1 Mine

Happy Reading!! (✿ ♥‿♥)

~******~

Reynaldi Atmadja adalah lelaki tampan. Memiliki postur tubuh yang proporsional dan mata sekelam malam itu kini telah bermetamorfosis menjadi lelaki pusat perhatian dari kaum hawa.

Tak tanggung-tanggung, dari wanita yang berpenampilan biasa sampai yang serba Wah pun tunduk akan paras yang dimiliki oleh pemuda jangkung tersebut.

Sungguh, lelaki Atmadja itu sama sekali tak pernah menyangka, jika dikerubungi oleh beberapa wanita sangat membuatnya tidak nyaman sedikitpun.

Meski ia terkenal dingin, acuh, irit bicara dan terkesan arogan, tapi entah kenapa ia bisa luluh pada seorang gadis yang memiliki surai rambut panjang bergelombang. Meski hubungan mereka sudah resmi sejak tujuh bulan yang lalu, namun Rey sama sekali tidak pernah mengenalkannya pada kedua orang tuanya.

Meski tanpa sengaja sang ayah telah mengetahui hubungannya dengan gadis bernama Arata tersebut, Rey tetap diam tak banyak bicara. Toh kenyataannya, sang ayah sendiri sudah sangat mengenal siapa gadis yang menjadi pilihannya tersebut.

Tapi, hanya ibunya saja -Riana -yang sama sekali tak mengetahui akan hal itu.

Dan jika ibunya mengetahuinya, dia teringat suatu hal dan suatu hal tersebut tidak bisa ditepatinya pada ibunya.

Ah... Sepertinya bukan sesuatu yang tak bisa ditepati, hanya saja Rey sedikit tidak rela jika harus membaginya. Dia hanya ingin memiliki gadisnya hanya untuk dirinya, bukan untuk dibagikan pada siapa pun. Terdengar aneh memang, hanya karena seorang gadis, Rey bisa se egois ini dan melupakan ucapannya beberapa tahun silam.

Jika mengingat itu, Rey merasa kesal. Sebenarnya ia ingin sekali mengenalkan gadis pujaannya itu pada ibunya. Tapi, alasan yang sama pulalah yang membuat pemuda itu mengurungkan niatnya. Meski disadari atau tidak, Rey ingin meresmikan hubungannya itu dengan gadis pilihannya. Yaitu, Arata.

Rey menghela napas berat dan mendecih kesal saat ia melirik jam tangan miliknya, waktu sudah menunjukkan pukul 12.45. dan masih ada beberapa dokumen dan file-file yang masih banyak dikerjakan.

"Payah!"

Rey menggerutu kesal saat melihat hasil pekerjaan karyawannya yang kini bercecaran tak beraturan diatas meja kerjanya. Otot-otot diwajahnya tampak menegang saat mengetahui hasil kerja karyawannya tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan.

Dia kesal? Ya, tentu saja. Sejak dia bekerja dari pagi, tak ada satu pun pekerjaan yang memenuhi syarat kemauannya. Semua hasil pekerjaan anak buahnya jauh dari apa yang diharapkan.

"Haaahhh~"

Rey menghela napas panjang sambil menyandarkan punggungnya di kursi kebesaran miliknya. Sebelah tangannya memijit-mijit dahinya agar otot-otot diwajahnya tak menegang dan berkontraksi membentuk suatu kerutan diantara dua alisnya. Sedikit merengangkan dasinya, lelaki itu akhirnya menarik napas dalam-dalam dan dihembuskan dengan perlahan. Mengupayakan emosinya tak semakin tinggi saat melihat hasil kerja yang menurutnya sangat mengecewakan tersebut.

Meski ia bisa menolerir setiap hasil kerja yang tak sesuai dengan apa yang diharapkannya. Tapi jika sudah begini, sepertinya ia sudah tak bisa memakluminya lagi. Jika diibaratkan, Rey ingin kopi pahit, tapi yang didapatkannya adalah kopi manis.

Tentu saja ia meraung marah begitu mendapatkannya.

Oke, memangnya pekerjaan apa yang tak sesuai dengan harapannya? Bukankah semua pegawai Atmadja Corp terdiri dari karyawan-karyawan yang memiliki kompetensi yang tak bisa diremehkan? Jadi, siapa yang salah disini?

Rey terdiam dan berpikir lebih jauh. Ia tak pernah sekalipun mendapat situasi seperti ini sebelumnya. Jari-jari tangannya mengetuk-ngetuk pegangan kursi dengan ritme tertentu, hingga sebuah deringan dari ponselnya membuyarkan lamunannya.

