1 Lamaran Paksa

"Hah?!"

Rachel terkejut.

Kalimat yang baru ia dengar bukan hanya membuatnya terperanjat, tetapi juga membuat gadis itu bingung.

"Ya, ini calon suamimu," ujar laki-laki yang duduk dengan kikuk di depan seorang laki-laki yang duduk sambil menyandarkan punggung dan menyilangkan kakinya yang tampak panjang.

"Om?" seru gadis itu sambil menatap dengan wajah memutih.

"Apa yang Kamu dengar enggak salah, Ra," ucap laki-laki dengan rambut yang sudah banyak yang memutih itu.

Laki-laki dengan rambut beruban itu mengarahkan pandangan pada laki-laki yang duduk sambil menegakkan kepala.

"Om, bisa dijelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi?!" seru Rachel dengan suara tinggi.

Laki-laki itu hanya diam, mengambil napas panjang dan menundukan kepala menanggapi pertanyaan itu.

Di detik yang sama, terdengar suara sepasang langkah menuruni tangga.

"Ron, semua sudah siap," ucap seorang wanita dengan wajah tirus ketika sampai di Om Ronnie yang sedang menunduk.

"Tante itu apa?" seru Rachel ketika mengenali dua tas berukuran tidak begitu besar sedang diturunkan oleh asisten rumah tangga.

Ia mengenali tas-tas miliknya itu.

"Tante Mery?" ulang gadis itu ketika wanita bertubuh kurus itu tak kunjung menyahut.

"Duduklah! Jangan tak sopan begitu! Di sini bukan hanya ada kita," perintah Tante Mery alih-alih menjawab pertanyaan gadis itu.

Tante Mery terlihat melirik dengan takut-takut pada tamu laki-laki yang duduk sambil menyilangkan kaki.

"Aku diusir?" tanya Rachel sambil mengarahkan pandangan pada pamannya yang masih menunduk.

Laki-laki yang menunduk itu mengangkat kepala dan menatap ke wajah istrinya yang berdiri di sampingnya.

"Kamu saja yang jelaskan, Mery!" seru laki-laki itu dengan tatapan mata sedih.

"Ronnie!" seru Tante Mery dengan pelan menanggapi perintah itu.

"Terserah, mau Om Ronnie atau Tante Mery, yang penting, sekarang jawab! Apakah aku diusir dari rumah ini? Kalau iya, aku akan segera angkat kaki!" sambar Rachel dengan suara tinggi.

Sepasang suami istri itu justru saling memandang tanpa mengeluarkan suara.

"Kalau begitu, biar aku yang jelaskan."

Suara itu membuat kepala Rachel menoleh dan memperhatikan laki-laki yang dari tadi hanya memperhatikan mereka bertiga.

Rachel tak bersuara dan hanya menatap dengan pandangan tak suka pada laki-laki berambut hitam itu.

Laki-laki dengan manik mata hitam dan pandangan mata tajam itu tersenyum menyeringai.

"Kamu akan menikah denganku besok, sebagai syarat bantuan yang akan diterima pamanmu untuk menyelamatkan perusahaan kecilnya," kata laki-laki dengan alis tebal itu tenang.

"Hah!"

Gadis itu terkejut, mulutnya otomatis menganga.

"Orang gila!" seru gadis itu dengan marah.

Lalu, ia berbalik dan berjalan ke arah di mana tas-tasnya diletakkan.

Kemudian, gadis itu dengan tergesa menyeret tas-tas itu ke arah pintu.

"Rachel!" seru Om Ronnie dan Tante Mery berbarengan.

Tamu laki-laki itu mengangkat telapak tangannya sebagai isyarat perintah diam untuk pemilik rumah.

"Maaf, El," ucap Om Ronnie sambil menganggukkan kepala pada tamunya dengan takut-takut.

Langkah Rachel terhenti ketika dua laki-laki berotot yang mengenakan jas lengkap warna hitam dengan dasi dalam warna yang sama menghalanginya.

"Apa ini?" seru Rachel marah.

Kedua laki-laki itu mengambil alih dua tas dari tangan gadis itu dengan paksa. Lalu, mengkondisikan gadis itu agar mendekat ke arah tamu laki-laki yang duduk dengan menyilangkan kaki.

Dengan tatapan nanar, gadis itu terpaksa berdiri tepat di depan laki-laki itu.

"Ambilkan Nona Rachel kursi!" perintah seorang laki-laki yang seumuran dengan Om Ronnie yang berdiri di belakang tamu laki-laki yang ditakuti pemilik rumah.

Perintah itu membuat salah satu dari dua orang laki-laki yang sebelumnya mencegat Rachel segera bergegas menggeser kursi yang berada tak jauh dari tempat itu.

"Nggak perlu!" seru gadis itu geram.

Gadis itu memandang tajam pada laki-laki yang tersenyum menyeringai ke arahnya.

Laki-laki yang duduk dengan angkuh di depan Rachel itu pandangannya yang tak kalah tajam. Andai kedua tatapan itu pedang, keduanya pasti sudah saling membunuh.

"Namaku El Thariq," ucap laki-laki itu dengan lembut dan dalam.

"Aku tak peduli siapa namamu!" sahut Rachel ketus.

