webnovel

He's My Son 01

Reyneis Bastian Digantara pria remaja berusia 20 tahun, dia seorang Playboy. Suka gonta ganti pasangan, dia hobby pembalap mobil, pembalap motor, memiliki Club, dan juga Caffe. Kadang juga dia suka photographer jika ada orang yang mau 'Preweding'. Tentunya juga Reyneis ini jago memainkan DJ. Dia tertarik sama seorang gadis bernama Stella Anggraini. Dalam diam Rey menyukai gadis itu, selalu memperhatikan dari jauh. Gadis yang bernama Stella tidak tau jika Ada seseorang buang selalu memperhatikan dirinya. Rey selalu datang di tempat kerja Stella tiap malam. Gadis itu lah yang naklukin hati Reyneis seorang playboy. Stella Anggraini gadis remaja berusia 19 tahun. Ia bekerja di sebuah Billyard. Dia hidup sebatang kara. Kuliah sambil bekerja. Namun, ia di pertemukan dengan lekaki yang bernama Reyneis Bastian Digantara. "Stella elo cantik sekali, dan gue tertarik sama elo, malam ini elo akan menjadi milik gue!" Apa rencana Reyneis si playboy? Berhasilkah Reyneis mendapatkan hati Stella? Dan Bagai mana Reaksi Stella setelah mendengar ucapan Reyneis? Stella Anggraini gadis remaja berusia 19 tahun. Ia bekerja di sebuah Billyard. Dia hidup sebatang kara. Kuliah sambil bekerja. Namun, ia di pertemukan dengan lekaki yang bernama Reyneis Bastian Digantara. "Stella lo cantik sekali, dan gue sangat tertarik sama lo, malam ini lo harus menjadi milik gue!" Apa rencana Reyneis si playboy cap kadal? Berhasilkah Reyneis mendapatkan hati Stella? Dan Bagai mana reaksi Stella setelah mendengar ucapan Reyneis?

Rera_Rara · Teen
Not enough ratings
50 Chs

CHAPTER 43

Stella pingsan . . .

Ya, Stella pingsan akibat tidak tahan rasa yang begitu panas di wajahnya. Rasanya seperti di kuliti, perih, nyeri, panas semua ada. Saking panasnya ia tidak bisa menahan rasa nyeri atau rasa perih di wajahnya. Wajahnya sudah terlihat sangat merah dan melepuh seperti tersiram air panas. Tapi itu bukan air panas, melainkan obat keras. Rey yang melihat istrinya tak sadarkan diri di pelukannya, ia syok. Kedua matanya sangat tajam apa yang menyebabkan istrinya pingsan. Rahangnya mengeras sampai otot-ototnya terlihat semua, giginya bergemeletuk, dan kedua tangannya terkepal erat. Rey berjanji akan membalasnya dengan tangannya sendiri. Jika ia sudah menemukan si tersangka.

Brenggsekk! Umpat Rey dalam hati.

"PIIIOOOOOO!!" Teriaknya memanggil sang asisten. Pio yang sudah berdiri di belakangnya berjingkat kaget.

"Iya bos!!"

"CEPAAT SIAPKAN MOBIL! SEKARANG JUGA KERUMAH SAKIT SKIN CARE TERDEKAT CEPATTT!!!"

"Siap bos!" Ucap Pio yang langsung lari menuju parkiran.

Rey langsung membopong istrinya ala bridal style. Gregi juga syok melihat Stella pingsan. Di tambah lihat wajahnya merah pucat dan melepuh seperti mau mengelupas kulitnya. Gregi langsung berteriak meminta anak buahnya untuk mengecek CCTV. 

"Cepat kalian check CCTV, dan cari tanda jejak si pelaku!"

Anak buahnya pun dengan gesit lari ke ruang CCTV. Yang lain mencari tanda jejak tersangka yang mencelakai Stella. Rey memasuki mobil yang sudah ada Pio di depan gedung pemotretan. Dia duduk di kemudi sembari memangku Stella yang masih tak sadarkan diri. Rahangnya masih mengeras, dadanya bergemuruh menahan amarahnya. Saat ini Rey hanya ingin membawa istrinya ke rumah sakit dulu. Agar segera di tangani oleh dokter.