"Jangan lupa, kau sudah berjanji untuk makan siang bersamaku, Tuan Rey. Dan jangan terlambat"

Rey menghela napas panjang, dilihatnya kertas-kertas yang masih menumpuk di atas meja kerjanya dengan sempurna. Apa dia bisa menepati janjinya untuk makan siang bersama dengan Arata? Ya, diakui atau tidak, Rey memang selalu sibuk setiap hari. Apalagi jabatannya sebagai CEO di usianya yang terbilang masih muda, membuat dirinya sering pulang larut malam dan sedikit baginya memiliki waktu senggang.

Baginya itu bukan sesuatu yang mengganggu hidupnya selama beberapa tahun terakhir. Tapi semenjak gadis itu hadir dan menjadi pusat dunianya, entah kenapa waktu yang dimilikinya sekarang sangat berarti untuknya.

Dengan cepat, Rey langsung menyambar kunci mobilnya yang berada diatas meja kerja dan segera beranjak menuju parkir kantornya. Dia sudah tak peduli lagi dengan kertas-kertas yang membuatnya sakit kepala itu, dipikirannya sekarang hanya Arata. Dia harus menemui gadisnya itu sebelum sesuatu yang tak

mengenakan terjadi kembali saat terakhir kali mereka makan siang bersama.

Ya, mana mungkin seorang Rey akan dengan begitu rela saat melihat kekasihnya di tatap oleh beberapa pria dengan pandangan penuh damba dan bergairah seperti itu. Tidak tahukah kau jika dia sangat posesif, protektif dan sama sekali tak ingin membagi Arata-nya untuk orang lain.

Tidak! Tidak akan pernah!

Jika sekali saja kau melakukan sesuatu pada Arata, maka mimpi buruk dalam hidupmu yang menjadi taruhannya. Dan seorang Rey tak pernah bermain-main dengan yang satu itu.

Ingat! Meski dia terkesan dingin, tapi jika sekali saja kau membangunkan singa yang tertidur, tentu kau akan tahu akibatnya!?.

Jangankan lelaki lain, bahkan Rey tak akan tanggung-tanggung melirik tajam dan memberi tatapan deathglare pada kakaknya jika ia mendapati Arata tersenyum tipis kerah kakak sendiri, Ryan.

Lihat! Seberapa dia menjaga gadis pujaannya itu? Bahkan kakaknya yang sudah beristri dan memiliki dua anak kembar berjenis perempuan itu pun tak suka jika Arata--gadis yang menduduki puncak hatinya itu ditatap oleh kakaknya sendiri.

Kekanakan memang, tapi itulah yang benar-benar Rey rasakan jika gadisnya itu berdekatan dengan jenis lelaki manapun. Dan, bayangkan apalagi jika Arata ditatap oleh lelaki lain.

Bagaimana ekspresi yang akan dikeluarkannya itu bukan?

Setelah hampir dua puluh menit Rey mengendarai mobil metalic miliknya tersebut, akhirnya pemuda yang memiliki manik hitam dan rambut hitam legam itu sudah berada tepat disebuah kafe yang didalamnya sudah berisi kekasih hatinya.

Rey keluar dari mobil hitam metalic yang sengaja ia pesan khusus dari Eropa, pemuda jangkung dan berkarismatik itu langsung masuk kedalam kafe dan mencari jejak dimana kekasihnya itu duduk.

Akhirnya setelah hampir lima menit manik hitamnya menjelajah seluruh ruangan, akhirnya Rey menemukan Arata tengah duduk dimeja nomor lima yang saat ini telah berbicara dengan salah satu karyawan kafe tersebut. Sedikit mengerutkan keningnya, Arata sudah tak bisa menahan kekesalannya lagi saat ia menjumpai Arata tengah berbincang-bincang dengan seorang lelaki bertato dengan senyum kecil diwajahnya.

Rey berjalan angkuh dengan menatap tajam dua anak adam itu yang sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Ia merasa darahnya mendidih saat tanpa sengaja obsidiannya melihat tangan pemuda itu menyentuh surai panjang milik Arata. Dan tanpa banyak bicara lagi, Rey langsung menepis pergerakan tangan lelaki itu dengan kasar.

"Apa yang sudah kau lakukan pada milikku!!"

