webnovel

Diner

"Wah.. Itu kan foto masa kecil kita?" Balasan pesan dari Akbar.

"Hehe, iya." Balas Hayati.

Setelah itu Akbar menghubungi Hayati lewat vidio call.

"Hy," ucap Akbar.

"Hy, ada apa?" tanya Hayati.

"Gapapa, lagi gak ada kerjaan aja." jawab Akbar.

"Bilang saja kangen sama aku, ya kan?" Ledek Hayati.

"Pede abis..!" kata Akbar.

"Hahaha..." Hayati tertawa.

"Kamu masih menyimpan foto-foto kita?" tanya Akbar.

"Iya, dong!"

"Coba aku lihat?" kata Akbar. Terlihat dari layar handphone, Akbar tengah sibuk membuka lembaran demi lembaran komik.

"Ini dia," kata Hayati menunjukkan album yang dimilikinya.

"Wah, aku mau melihat secara langsung. Bagaimana kalau nanti malam kita diner, kamu jangan lupa bawa albumnya, ya!" kata Akbar.

"Boleh," kata Hayati.

Setelah itu vidio call mereka putus begitu saja, ada notifikasi pesan whatsapp dari Akbar. Dia memberitahu bahwa sinyal lagi gak enak, dan dia juga mau melanjutkan membaca komiknya.

Hayati tidak membalas lagi pesan dari Akbar, dia berharap agar Akbar hanya bercanda mengajaknya diner. Rasanya Hayati malas untuk keluar malam ini, dia masih capek dan ingin istirahat saja. Namun, untuk menolak ajakan Akbar Hayati juga tidak bisa tegas.

"Semoga Akbar ada acara mendadak, agar dia tidak jadi mengajakku jalan." ucap Hayati dalam hatinya.

Hayati meneruskan melihat foto albumnya mulai dari dia masih kecil, Hayati senyum-senyum sendiri. Setelah album habis dilihat, dia keluar kamar dan menemui mamanya yang sedang menonton televisi. Hayati mengganggu mamanya yang lagi terbawa suasana melihat film kesukaannya.

"Ma, Papa belum pulang?" tanya Hayati.

"Belum, lembur katanya. Paling nanti malam Papanya pulang, memang ada apa? Tumben nanyain Papanya?" tanya mamanya.

"Gapapa sih! Ma! Cuma kangen saja rasanya," jawab Hayati.

"Ciye tumben," ledek mamanya sembari memainkan remote televisi.

Hayati hanya tersenyum dan dia bergumam.

'Sebenarnya sih! Aku ingin sekali tanya sama Papa, sikap dan sifat laki-laki. Secara gitu! Di rumah ini yang laki-laki hanya Papa saja.'

"Yasudah, Ma. Aku mau ke kamar dulu," kata Hayati.

"Kamu makan dulu!" Perintah mamanya.

"Masih kenyang, Ma."

Hayati melangkah pergi dari ruang keluarga menuju kamarnya, tidak ada yang bisa dia lakukan. Dia hanya bisa rebahan dan memainkan handphonenya.

***

Malam kembali menyapa, sinar rembulan kembali cerah. Hayati membuka jendela kamarnya dan menatap indahnya sinar bintang dan rembulan, dia melamun sesaat. Pikirannya terkadang kosong, dia merasakan capek yang luar biasa. Namun dia tidak bisa tertidur malam ini, hatinya kembali hampa.

"Hayati!" Teriak mamanya sampai berkali-kali, namun Hayati tak kunjung bersuara. Tepat mamanya membuka pintu kamar dan memanggilnya. Hayati menjawab. "Iya, Ma!"

"Mama panggil panggil dari tadi gak bersuara, ada temannya tuh!" ucap mamanya.

"Hah!? Teman? Teman siapa, Ma?" tanya Hayati.

"Lihat saja sendiri," kata mamanya senyum-senyum. Hayati langsung ke ruang tamu, untuk memastikan siapakah teman yang dimaksud. Setelah sampai, Hayati salah tingkah. Ternyata yang datang adalah Akbar.

"Kamu masih belum siap-siap?" tanya Akbar.

"Memang kita mau kemana?"

"Aku kan sudah bilang tadi sore, kita akan diner!" kata Akbar.

"Oh! Jadi kamu serius?" tanya Hayati.

"Iya, lah! Aku tidak bercanda." ucap Akbar.

"Tunggu, ya!"

Hayati kembali ke kamarnya, dia membuka lemari untuk memilih pakaian yang cocok untuknya, pakaian yang simpel namun terkesan anggun. Dia harus memantaskan diri ketika berjalan dengan Akbar, sebab Akbar sudah terlihat lebih keren dari biasanya. Akbar memakai kemeja flanel dengan kaos hitam di dalamnya, memakai celana jeans dan sepatu. Rambutnya sudah tertata rapi belah pinggir, dan memakai jam tangan. Dia terlihat menawan dengan bibirnya yang kemerahan, bagaimanapun stile Hayati tidak boleh membuat Akbar ilfil. Setelah lama memilih baju, akhirnya Hayati menemukan pakaian yang akan dikenakannya.

