6 Ucapan terima kasih

Setelah Radit sembuh, semua kembali seperti semula. Tak ada kehangatan, hanya basa basi biasa antara Radit dan Nadia. Sudah 3 hari ini Nadia berkutat dengan event penting. Hal itu membuatnya sampai tak teratur makan. Dira yang melihat Nadia terlihat tak sehat segera menghampiri Nadia.

"Nadia, loe sakit ya?pucet banget muka loe?"

"Mungkin aja Ra. Udah 3 hari ini gue nggak teratur makan gara gara event penting. Sumpah beneran bikin gue nggak nafsu makan!" jawab Nadia

"Loe pulang aja Nad, biar gue yang beresin. Toh tinggal dikit lagi kan udah beres. Loe istirahat aja sana di rumah. Minta disayang Ama suami loe pasti cepet sembuh!" goda Dira pada Nadia. Nadia yang mendengarnya hanya mendengus kesal.

"Sialan loe! Udah nggak usah gue baik baik aja."

Nadia termenung. Bagaimana bisa dia disayang Radit, bicara aja jarang.

"Udah Nad, loe pulang aja. beneran gpp kok gue."

"Beneran? Ya udah gue pulang dulu ya. Makasih."

Nadia segera bersiap untuk pulang. Jam masih menunjukkan pukul 10.30. Masih pagi, pikir Nadia. Dia bisa beristirahat seharian agar esok bisa kembali bekerja. Dia segera meminta Pak Ardi untuk mengantarnya pulang. Ditengah perjalanan pulang dering handphone Nadia berbunyi.

"Mas Radit, tumben telpon." gumam Nadia.

"Halo, Mas??ada apa?"

"Nad, kamu hari ini sibuk nggak? Aku mau traktir kamu makan siang sebagai ucapan terima kasih karena waktu itu kamu ngerawat aku!"

"Nggak usah Mas, itu emang udah kewajiban aku sebagai istri kamu. Lagian aku juga udah mau pulang lagi nggak enak badan!"

"Kamu sakit?"

"Iya. Ya udah Mas aku tutup telfonnya. makasih juga atas tawarannya."

"Oke!"

Radit terdiam setelah menelepon Nadia. Tiba tiba saja pikirannya tak tenang. Dia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Nadia. Sony yang melihat sahabatnya merenung merasa ada yang aneh pada diri Radit.

"Kenapa loe Bro?"

"Nggak apa-apa. Gue tadi abis telpon Nadia mau traktir dia makan siang sebagai ucapan terima kasih karena waktu gue sakit dia yang ngerawat gue. Tapi dia nolak dan bilang kalau itu emang kewajiban dia sebagai istri. Dia juga bilang kalau dia lagi dalam perjalanan pulang soalnya sakit!"

"Oh gitu. Kenapa loe nggak terima aja sih Dit Nadia sebagai istri loe. Kurang apa lagi? Dia itu udah cantik, peduli sama loe. Coba loe bandingin Ama Rena, palingan juga cuma peduli Ama uang loe aja."

"Tapi gue masih nyari cewek yang udah nolongin gue 3 tahun lalu Son. Gue takut cuma ngasih harapan palsu Ama Nadia."

"Dit, Loe sekarang udah punya istri. Mau sampe kapan loe nyia-nyiain istri loe. Loe nggak kasian Ama dia apa?"

Radit termenung memikirkan ucapan Sony. Ada benarnya juga ucapan Sony. Sebaiknya dia mulai membuka hati untuk Nadia dan melupakan obsesinya untuk mencari penolongnya.

Sementara itu Nadia yang telah sampai rumah segera bersiap ke kamarnya untuk istirahat. Dia menekan bel rumahnya. Sudah dua bulan ini ada asisten rumah tangga di rumah karena Radit yang meminta.

"Non kok udah pulang?"

"Iya, Bi Minah. lagi nggak enak badan!"

"Non mau bibi bikinin bubur?"

"Nggak usah Bi, aku mau tidur dulu Bi. nanti aja ya. kepalaku pusing.!"

"Baik Non"

Nadia segera naik ke lantai atas menuju kamarnya. kepalanya bertambah pusing, dia hanya ingin segera merebahkan diri di kasur dan segera tidur untuk memulihkan kondisinya.

setelah sampai kamar, dia langsung merebahkan diri dan segera tidur.

"istirahat dulu, moga aja nanti udah enakan!" pikirnya. tak berapa lama dia sudah tertidur lelap.

Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Nadia terbangun karena dia merasa haus. dia segera beranjak dari tempat tidur dan berdiri menuju meja rias karena minumnya terletak disana.

Nadia merasa kepalanya bertambah pusing dan tak membaik.

"Kenapa kepalaku tambah pusing?"

Dengan pelan Nadia menuju meja rias untuk mengambil gelas. namun pandangannya semakin buram dan akhirnya dia tumbang karena kehilangan kesadaran.

Radit yang kepikiran Nadia bergegas pulang sore itu. dia takut terjadi sesuatu yang buruk. saat tiba sampai rumah dia segera memencet bel. Bi Minah segera membukakan pintu.

"Den Radit."

"Bi, Nadia udah pulang?"

"Udah dari tadi den, dia bilang lagi sakit. udah bibi tawarin bubur tapi non Nadia nggak mau. katanya nanti aja tapi sampe sekarang belum turun lagi den."

"Oke bi, makasih!"

Radit segera bergegas menuju lantai atas agar bisa menemui Nadia. dia membuka pintu kamar Nadia dan melihat Nadia tidak ada di ranjangnya. matanya mengelilingi ruangan itu dan melihat Nadia tergeletak tak berdaya dilantai.

"Nad, Nad...kamu kenapa?" Radit menepuk pipi Nadia. tapi tak ada jawaban dari gadis itu.

Radit segera membopong Nadia ke ranjang. Dia segera menelepon dokter pribadinya. sembari menunggu dokter datang dia mengusap ngusap punggung tangan Nadia berharap dia segera siuman.

"Ayo Nad. bangun!"

"Suami macam apa aku ini. sudah tahu istri sakit malah nggak langsung pulang." gumam Radit dalam hati.

Satu jam kemudian dokter sampai di rumah Radit dan segera memeriksa keadaan Nadia.

"Bagaimana Dok? kenapa dengan istri saya?"

"Sebaiknya istri pak Radit dibawa ke rumah sakit. Dia terkena typus."

"Apa? Baik Dok akan segera saya bawa kesana."

Setelah dokter pergi Radit segera membawa persiapan ke Rumah sakit dan bergegas menuju rumah sakit sesuai perintah dokter.

saat dia tiba di rumah sakit dia segera meminta perawatan terbaik.

"Nad, maafin aku. Mungkin gara gara aku kamu kepikiran sampai lupa makan dan jatuh sakit. Maafin aku." Radit merutuki dirinya dalam hati.

avataravatar
Next chapter