.

Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara Eden merasa sangat frustasi karena ayahnya mempercayakan jabatan tersebut kepadanya. Bukan karena tidak suka, melainkan Eden enggan berada diantara sibuknya ibukota.

Bagi Eden, tinggal di Jakarta tidak lain tidak bukan merupakan mimpi buruknya yang paling buruk. Tidak ada sesuatu hal pun yang membuat Eden Winata terkesan. Tidak sedikit pun, apalagi dengan drama harian seperti macet dijalanan ibukota.

Apalagi dia baru menyelesaikan S2-nya di London. Momen wisudanya saja masih ia ingat jelas, melekat dalam memori otak Eden. Lagi pula ia sedang merintis usaha bersama teman-teman seangkatan yang konsep bisnisnya berbeda jauh dengan apa yang ayahnya sendiri paksakan untuk Eden lakukan saat ini.

Bukan mau menolak, jabatan sebagai presiden direktur yang di perusahaan penambangan hasil akuisisi baru-baru ini oleh perusahaan pusat Winata. Hanya seperti, sesuatu yang sudah sewajarnya ia dapatkan sebagai keturunan keluarga Winata. Sesuatu yang tidak perlu susah payah Eden dapatkan dari keluarganya yang kaya raya hingga tujuh turunan.

Eden sama sekali tidak menyukai konsep tersebut. Konsep kuno yang hanya membuat generasi muda terlena oleh jebakan warisan yang tetap akan habis jika mereka tidak memutar otak dan bekerja keras untuk melipat gandakannya. Dan itu yang sekarang sedang Eden lakukan.

Takdir kadang begitu kejam, meskipun gelimang harta kekayaan tidak akan perlu Eden khawatirkan hingga tujuh belas turunan, tetap saja baginya ini salah. Maksudnya posisi jabatan yang Eden duduki sekarang. Ia yakin masih ada orang di perusahaan yang mampu dan layak menjabat di posisinya saat ini.

Lebih karena tidak ingin dicap sebagai anak durhaka, dengan berbesar hati Eden menerima apapun yang orang tuanya berikan. Untung saja soal pasangan hidupnya tidak perlu dikhawatirkan akan adanya perjodohan yang tiba-tiba disodorkan juga oleh ibu atau ayahnya. Keluarga Winata cukup fleksibel tentang itu. Satu lagi yang membuat Eden bernapas lega, dari sekian banyak aturan keluarga tidak tertulis.

"Pak..." suara telepon dari sekretaris Nia di luar pintu kantor mengagetkan Eden yang sedang membaca grafik pasar saham yang menurutnya lebih tidak masuk akal daripada harga cabai yang tiba-tiba meroket naik tidak terhingga akhir-akhir ini.

"Hmm..." hanya itu suara yang bisa Eden hasilkan saat tengah sibuk lalu di interupsi oleh panggilan telepon dari wanita hampir berumur empat puluh tahun yang menjadi sekretarisnya tersebut. Wanita sekaligus ibu dari tiga anak yang sudah beranjak dewasa.

"Ada tamu penting ingin segera bertemu, katanya kawan lama dari kampus." lalu rentetan entah apa lagi yang speaker telepon di samping kirinya keluarkan, Eden terlalu kaget mengetahui fakta ada temannya yang berkunjung tanpa pemberitahuan. Karena Eden tidak pernah merasa bercerita tentang pekerjaan barunya kepada siapa pun beberapa bulan terakhir.

Harapan Eden akan kedatangan salah satu temannya dari London atau mana saja untuk sejenak menghentikan aktifitasnya yang tidak bisa dia hentikan sendiri tanpa gangguan orang luar segera menguap. Eden mendapati seorang tamu tidak dikenal sebentuk gadis seumuran sepupu perempuannya yang berusia dua puluh dua tahun. Karena penampilan dan postur tubuhnya tidak jauh berbeda.

Perbedaannya, hanya terletak pada beberapa bagian saja seperti tinggi gadis ini lebih tinggi dari sepupunya yang bahkan tidak perlu repot-repo memakai sepatu hak tinggi yang membuat kening Eden mengkerut setiap kali melihat wanita yang berjalan memakai benda itu disebuah keramaian kota.

Karena Eden sudah lebih dulu duduk di sofa maka mau tidak mau ia menawarkan tamunya yang berdiri canggung di depan pintu untuk duduk. Pandangan sekilas cepat menilai jika gadis ini bukan orang yang tersesat lalu menyeruak memaksa masuk ke kantornya. Eden bisa memastikan itu.

"Jadi apa keperlua nona kemari?" tanya Eden sesopan mungkin. Eden tiba-tiba merasa takut sendiri melihat lawan bicaranya berpakaian serba hitam dengan tangan gemetar. Seperti baru saja selesai mengunjungi kerabatnya yang meninggal dunia.

Gadis itu duduk dengan posisi menghadap persis ke arah Eden berada. Tanpa kata mengeluarkan dua carik kertas putih dan dua buat materai enam ribu. Menyodorkannya tepat dibawah hidung Eden yang mancung dan memaksa Eden untuk menerimanya dengan penuh rasa kebingungan.

"Kenalkan saya Roselia." nadanya sedikit tertahan untuk menelan air liur sendiri sebelum bisa melanjutkan kata-kata "...mari kita saling berjanji satu sama lain dan menikah. Ini mungkin terdengar sangat gila, tapi tolong menikahlah denganku tuan Eden Winata. Tolong nikahi aku tuan presdir Winata Minning Corp" Kata gadis muda di depannya dalam satu tarikan napas.

"Dari mana kamu tahu aku bekerja disini?" ucap Eden mengalihkan keterkejutannya dengan pertanyaan.

"Surat kabar pagi ini." Kata si gadis bernama Rose tersebut, dengan santai atau dibuat sesantai mungkin mengeluarkan surat kabar pagi dimana fotonya terpampang sedang memotong pita peresmian akuisisi perusahaan tempat dia duduk sekarang.

'Terkutuklah kau surat kabar pagi. Terkutuklah teknologi pencipta kertas' batin Eden penuh kesal.

-TBC-

cerita Hello Mr. Presdir Marry Me Please versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/hello-mr-presdir-marry-me-please_19088742105204605

Terima kasih telah membaca Hello Mr. Presdir Marry Me Please dan selalu update pada setiap chapter.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?

Yuk share ke aku disini.

Silahkan tinggalkan komen paragraf atau komen chapter atau kamu juga bisa kasih saran dan kritik apapun itu untuk Hello Mr. Presdir Marry Me Please

Jika berkenan bisa berikan power stone kamu untuk mendukung cerita ini menjadi lebih baik lagi.

Tidak lupa aku ucapkan Terima kasih banyak untuk kamu yang sudah memberi Hello Mr. Presdir Marry Me Please beberapa Power Stone milikmu kerenanya sangat berharga buatku sebagai bentuk dukungan darimu yang telah membaca ceria ini dan mengapresiasikannya..

Semoga harimu menyenangkan dan apa yang sedang kamu usahakan bisa terwujud dan lancar.

avataravatar