"Tapi, sepertinya, ke depan kita akan saling mempedulikan, jadi pastikan hari ini kita saling mengenal," balas laki-laki itu tak terpengaruh dengan kemarahan yang tergambar jelas di wajah gadis itu.

"Hentikan kegilaan ini!" seru Rachel dengan marah.

Lalu, gadis itu berbalik, kakinya mengayun ke depan dan siap berlari.

"Agh!" seru gadis itu ketika mendadak tangannya dicekal dari belakang.

Gadis itu melihat tangan yang mencekalnya, kemudian terpaksa mendongak untuk melihat wajah laki-laki yang telah mencekalnya itu.

Dengan berani, gadis itu menantang mata laki-laki dengan tinggi seratus delapan puluh sembilan centimeter lebih itu.

Laki-laki dengan bekas luka di pipi sebelah kanan itu tersenyum menyeringai.

"Ronnie, ternyata keponakanmu ini agak bodoh," ucapnya sambil tersenyum mengejek.

"Banyak gadis seusianya melakukan berbagai trik hanya untuk dekat denganku," lanjutnya sambil geleng-geleng kepala.

"Terserah! Itu bukan aku!" seru gadis itu sambil berusaha mengibaskan cekalan tangan laki-laki itu.

"Kamu hanya akan pergi bersamaku, Nona Rachel," ujar laki-laki itu sambil tetap mencekal tangan gadis itu.

Senyum seringainya mengembang diikuti dengan kekehan pendek penuh kemenangan.

"Om!" seru Rachel sambil berbalik.

"Jadi, Om menjualku pada orang ini?!" teriak gadis berambut panjang itu marah.

"T-ti-dak, bu-kan begitu," jawab Om Ronnie gagap.

Laki-laki itu hanya sekilas mengangkat pandangannya, lalu kembali menunduk.

"Rachel, tolong ... sedikit saja berkorban untuk keluarga ini! Bukannya sudah lama Kamu ditolong Om Ronnie, kini saatnya membalas budi. Lagian, tuan itu juga bukan orang sembarangan," tukas Tante Mery sambil menatap gadis itu dengan tajam, lalu ia melirik ke arah laki-laki yang berdiri di dekat gadis itu dengan segan.

Rachel menahan diri untuk tidak menerjang istri Om Ronnie itu.

"Kalau memang minta balas budi, kita bisa hitung-hitungan sekarang, tapi tidak seperti ini. Dan lagi, kalau memang orang ini bukan orang sembarangan, kenapa bukan Mia yang menikah dengannya? Dengan begitu, Tante bakal punya menantu 'bukan orang sembarangan' dan perusahaan Om Ronnie bisa diselamatkan!" teriak Rachel geram.

"Jaga mulutmu! Dasar anak tak tahu balas budi!" umpat Tante Mery sambil menunjuk.

"Mery!" tegur Om Ronnie dengan wajah memerah.

Laki-laki itu menatap nanar pada istrinya.

"Bukan, bukan maksudnya seperti itu, Rachel. Om terpaksa ...," ucap Om Ronnie menggantung.

Kepala laki-laki dengan rambut yang telah banyak berubah warna itu kembali menunduk ketika tatapannya beradu dengan mata Rachel.

"Terpaksa tapi dengan senang hati gitu!" teriak Rachel kencang.

Tamu laki-laki yang disebut dengan nama El Thariq itu tersenyum lebar.

"Wow! Gadis yang menarik. Aku harus merevisi pendapatku, kalau begitu, gadis ini tidak bodoh," sahut laki-laki yang dengan santai mencekal tangan gadis itu.

Di ujung kalimatnya, laki-laki yang mengenakan stelan jas lengkap warna hitam dengan dasi warna merah marun itu menganggukkan kepala pada Om Ronnie seraya mempererat cekalan tangannya di lengan Rachel.

Paman Rachel itu buru-buru menyambut dengan anggukan penuh hormat, lalu berdiri dengan cepat.

Kemudian, laki-laki yang membuat pemilik rumah takut itu menyeret paksa Rachel keluar rumah.

Gadis itu sekuat tenaga berusaha melepaskan diri, tetapi sia-sia.

Tiga orang anak buah laki-laki yang berada dalam ruangan itu, segera mengikuti dan mengawal laki-laki yang menuntun paksa gadis itu.

Tiba di halaman rumah, seorang anak buah dari laki-laki yang berjaga di depan gerbang rumah Om Ronnie tampak membuka gerbang rumah begitu melihat rombongan itu keluar.

Rachel dibawa ke sebuah mobil mewah warna hitam.

El Thariq membukakan pintu untuk gadis itu.

Pandangan mata nanar Rachel tertuju pada kedua paman dan bibinya yang berdiri di belakang mobil itu.

Bayangan asisten rumah tangga yang sedang memasukkan dua tas milik Rachel ke bagasi dengan dibantu anak buah El Thariq ikut tertangkap mata.

Rachel dipaksa masuk ke dalam mobil. Setelah itu, El Thariq berjalan menuju pintu mobil di sisi lain.

"Yap!" seru gadis itu ketika melihat celah untuk kabur.

Dengan cepat, ia membuka pintu mobil, lalu melesat keluar halaman rumah itu melewati gerbang yang masih terbuka.

"Hei! Kejar!" Suara teriakan menggema di halaman rumah itu.

avataravatar
Next chapter