"Sabar ya babe! Sebentar lagi sampai. Pio cepat sedikit nyetirnya bini gue kesakitan."

"Iya bos sabar, di depan sedikit macet!"

"CARI JALAN LAIN, CARI AKAL SUPAYA CEPAT SAMPAI RUMAH SAKIT." Teriak Rey begitu murka. Lalu dia menelphon Gregi.

"Gregi gue tidak mau tau, lo harus cari siapa yang sudah berani melukai Bini gue." Ujarnya, kemudian menghubungi Nancy.

"Hallo Mama-Papa kerumah sakit sekarang juga. Stella masuk rumah sakit."

Di sebrang Nancy di buat bingung, belum sempat ngomong, putranya sudah nyerocos dan langsung main mematikan panggilannya. Nancy sedikit mendengar nama menantunya di sebut tadi. Ya Nancy seperti mendengar 'Stella masuk rumah sakit'. Nancy mencoba menghubungi Rey untuk memastikan. Setelah mendapat jawaban dari Rey, dengan segera Nancy, Roni, Sari, dan Bayu segera menuju rumah sakit ke alamat yang Rey kirim lewat pesan. Meski penasaran ada apa dengan Stella sang menantu? Yang terpenting sampai rumah sakit dulu. Soal itu belakangan nanti jika sudah sampai rumah sakit bisa minta penjelasan dari putranya.

Mobil Pio pun sudah sampai di depan rumah sakit. Pio buru-buru keluar untuk membukakan pintu untuk Rey. Di luar paramedics sudah siap siaga dengan brangkar untuk Stella. Lalu paramedics segera mendorong brangkar yang membawa Stella ke ruang UGD.

Rey juga ikut mendorong brangkarnya sembari menggenggam erat tangan istrinya. Kelima jarinya ia satuin dengan kelima jari Stella. Sampai di depan ruang UGD, salah satu perawat melarang Rey masuk kedalam. Dengan terpaksa Rey melepaskan tautan  jemarinya dan menunggu di luar.

Rey tidak bisa duduk dengan tenang, berdiri mondar-mandir dengan meremas rambutnya frustasi. Wajahnya semakin mengeras dan terkepal erat kedua tangannya. Giginya bergemeletuk, ia belum bisa tenang jika belum dapat kabar tentang si tersangka.

Siapa yang sudah berani menyentuh, dan melukai bini gue? Siapapun akan gue balas, mau cewek mau cowok akan gue balas. Batin Rey.

Pio yang baru saja mendapat panggilan dari Gregi, lari menghampiri Rey yang mondar-mandir sejak limabelas menit.

"Bos. . . Bos!"

"Ngomong saja Pio nggak usah berteriak, gue nggak budek. Gue lagi pusing jangan nambah pusing karena teriakan lo."

"Maaf Bos! Gue cuma mau nyampein kabar dari Tn. Gregi bahwa pelaku yang mencelakai istri bos sudah di temukan jejaknya. Orangnya adalah Silfy rekanya Rindu kekasih Tn. Gregi. Yang dulunya sempat ingin mencelakai Rindu jug-"

"Ok stop!" Ucap Rey memotong ucapan Pio. "Intinya saja, tidak perlu panjang lebar. Berarti Silfy pelakunya?"

"Iya Bos!"

Rey tersenyum sinis, wajahnya mengeras dengan tatapan tajam lurus ke tebok. Seolah tembok itu adalah Silfy.

Silfya seorang modeling juga, rekanya Rindu. Dialah yang mencelakai Stella. Karena dirinya merasa tersingkir dari pekerjaannya, atau tidak terpilih untuk promotion hari ini. Maka ia berniat untuk menggagalkan pemotretan hari ini. Ia berbuat licik dengan menyemprot wajah Stella dengan obat keras atau placenta. Obat keras ini bukan obat biasa. Jika kulit terkena sedikit saja langsung gosong seperti kebakar. Setelah membuat wajah Stella terbakar, Silfy kabur cari persembunyian.

Pintu ruang UGD terbuka, dokter Vinni keluar ingin mengatakan sesuatu kepada keluarga pasien. Dokter Vinni adalah dokter special skin care.

"Keluarga pasien!!"