Rey menatap pemuda yang duduk di depan Arata dengan sorot mata tajam, bahkan tak segan-segan menekankan kata milikku. Terlihat jelas jika Rey dalam keadaan emosi. Terbukti dengan rahangnya yang mengeras.

Arata dan lelaki yang memiliki surai merah itu hanya mengernyitkan alisnya dalam. Kedua orang tersebut tampak bingung dengan perilaku yang Rey tunjukkan.

"Milikmu? Sajak kapan gadis yang sedang duduk di hadapanku ini menjadi milikmu, tuan?" tanya lelaki itu.

Arata menatap pemuda yang ada dihadapannya itu semakin melipat dahinya, bukannya memberi penjelasan dengan situasi yang sebenarnya, ia malah menantang kekasih tersebut dengan kata kepemilikan atas dirinya.

Rey mendengus dan mengeratkan genggaman tangannya. Mencoba menahan emosi yang siap di keluarkannya kapan saja. Mengingat tempat yang ia kunjungi adalah tempat umum, sebisa mungkin ia menahan emosinya yang sudah berada di ubun-ubun kepalanya.

"Dan apa yang kau lakukan dengan lelaki aneh ini, Honey?"

Penekanan kata honey membuat Arata mau tak mau menarik napas dalam-dalam. Menjalin hubungan dengan Rey yang bisa di bilang cukup lama membuat gadis itu mengerti bagaimna sikap kekasihnya tersebut. Rey menatap Arata tak kalah tajamnya yang hanya ditanggapi dengan senyuman canggung. Ia bahkan tak segan-segan menekankan kata aneh pada pemuda yang kini menatap Rey dengan satu senyuman tipis tersebut dan meliriknya sekilas.

Arata menghela napas panjang dan berbalik menatap kekasihnya yang sepertinya sudah berada diambang kemarahan, "Perkenalkan, dia Jimmy." Arata memperkenalkan pemuda yang memiliki tato di pergelangan tangannya itu sedikit enggan, "Dan

Jimmy adalah..."

"Selingkuhanmu?" Rey memotong

perkataan Arata cepat. Lelaki yang memiliki nama Jimmy tersebut menatap Rey dan menyeringai. Sepertinya akan ada pertunjukkan yang lumayan menyenangkan.

Begitu pikirnya.

"Apa yang kau katakan, Rey. Jimmy itu..."

"Kalau aku memang kekasih atau selingkuhan dari gadis yang kau anggap sebagai milikkmu itu, kenapa memangnya?" Potong Jimmy menghentikan kalimat Arata. Pemuda itu menyeringai puas saat melihat ekspresi yang diperlihatkan oleh Rey.

"Tch!"

Rey mendecih dan menatap Jimmy dengan aurah membunuh. Sedangkan Arata hanya mampu menggelengkan kepalanya saat melihat dua lelaki yang ada dihadapannya itu tengah memperdebatkan sesuatu yang sama sekali tidak ada gunanya.

"Apa aku boleh memiliki gadis ini, eh? Kupikir kau sudah bosan dengannya?" seringai dari balik bibir Jimmy semakin berkembang. Rey yang sudah di ambang batas emosionalnya pun akhirnya menyeret Arata dan menarik sebelah tangannya dan mengajaknya pergi tanpa meminta persetujuan terlebih dulu pada si pemilik tangan.

"Eh... Tunggu sebentar, Rey. Aku belum mengucapkan sampai jumpa pada Jimmy," gumam Arata pelan begitu Rey menariknya keluar dari kafe tempat dimana seharusnya mereka menikmati makan siang bersama. Sedangkan Jimmy hanya bisa terpaku saat melihat kelakuan yang diperlihatkan Rey barusan.

"Sepertinya dia sangat mencintaimu, Arata. Kurasa aku bisa mempercayainya untuk menjagamu."

****

Didalam mobil Rey, entah kenapa hawa yang tercipta disana sangat panas meski AC dari dalam mobil itu sudah menyala. Wanita yang memiliki iris bening itu sesekali melirik Rey yang tengah mengendara dengan rahang mengeras dan raut muka menahan marah. Bisa disimpulkan, jika kekasih tampannya tersebut dalam kondisi emosional yang meluap.

"Rey..." Arata memanggil kekasihnya itu dengan nada pelan. Keheningan yang tercipta dari dalam mobil dan dengan suasana kaku seperti ini sama sekali tak menyenangkan untuknya. "Kau marah?" tanya Arata pada akhirnya.