"Sudah?" tanya Akbar.

"Sudah." Jawab Hayati dengan wajah kemerah-merahannya.

"Tante mana? Kita pamit dulu sebelum berangkat," ucap Akbar.

"Mama!" Panggil Hayati.

Hana berjalan menghampiri Akbar dan Hayati.

"Iya, kalian sudah mau berangkat?" tanya mamanya.

"Iya, Tante. Aku dan Hayati pamit dulu, ya." ucap Akbar sembari bersalaman dengan Hana diikuti oleh Hayati yang bersalaman juga.

"Iya, hati-hati. Titip Hayati ya Akbar, jangan malam-malam pulangnya. Maksimal sampai jam sepuluh. Hayati kalau nakal kabari ya," ujar Hana dengan wajah bahagia.

"Baik, Tante."

Mereka berjalan ke teras depan rumah, kali ini Akbar membawa mobil.

"Tumben bawa mobil?" tanya Hayati.

"Iya, biar kamu gak kedinginan." jawab Akbar. Hayati diam seketika dan berpikir.

"Ternyata Akbar perhatian, lebih dari yang aku pikirkan selama ini."

Akbar membukakan pintu untuk Hayati, seperti halnya cinderella. Perlakuan Akbar malam ini sungguh romantis, membuat hati Hayati menjadi berbunga-bunga.

"Kita mau diner dimana?" tanya Hayati.

"Aku tahu tempat makan yang enak, kamu pasti suka! Tenang saja! Aku yang traktir." kata Akbar.

"Oke! Aku menurut saja."

Akbar mengemudi mobilnya dengan pelan, sembari menikmati suasana jalan raya yang masih ramai. Banyak mobil, motor, truk dan bus yang berlalu lalang.

"Aku mau tanya?" ucap Akbar.

"Boleh tanya saja!"

"Kenapa cewek itu kalau dandan lama, seperti kamu tadi. Aku kira sebentar ternyata aku lumayan menunggu lama," kata Akbar.

"Iya jelas! Cewek kan masih harus berias juga." jawab Hayati.

"Tapi aku lihat tidak ada yang spesial dari wajahmu, tetap seperti biasanya." kata Akbar.

"Ye, nih anak! Malah ngeledek," ucap Hayati.

"Hahaha." Akbar tertawa.

Hayati melihat wajahnya dikaca spion mobil, dia perhatikan wajahnya.

"Memang benar ya? Aku tidak semenarik itu meskipun sudah berias?" Hayati hanya bisa bertanya-tanya dalam hatinya.

"Aku bercanda Hayati, tapi memang benar aku lebih suka penampilanmu yang apa adanya. Seperti di sekolah, tanpa riasan make up." kata Akbar.

"Oh!" kata Hayati.

Hayati kembali tersenyum dalam hatinya, namun wajahnya dia tahan agar tidak mengekspresikan wajah berseri-seri dan bahagia.

Akbar kembali fokus dengan mengendarai mobilnya, padahal handphonenya lagi berdering, saat Hayati melirik, ternyata yang memanggil adalah Reva.

"Kenapa tidak diangkat?" tanya Hayati.

"Lagi males," jawab Akbar.

Hayati tidak melanjutkan pertanyaan dan berbicara lagi, Hayati berpikir. Mungkin Akbar dan Reva masih ada konflik yang belum mereka selesaikan.

"Kenapa ya? Cewek itu sedikit sedikit ngambek," tanya Akbar.

"Tapi tidak semua cewek seperti itu, kadang cewek juga ingin diperhatikan lebih. Jadi wajar kalau tidak sesuai seperti yang diinginkan pasti ngambek. Kenapa? Kamu lagi ada masalah dengan Reva?" tanya Hayati dengan rasa penasarannya.

"Gak ada sih! Cuma akhir-akhir ini aku sudah jarang menghubungi Reva, tapi Reva dikit-dikit marah gitu!" Curhat Akbar.

"Oh! Kalau begitu, Reva memang sayang sama kamu. Dia ingin diperhatikan setiap saat olehmu. Sebenarnya hubungan kamu sama Reva bagaimana?"

"Aku dan dia hanya sebatas teman, gak lebih. Cuma sikap Reva kadang berlebihan,"

"Mungkin karena kamu awalnya memberikan harapan pada dia. Jadi gak salah kalau Reva menganggap mu lebih dari sekedar teman." Hayati menjelaskan semuanya dengan detail, namun tiada sangka. Perkataan Hayati membuat suasana hening dan tidak ada respon dari Akbar, Akbar terlihat sedikit kesal dengan perkataan Hayati.

Next chapter