Mendengar suara pintu terbuka, Rey langsung menghampiri dan menayakan keadaan istrinya. Dokter Vinni pun menjelaskan-nya.

"Tuan saya tidak tau obat apa yang di semprotkan ke wajah pasien. Luka sangat merperhatinkan, kulitnya juga sudah melepuh dan melupas. Wajahnya membengkak. Saya sebagai dokter kulit hanya ingin yang terbaik untuk pasien. Maka dari itu pasien harus segera di oprasi. Apakah Anda menyetujuinya?!"

"Lakukan dokter!! Lakukan apapun yang terbaik untuk istri saya, jangan mengulur waktu. Asal wajah istri saya kembali normal. Tolong lakukan operasi sekarang juga."

"Kalau begitu Anda harus menanda tangani surat persetujuannya di administrasi Tuan. Saya akan melakukan yang terbaik untuk istri Anda. Mohon bantu do'anya agar operasinya berjalan dengan lancar!"

"Pasti! Terima kasih dokter!"

Dokter Vinni pun kembali masuk dan menyuruh perawat untuk mempersiapkan ruang dan alat-alat operasi untuk di seterilnya agar tidak terjadi infeksi. Kini Stella sudah di pindahkan ke ruang operasi. Dokter Vinni, dokter Vivian dan dokter Topan sudah siap untuk melakukan operasi dengan di bantu perawat. Stella tidak sadarkan diri akibat obat bius yang dokter Vinni beri lewat suntikan. Dokter Vinni dan rekannya sangat tegang saat melakukan operasi. Harus dengan hati-hati, apa lagi ini menyangkut operasi wajah. Takut salah dan mengakibatkan wajah pasien menjadi cacat. Jadi dokter Vinni yang di kenal dokter special skin care ini harus melakukan yang terbaik untuk pasiennya.

Di luar depan ruang operasi Rey masih mondar-mandir tidak tenang. Pio memberi air meneral tidak di hiraukannya. Roni dan Nancy lari tergopoh-gopoh dengan muka panik. Di susul di belakang ada Darmi, Ruslan, Dana, Bayu dan Sari. Darmi juga syok mendengar Stella masuk rumah sakit. Karena setaunya Stella sehat-sehat saja tidak sakit. Bahkan tadi pagi ia abis telponan dengan Stella.

"Rey, apa yang terjadi nak? Tadi pagi tidak apa-apa. Stella juga tidak mengeluh sakit!"

Rey masih bergeming tidak menjawab pertanyaan Nancy. Lalu menarik nafasnya dan di hembuskan-nya lagi.

"Ada orang yang sengaja mencelakai Stella Ma!!" Ujar Rey, terdengar suara giginya bergemeletuk. Dia tidak sabar ingin bertemu dan memberi pelajaran sama orang yang berani mencelakai istrinya. "Sekarang dokter sedang melakukan operasi wajah Stella." Ujar Rey, pandangannya lurus menatap tembok begitu tajam.

Darmi syok mendengarnya, kedua matanya berkaca-kaca. Siapa yang tega melakukan keji seperti ini? Apa salah Stella? Kenapa selalu ada saja ujian yang menimpannya? Batin Darmi.

Begitupun Nancy syok mendengar cerita putranya. Kini semua orang yang berada di ruang tunggu operasi sibuk merapalkan kata do'a untuk Stella agar operasinya berjalan dengan lancar. Apa lagi bagian wajah yang di operasi.

"Ma Reyent sama siapa di rumah?"

"Sama Lia dan Kak Fina!"

"Maaf, sebaiknya Ibu Darmi jaga Reyent. Takutnya nangis tidak ada Stella," Titahnya.

Darmi pun menurut, di tambah ia juga ingin bertemu Reyent. Dana mengantarnya ke rumah Nancy. Setelah kepergian Darmi, kini datanglah Sita bersama Vito yang langsung meminta penjelasan. Rey menjelaskan-nya, dan pamit untuk mengurus Slify. Rey mengajak Vito untuk menemaninya.

"Sita lo di sini dulu gabung sama nyokap gue." Sita mengangguk, "dan lo Pio tetap disini, langsung kasih kabar gue jika operasinya selesai atau Stella sudah sadar."

"Siap Bos!!"

"Ma-Pa Rey pergi sebentar, Mama tetap di sini!!"