Rey tetap diam. Lelaki itu bahkan tak mengindahkan panggilan Arata atau pertanyaan yang baru saja di ucapkan oleh wanita yang kini duduk tepat disebelahnya. Arata menggelangkan kepalanya pelan saat ia tak mendapat respon sedikitpun dari kekasihnya

tersebut. Ia tahu, jika dia mengajak Rey bicara saat ini maka sama saja dia sedang berbicara dengan patung. Tabiat seorang Reynaldi mana ada yang bisa dimengerti selain dirinya.

Setelah lebih dari tiga puluh menit perjalanan Rey mengendarai mobilnya, kini CEO muda itu berhenti disebuah rumah yang tak asing lagi untuk Arata. Sedikit mengernyitkan alis dalam, akhirnya Arata mulai bertanya sekali lagi.

"Kenapa kau mengajakku kesini, Rey?" tanya Arata sekali lagi.

"Jangan banyak bertanya. Ikuti saja aku..."

Arata menghela napas dalam. Sungguh kekanakan sekali kekasihnya ini. Batinnya

Sebenarnya Arata ingin menjelaskan duduk persoalan yang tengah menghimpitnya. Namun keinginannya itu harus terkubur dalam-dalam. Kerana wanita itu yakin, jika dia menyebut nama Jimmy dihadapan Rey sekali lagi, sudah bisa di pastikan jika pertengkaran hebat akan terulang kembali seperti kejadian dimana ia dan Frans tak sengaja mengobrol. Meski Frans adalah sepupu Rey sendiri.

Setelah keluar dari balik mobil Rey, sekarang mereka masuk kedalam rumah milik keluarga Reynaldi yang sangat megah. Meski Arata pernah sesekali datang kerumah ini, namun wanita itu tak pernah sekalipun menjumpai ibunya Rey.

Rey bilang, jika ibunya itu adalah seorang designer yang saat ketika itu masih berada di Eropa untuk menjalankan pekerjaannya di sana.

Dan hingga sampai sekarang, Arata tak pernah sekalipun bertatap muka dengannya, seorang wanita yang telah melahirkan dua lelaki tampan yang sangat pintar dan juga jenius saat mengelola perusahaan.

Arata mengetahui sosok ibu Rey -Riana- saat ia tanpa sengaja melihat sebuat foto berukuran besar yang diletakkan didinding ruang tamu. Wanita yang anggun dengan senyum menawan.

Itulah kesan pertama yang Arata berikan pada wanita bersurai kelam panjang itu.

Rey berjalan dengan sebelah tangan masuk kedalam celananya, dan yang sebelahnya lagi digunakan untuk menggenggam tangan Arata erat. Mereka melangkah masuk kedalam ruang keluarga yang sepertinya sudah diisi dengan candaan yang terdengar dari pendengaran Rey dan Arata.

Arata yang masih belum mengetahui apa tujuan kekasihnya itu untuk membawanya kerumahnya itu pun hanya mampu pasrah begitu saja saat tangan itu menariknya lebih dalam untuk mengikuti langkah Rey yang lebar.

Setelah sampai diruang keluarga, tampak disana ada empat manusia (Afino, Riana, Ryan dan istrinya Keyra) yang sedang membicarakan sesuatu.

"Ohh... lihat mama, siapa yang datang." ucap Ryam begitu melihat sosok adiknya yang sudah berdiri tegap diantara mereka dengan alis berkerut.

Riana mengikuti arah pandang anak sulungnya. Dihadapannya kini sudah terpampang dengan jelas jika anak bungsu kesayangannya itu sudah berada tepat dihadapannya. Namun, manik matanya itu langsung menemukan sesuatu yang janggal

di sana.

"Rey... kau pulang dengan membawa siapa? Kenapa kau tak memperkenalkannya pada mama." Rey menatap Riana dalam diam. Lelaki itu menghela napas panjang dan kemudian menarik tangan yang ada di genggamannya itu untuk menunjukkan wujudnya. Arata tersentak, wanita yang berusia dua puluh dua tahun itu tersenyum gugup begitu mengetahui suara wanita itu.

Yang tak lain tak bukan adalah Riana. Seorang wanita yang telah melahirkan Rey.

"Hn. Dia Arata. Putri tunggal dari keluarga Wijaya." perkenalan singkat yang baru saja diucapkan Rey membuat Riana mengernyitkan alisnya tak mengerti.

"Putri tunggal dari keluarga Wijaya?" tanya Riana sekali lagi. Memastikan pendengarannya.

Rey mengangguk pelan, sedangkan Arata tersenyum kaku dengan wajah tegang.