"Kamu mau kemana Rey?"

Rey tidak menjawab, nyelonong pergi begitu saja. "Rey, Rey kamu dengar Mama! Rey Mama tau kamu mau kemana? Jangan main hakim sendiri nak, lebih baik serahin kepolisi saja!" Kata Nancy. "Liat Ron, sifat mu semua itu yang  nurun ke jiwa Rey." Roni hanya mengangguk dan tersenyum. 

"Mau larang pun tidak bisa Ma, yang terpenting do'ain Stella saja."

Rey tidak menghiraukan-nya, dia berjalan lurus sembari mengirim pesan sama orang club-nya meminta dikirim tiga orang yang badannya besar dan berotot.

***

Terdengar suara teriakan begitu keras, juga suara bantingan barang di dalam gudang. Itu suara Gregi sedang mengamuk. Dan Silfy sudah berhasil di tangkap oleh satpam saat sedang patroli di sekitar gedung pemotretan. Ada satu saksi yang mengetahui kejahatan Silfy. Ia adalah Wulan sahabat Rindu. Wulan mengambil gambar video Silfy saat mengambil obat keras dari dalam tasnya. Lalu Wulan masuk pura-pura mengajaknya makan siang bareng jika waktu istirahat. Tapi Silfy menolak, karena ada urusan katanya. Diam-diam Wulan merekam pembicaraannya dengan Silfy.

Gregi masih mengintrogasi Silfy yang duduk di kursi dengan kedua tangan dan kedua kaki di ikat. Tamparan sudah bebarapa kali mendarat di pipi Silfy. Wulan bilang dulu juga pernah ingin mencelakai Rindu. Namun, gagal terus dan akhirnya Rindu menghilang. Silfy ingin jadi penguasa permodelan.

"KENAPA LO LAKUKAN ITU HAHH????? JAWAB KENAPA LO LAKUIN ITU??????"

"Ak-k-ku ga-ga-ga mau ada orang yang mengambil posisi ku!!!"

"OMONG KOSONGGG!!! DULU JUGA LO INGIN MENCELAKAI RINDU KAN? NGAKUUU!!"

Braaakkk

Suara pintu terbuka begitu keras, seperti gebrakan. Itu adalah Reyneis Bastian Digantara. Sudah saatnya singanya mengamuk. Kedua matanya mendelik tajam, dadanya bergemuruh. Tangannya terkepal erat, pandangannya langsung tertuju pada Silfy yang menunduk. Seolah di ruangan itu tidak ada Gregi. Rey mendekat dengan langkah yang begitu lebar. Gregi mundur membiarkan Rey memberi pelajaran buat Silfy. Pintu tertutup kembali, Vito dan Gregi menunggu di luar. Di tambah kedatangan tiga anak buah Rey dari club-nya ikut menunggu di luar.

Di dalam ruangan, Rey sedang berjalan memutari Silfy yang masih terduduk dan menunduk sejak tadi. Lalu menarik rambut panjangnya. Silfy berteriak kesakitan. Tangan Rey satunya mencengkram rahang Silfy.

"Ada urusan apa lo sama bini gue, hem? Apa lo mengenal bini gue?" Bisik Rey di telinganya. Silfy menggeleng, "tidak kenal!!! Lalu kenapa lo berani menyemprot dengan obat keras ini haahh??" Kali ini Rey membentaknya. Dan Rey mencoba menyemprot sedikit di tangan Silfy. Silfy berteriak karena tangannya terasa panas.

"Panas, hem?? Ini belum seberapa apa yang lo lakuin ke bini gue! KENAPA LO MENCELAKAI BINI GUE HAAHHH?? APA SALAH BINI GUE SAMA LO?!"

"Karena dia, gue tersingkir dari posisi gue. Dia telah merebut posisi gu-"

PLAAAAKK

PLAAAAKK

PLAAAAKK

Tiga tamparan bulak-balik mendarat di pipi Silfy lagi. Sampe kedua pipi Silfy merah membekas jari tangan Rey. Dan sudut bibirnya berdarah. Rey menyemprot lagi ke tangan Silfy yang satunya. Silfy kembali berteriak kesakitan. Obat Placenta itu memang sangat keras. Jika terkena tanaman saja langsung terbakar. Apa lagi ini terkena kulit, langsung melepuh.

Rey masih terus menyiksa Silfy, tadi kedua tangannya sudah disemprot dengan obat keras yang Silfy semprot ke wajah Stella. Kini kedua kakinya, dan di pipinya Rey semprot juga.  Rey kembali menarik rambut Silfy begitu keras. Keadaan Silfy saat ini sangat kacau dan menyedihkan. Belum puas untuk menyiksa Silfy, Rey keluar begitu saja dan menyuruh ke tiga anak buahnya masuk kedalam.

"Selamat bermain-main dan selamat menikmatinya bro!!" Kata Rey, kedua sudut bibirnya memperlihatkan senyum sinisnya.

Terdengar tangisan dan teriakkan Silfy begitu keras di dalam gudang. Entah apa yang di lakukan ke tiga anak buah Rey yang bernama Baron, Dede, dan Ajat.

Gregi cuma pasrah saja, apa yang Rey lakukan terhadap Silfy. Jika itu menimpa Rindu, mungkin akan melakukan hal yang sama. Ini lah sifat Reyneis Bastian Digantara yang asli. Kejam, sudah menyiksa dan menyuruh ke tiga anak buahnya untuk memperkosanya. Itu lah Rey jika sudah di senggol hatinya. Menyakiti dan mencelakai orang yang sangat di cintainya, dia akan memberi pelajaran sama orang yang sudah mengganggu istrinya.

Baru saja Rey mengajak istrinya berbisnis, sudah ada yang mingincarnya. Bahkan belum di mulai, baru saja di mulai sudah gagal berantakan. Tapi kenapa harus menghancurkan wajah istrinya jika tidak suka? Keparat . . . Umpat Rey dalam hati. Jika bukan karena Silfy mungkin Stella tidak akan terbujur di atas meja operasi. Dan jika bukan karena Silfy, mungkin Stella sudah menjadi model hari ini. Kedua tangan Rey semakin terkepal erat. Meski dia sudah memberi pelajaran sama Silfy, tapi Rey belum puas juga.

Vito mendapat kabar dari Sita bahwa Stella sudah selesai di operasi. Sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Rey pun bergegas menuju ke rumah sakit, Gregi juga ikut ingin melihat keadaan Stella. Gregi merasa bersalah, karena dirinya Stella menjadi korban. Masalah Mr. Lee tidak masalah, pasti Mr. Lee mengerti bahwa kecelakaan ini bukan di sengaja. Tadi Gregi sudah menghubungi Mr. Lee bahwa produk baru di tunda dulu expor-nya. Gregi pun menjelaskan-nya karena ada insiden.

Sesampainya di rumah sakit, Rey langsung melangkah begitu cepat menuju ruang perawatan Stella. Di depan ruang perawatan Stella sudah penuh orang-orang yang ingin menjenguk Stella. Karena dokter tidak mengijinkan semua masuk kedalam, terkecuali Nancy, Roni dan Ruslan sudah berada di dalam melihat keadaan Stella.

Stella masih belum sadar akibat obat bius. Kini wajah Stella di perban seperti mumi. Hanya bagian kedua matanya saja yang tidak tertutup perban. Nancy terisak melihat keadaan Stella. Mengelus tangan punggung Stella sembari merapalkan do'a agar Stella cepat sadar. Ruslan juga tereyuh melihat Stella terbaring tak sadarkan diri dengan wajah tertutup perban.

Tiba-tiba pintu terbuka, masuk lah Rey dengan tak sabar.

"Stella!!"

Rey melangkah mendekati brangkar yang Stella tempati. Langkahnya melambat, begitu melihat keadaan Stella. Wajah dan kepalanya terbungkus perban. Nancy, Roni dan Ruslan keluar memberi waktu Rey untuk melihat istrinya. Rey menitikkan air mata. Ya, Rey menangis. Baru kali ini Reyneis Bastian Digantara menangisi seorang perempuan selain Ibu-nya atau adik-kakak-nya. Dengan cepat Rey menghapusnya.

"Sayang, hei bangun jangan bobo terus. Buka matanya. Kamu nggak kangen sama Reyent putra kita yang lucu, hem?!" Kata Rey, dia menunduk kedua tangannya di letakkan di sisi kanan-kiri kepala Stella.