"Jadi, mama belum tahu siapa wanita yang Rey bawa kesini?" tanya Ryan dengan seringai jahil menghiasi wajahnya. Lelaki itu menatap Rey dan Arata bergantian, kemudian dengan kerlingan matanya, ia kembali berujar. "Mereka adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta." cicit Ryan yang langsung mendapat tatapan tajam dari adiknya.

Riana mengerjapkan matanya beberapa kali, wanita yang sudah berusia lima puluh enam tahun itu memandang Rey tak percaya, "Sejak kapan kau memiliki seorang kekasih, Rey. Dan kenapa kau tak memberitahukannya pada mama." tuntut Riana sedikit tak terima dengan manipulasi yang dilakukan oleh putranya tersebut. "Pantas saja kau selalu menolak acara perjodohan. Jadi... kau sudah menemukan wanita yang cocok untukmu." sambungnya lagi.

Arata diam membisu. Wanita itu bahkan tak bisa berpikir lebih jerni lagi saat mendengar perkataan dari seorang wanita yang masih terlihat muda itu. Ia melirik Rey sekilas, tapi hanya wajah datar dan raut tanpa ekspresi yang dia dapat.

"Apa... jika aku mengatakan sudah memiliki Arata, apa mama akan mengambilnya?" tanya Rey yang langsung membuat Riana bingung dan menatap Anak sulungnya dengan mata terkejut.

Mengambil? dan pertanyaan ambigu tersebut seolah-olah menjadi sesuatu yang sangat mustahil untuk dicerna oleh nyonya Atmadja tersebut.

"Apa maksudmu dengan mengambil itu, Rey?" tanya Afino yang penasaran dengan kalimat tanya yang baru saja dilontarkan oleh putra bungsunya. Bahkan Ryan dan Keyra sendiri pun tak bisa menangkap arti dari maksud

perkataan dari pemuda emo tersebut.

"Bisa kau jelaskan maksud dari pertanyaanmu itu, Rey?"

Rey menatap ibunya dalam, sedangkan wanita yang ada disampingnya itu tetap diam dengan bibir terkatup rapat. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh wanita bertubuh semampai dan bersurai panjang tersebut, ia bahkan tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh seluruh penghuni Atmadja saat ini.

"Bukankan mama pernah bilang; -- jika suatu saat nanti Rey menemukan sesuatu yang menurut Rey indah dan cantik, Rey harus membaginya dengan mama--. Apa mama lupa dengan perkataan ibu sendiri waktu itu?" jelas Rey singkat.

Riana tersenyum tipis kemudian disusul gelak tawa yang luar biasa kencang dari Ryan. Lelaki itu tertawa sangat keras begitu tahu maksud dari pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh adiknya itu. Konyol, itulah anggapan yang Ryan berikan.

"Kau tahu Rey, menurutku itu adalah hal terkonyol dan terlucu yang pernah kau tanyakan. Apa kau sudah gila karena terlalu mencintai Ara, Ehh?" tutur Ryan yang masih dengan tawanya.

Keyra yang melihat suaminya yang semakin menggoda adiknya itu pun hanya menghela napas, wanita yang telah resmi menjadi bagian dari keluarga Atmadja empat tahun yang lalu itu pun langsung menyenggol lengan suaminya agar berhenti menertawakan adik iparnya itu.

"Jadi, karena itu kau menyembunyikan Ara dari mama, Rey."

Rey mendengus. Ia tak punya pilihan lain selain menanyakan langsung dari ibunya. Lelaki yang memiliki rambut hitam legam itu hanya ingin memastikan, jika janji dengan ibunya itu bisa ia batalkan. Dia sungguh tidak

akan pernah rela jika harus membagi --Arata-- wanita yang teramat dicintainya itu terbagi dengan yang lain.

"Aku hanya ingin memastikan. Aku tak mau jika harus membagi Arata pada yang lain. Termasuk, Mama."

Semua yang berada disana terpaku setelah mendengar sederet kalimat yang baru saja diucapkan oleh Rey. Semua orang tahu, bahwa bungsu dari keluarga Atmadja ini tidak pernah berkata semanis ataupun seserius ini jika sudah berhadapan dengan seorang wanita.

Dan ini untuk pertama kalinya.