Masih tidak ada gerakan, lalu Rey ikut terbaring di samping Stella. Memang ranjangnya cukup besar bisa di muat dua orang. Rey memeluk Stella, menggenggam tangannya, dan mengelusnya. Vito, Sita dan Gregi masuk ingin melihat keadaan Stella.

"Cepat bangun Stella, gue pengen curhat tentang calon debay gue nih, ayo bangun." Ujar Sita sembari mengelus perutnya yang sudah membesar.

Rey merasakan tangan Stella yang di genggam bergerak, lalu Rey memandangi wajah Stella. Kedua matanya perlahan terbuka, "Reyy,"  lirih Stella begitu pelan, hampir tidak kedengaran.

"Hei! Sayang, kamu sudah bangun!!"

"Hauuss."

Bisik Stella pelan. Dengan cepat Rey mengambil botol berisi air mineral di atas nakas yang sudah tersedia. Tidak lupa dengan sedotannya juga ia masukan ke botol. Lalu Rey menyodorkan ke mulut Stella dan langsung di minum sampe setengah botol. Mungkin Stella sangat haus akibat operasi. Biasanya seperti itu jika abis operasi tenggorokannya begitu kering.

"Kamu hauss banget ya! Sampai abis setengah?" Kata Rey, dan Stella mengangguk.

Sita keluar memanggil Papa-Mamanya Rey. Memberi tau bahwa Stella sudah sadar. Dokter Vinni dan dokter Topan masuk ingin memeriksa Stella. Setelah kepergian dokter, kini orang-orang yang menunggu di luar, sudah masuk di dalam semua karena ingin melihat keadaan Stella. Tapi tidak boleh berisik. Ada Vito, Sita, Pio, Gregi, Dicky, Beni, Kariri, dan juga Frisca. Yang lainnya belum menjenguk karena masih pada tidur. Termasuk Fara, Lulu, Farel, Adi, Wiki, dan Salma. Kemungkinan sore atau malam mereka datang. Stella merasa terharu, di kelilingi banyak orang-orang yang baik. Ia menitikkan air matanya.

"Heii! kenapa menangis? Masih panas rasanya ya?" Tanya Rey sembari menghapus air matanya. Stella mengangguk pelan.

"Apa yang kamu rasain nak?" Kini Nancy yang bertanya.

"Panas dan nyeri Ma!" Ujarnya, "mana Reyent Ma, kenapa nggak di ajak kesini?"

"Nyeri karena bekas operasinya, sudah jangan banyak bicara dulu. Reyent di rumah sama Kak Fina dan Lia, tadi juga Ibu Darmi kerumah untuk nemenin Reyent. Dokter melarang membawa anak kecil ke rumah sakit, jadi tahan dulu ya nak?!"

Stella mengangguk, meski ia berat nggak lihat Reyent sampai berapa hari ia tidak tau. Ia merengek meminta Rey untuk melakukan video call, ia ingin melihat Reyent. Rey pun memuruti permintaan istrinya.

***

Fina Kakak iparnya Rey kewalahan untuk menenangkan Reyent. Karena sejak bangun tadi Reyent menangis memanggil Stella. Biasanya tiap bangun pertama yang di liat Reyent adalah Stella. Tapi pagi ini yang di liat Lia. Mimi-nya tidak ada, Reyent langsung teriak "Mi-mi-mi!"

Mendengar teriakan Reyent, Fina pun lari ke kamar Rey. Kebetulan Fina di rumah tidak bekerja, dan Twins minta menginap di rumah Oma-nya. Apa lagi ada Reyent. Sherly sudah pulang ke rumahnya sendiri, tapi Bunga tidak mau pulang karena ia senang tinggal di rumah Nancy. Sari ikut ke rumah sakit menjenguk Stella. Jadi hanya Fina dan ART yang dirumah. Suaminya kerja. Anak-anak pergi ke sekolah. Sedangkan Revy sama Aloysius pergi ke Bali sebelum kembali ke London.

Reyent masih terus menangis dan memanggil Mimi-nya. Di kasih susu dalam dot tidak mau, di kasih memeng tidak mau. Fina bingung harus berbuat apa supaya Reyent tidak menangis lagi. Mungkin ikatan seorang anak pada ibunya. Ia ikut merasakan apa yang sudah menimpa Ibunya hari ini.

"Reyent mau apa sayang? Liat Coco ya! Oh atau liat kelinci barunya Oom Refly, hem!"  Ujar Fina, menenangkan Reyent.

"Abang Twins mana! Bang Gebral, Bang Gevral. Ayo Panggil Abang Twins. Boy's sini Dede Reyent ajakin main."

"Iyaa Mamiii!! Sini ayo de Leyent liat kelinci nya Oom Leply."

"Nci nci ohh nci!" Ucap Reyent nunjuk-nunjuk kandang kelinci.

"Iya liat kelinci, namanya siapa Bang kelinci barunya?"

"Bunny Mami."

Reyent sudah tidak Menangis lagi, kini dia mengikuti Twins dengan tangannya di gandeng Gebral sama Gevral. Lia juga mengikuti mereka, untuk mengawasinya. Sedangkan Fina ke pintu utama, ingin membuka pintu karena tadi seperti ada yang mengetuk pintu. Ternyata Ibu Darmi yang datang. Lalu Fina cipika cipiki dan mempersilahkan masuk. Mengajaknya menemui Reyent yang berada di samping rumah melihat kelinci. Darmi memanggil Reyent.

"Reyent cucu Tati ngapain?!"

"Ti-Ti-Ti- hiks hiks huuuaaaaa!!"

"Ehhhh kok nangis! Sini sini gendong sama Tati!" Darmi pun langsung meraihnya dan di gendong. Di peluk, di ciumin bertubi-tubi wajah cucunya. Darmi menangis, entah kenapa sejak tadi menangis terus? Mungkin menangisi Stella yang selalu kena cobaan.

"Liat kelinci lagi sama Abang, wah kelinci-nya lucu-lucu!" Ujar Darmi, ikut melihat kelinci.

"Mam mamam!" Oceh Reyent, menunjuk makanan yang di pegang Gebral.

"Mamam apa kelinci-nya!?"

"Yet yet!"

"Calet, Tati!" Kata Gevral dengan logat cadelnya. Maksudnya mau bilang caret, karena dia nggak bisa bilang 'R'. Darmi tertawa mendengar Gevral nyebut calet.

Fina memanggil Darmi masuk.  Darmi pun masuk ke dalam meminum tea yang Fina buat. Dan memakan cemilan cookies. Mereka berbincang-bincang, membahas Stella yang belum sadar. Fina juga sempat marah mendengar kabar Stella masuk rumah sakit akibat ada orang yang sengaja mencelakainya. Walau Fina belum kenal lama dengan Stella, tapi ia sudah menganggapnya seperti adiknya sendiri. Ponsel Fina bergetar ada panggilan masuk.

Rey kadal is calling. . .

Fina memang menamai kontak Rey dengan 'Rey kadal' mengingat adik iparnya Playboy jadi ia beri nama seperti itu.

"Iya de! Gimana keadaan Stella! Udah sadar belum?!"

"Reyent gimana Kak! Rewel tidak?"  Di tanya malahan tanya balik.

"Iya rewel tadi nangis mulu nyariin Mimi-nya. Sekarang sudah tidak rewel lagi, tuh sama Abang Twins-nya liat kelinci."

"Ganti video call Kak, Stella mau liat Reyent."

Fina memanggil putra kembarnya membawa Reyent masuk. Reyent kegirangan, mendengar Twins menyebut Mimi.

"Reyent!!!!"

Ucap Stella memanggil putranya.

"Mi hiks hiks Mi hiks huuuaaaa Mi-Mi-Mii!" Ucap Reyent, sembari nunjuk posel Fina yang terlihat wajah Stella terbungkus perban. Di sebrang Stella ikut menangis, ia tidak tega melihat putranya menangis karena dirinya. Percakapan pun berakhir, karena Stella menangis. Rey berpesan sama Fina dan Darmi untuk menjaga Reyent. Meski ada Lia, tapi Rey tetap menyuruh Kakaknya dan Darmi untuk menjaga putranya.

Tbc.

Terima kasih sudah mau membaca.

Saranghae 🥰

It's Me Rera.