"Heeiii... tentu saja kau harus membaginya, sayang. Mungkin tidak hanya dengan mama, tapi dengan yang lainnya juga." Riana berujar pelan. Namun wanita itu langsung tersenyum tipis begitu melihat raut wajah ketidaksukaan yang terpancar jelas diwajah datar putranya tersebut. "Lihat kakakmu Ryan, dia bahkan rela membagi Keyra untuk kedua anaknya. Apa kau tak ingin seperti kakakmu itu?"

Rey tertegun sesaat. Sepertinya otak jeniusnya itu mengerti kemana arah pembicaraan yang mamanya katakan.

"Jadi?"

"Seperti yang mama katakan tadi, kau hanya perlu membagi Ara pada anak-anak kalian kelak. Apa kau keberatan?"

Seketika Rey tersenyum tipis dan mengambil napas dalam. Sepertinya ia tidak akan menolak dengan pengajuan yang dikatakan oleh mamanya.

"Hn." dan satu kata ambigu itu menjadi jawaban atas persetujuan dari seorang Reynaldi Atmadja.

Sedangkan Arata yang sejak tadi menjadi topik pembicaraan hanya mengerjamkan matanya beberapa kali begitu menyadari perkataan dari Riana.

"Ehh?" Arata terperanjat, tak tahu harus berkomentar apa untuk situasi yang sangat serius ini.

"Kenapa Ara?" tanya Keyra yang

begitu menyadari raut keterkejutan yang tercipta diwajah ayunya itu.

"A-anu... i-itu maksudnya..." kalimat Arata terjeda begitu Keyra membuka kalimat.

"Benar, Ara. Kesimpulan yang kami bicarakan saat ini adalah jika Kau dan Rey akan segera menikah. Kami disini sudah merestuinya." jelas Keyra yang disambut dengan kerlingan nakal dari Ryan.

"T-tapi... Rey tidak mengatakan

apapun soal ini sebelumnya." sanggah Arata yang masih tidak menerima.

"Jadi kau menolak menikah denganku?" intrupsi Rey menatap Arata yang langsung dibalasnya dengan gelengan kecil.

Arata meneguk ludahnya, ia bukannya tidak menerima pernikahan ini, tapi dia hanya tidak menyangka jika dalam usianya yang masih tergolong muda ini harus menikah? Ohhh... mimpi macam apa ini.

"Bukannya begitu, Rey, hanya saja... i-ini terlalu mendadak untukku."

"Jadi, kau lebih memilih setan bertato itu dibandingkan denganku?" tindas Rey dengan inotasi yang cukup tinggi. Lelaki itu langsung tersulut emosi jika mengingat pertemuan menyebalkan itu saat di kafe beberapa jam yang lalu.

"Aahhh... bukan itu maksudku." dengkus Arata sambil mengerucutkan bibir merah mudanya.

"Baiklahhh... Karena status hubungan kalian sudah diperjelas, jadi kapan kalian akan melangsungkan pernikahannya?" Arata dan Rey langsung menoleh kearah sumber suara itu.

Riana menatap Arata dan Rey bergantian dengan senyum yang terpatri indah diwajahnya. "Dan ibu ingin sekali memiliki cucu laki-laki. Setidaknya, biarkan Keyra dan Ryan memproduksi cucu perempuan."

Dan suara gelak tawa akhirnya meluncur dari seluruh penghuni ruang keluarga tersebut. Sedangkan Arata masih terpaku dengan perkataan dari Riana.

Sepertinya, ini tidak akan muda. Bisiknya

"Setelah ini ayah akan merundingkannya dengan Dimas. Kurasa dia akan senang begitu menerima kabar berita ini." Afino menutup bukunya dan tersenyum tipis menatap putra sulungnya yang dijawab Rey dengan anggukan kepala pelan.

Yaaa... dan perlu diketahui, jika apa yang ditakutkan oleh seorang Reynaldi selama ini tidak beralasan sama sekali. Anggap saja dia bertindak terlalu posesif dan protektif jika sudah menyangkut dengan kekasihnya Arata. Dan yang harus ditekankan disini adalah, bahwa seorang Reynaldi Atmadja begitu takut jika Araya terbagi dengan yang lain.

Tapi... jika harus membagi Arata dengan buah hatinya, kurasa Rey akan dengan senang hati membagi kasih sayang, perhatian dan juga rasa cinta istrinya.

.

.

.

Ini sihh apaaaaaa???

Repost cerita di sebelah. Tapi tenang!! Cerita ini milik saya sendiri kok. ( ˘ ³˘)❤

Well, adakah yang berkenan vote dan memberi beberapa komentar disini??

O(≧∇≦)O

avataravatar
Next chapter