18 Kehilangan

Radit sudah kembali ke rumah karena pekerjaannya telah selesai tepat waktu, bahkan sebelum target yang diharuskan. Dia begitu merindukan istrinya yang telah seminggu ini tak ditemuinya. walaupun dia masih berkomunikasi lewat video call pun tetap tak bisa menggantikan kerinduan yang membuncah. Nadia yang tahu Radit pulang pun merasakan bahagia yang luar biasa.

"Sayang, aku pulang!" teriak Radit setelah sampai rumah.

Nadia yang mendengar teriakan Radit yang memanggilnya pun segera menghambur keluar menemui suami tercintanya itu.

"Mas Radit...!" Nadia segera memeluk suaminya itu.

"Bu, gimana kabarnya? maaf ngrepotin ya Bu!"

ucap Radit sembari mencium punggung tangan mertuanya.

"Baik Nak, kerjaan di Surabaya udah beres?" tanya bu Aliya pada menantunya itu.

"Udah Bu, Alhamdulillah. Ini semua juga berkat doa Ibu kok!"

"Ya udah sana buruan istirahat, Nadia pasti ingin bermanja-manja ama kamu karena udah lama nggak ketemu!" goda Bu Aliya pada Nadia.

"Ah, ibu apaan sih!" Nadia hanya mendengus dengan godaan ibunya.

"baik Bu, makasih!"

"Sama sama Nak!"

Radit dan Nadia segera menuju kamar mereka karena ingin segera meluapkan kerinduan.

*****

Setelah meluapkan kerinduan, Radit dan Nadia berbicara di kamar.

"Sayang, gimana kehamilan kamu? Nggak ada masalah kan?"

"Nggak kok Mas, anak kita ini pinter kok!"

Radit mengelus perut istrinya yang masih rata itu dengan lembut.

"Sebenarnya aku ngerasa ada yang aneh mas sama Ibu!"

"Ngerasa aneh gimana maksud kamu?"

"Ibu semenjak disini selalu aja kasih nasihat seolah olah dia mau ninggalin aku selamanya mas!"

"Nasihat kayak gimana?"

"Ya misalnya nih, aku harus jagain anak, ngerawat suami yang bener, harus kuat demi keluarga dan lagi kalo mama pergi nggak boleh terlalu bersedih."

"Ah, masa sih sayang Ibu kayak gitu?"

"Iya mas, aku sendiri juga heran kok bisanya ibu bilang gitu."

"Terus kamu bilangnya apa?"

"Ya aku bilang aja ibu itu ngomong apa sih? ibu nggak akan ninggalin Nadia, ibu akan lihat cucu ibu sampe dewasa nanti."

"mudah-mudahan aja itu bukan firasat ya sayang!"

"Iya mas, kadang aku juga ngerasa takut mas apa yang ibu omongin bakalan kejadian. aku belum siap mas kehilangan ibu kalau pergi, aku sekarang cuma punya ibu aja mas."

"jangan bilang gitu dong sayang, kamu kan masih punya aku, papa sama mama juga."

Nadia tak menjawab pernyataan suaminya. dia sebenarnya sudah merasakan firasat yang aneh beberapa hari lalu, tapi hal itu tak dihiraukannya, dia tak mau berpikiran terlalu jauh.

"Sekarang kamu tidur aja ya sayang, udah malem!"

"Iya mas!"

Nadia segera merebahkan diri dan segera memejamkan matanya. Radit yang melihat istrinya segera mencium kening istrinya dan merebahkan diri, dia sudah sangat lelah dengan pekerjaan dan ditambah lagi pergumulannya sebagai penawar rasa rindu karena tak bertemu istrinya. mereka pun akhirnya terlelap dalam tidur dengan saling berpelukan...

****

"Nggak, nggak mungkin...Ibuuuuu!" Nadia berteriak dan segera terjaga dalam tidurnya, dia baru saja mengalami mimpi buruk. keringatnya bercucuran. Radit yang mendengar teriakan istrinya segera bangun dari tidurnya.

"Kamu kenapa sayang?"

"Mas....Ibu Mas...!" Nadia segera memeluk suaminya, mimpi buruknya seolah nyata terjadi di depan matanya sendiri.

"Kenapa Ibu?"

"Aku mimpi ibu pergi mas, ibu meninggal mas..dia dikafani dan banyak orang melayat mas..aku takut mas?"

"Itu hanya mimpi sayang, kamu nggak usah takut. ayo tidur lagi ya!"

"Nggak , aku mau lihat ibu!" Nadia segera turun dari ranjang dan keluar kamar menuju kamar yang ditempati ibunya selama ibunya menginap di rumahnya. Radit yang melihat istrinya mengekor istrinya.

"Ibu...Ibu...!" Nadia mengetuk pintu kamar ibunya tapi tak ada jawaban. dan akhirnya Nadia masuk karena pintunya tak dikunci. Radit hanya bisa mengikuti langkah istrinya.

"Ibu, maaf Nadia masuk kamar ibu. Nadia mimpi buruk tentang ibu, makanya Nadia kesini untuk memastikan kalau ibu baik baik aja. ibu nggak apa apa kan?" ucap Nadia sambil memegang tangan ibunya. Nadia merasa aneh karena tangan ibunya terasa dingin.

"Mas,, ibu Mas...!"

Radit yang melihat kepanikan ibunya segera mendekati ranjang mertuanya. dia memeriksa denyut nadi, dan memeriksa pernafasan mertuanya. Radit sudah tak bisa merasakan denyut nadi dan nafas dari mertuanya.

"Ibu udah pergi sayang, kamu yang tabah ya?"

"apa? nggak mungkin mas!"

"Sayang, kamu harus kuat.!" Radit memeluk istrinya itu untuk menenangkan istrinya. Nadia melepaskan pelukan dan menghampiri jenasah ibunya yang sudah terbujur kaku!"

"Ibu, kenapa ninggalin Nadia secepat ini Bu? Nadia belum siap Bu, ibu bahkan belum liat cucu ibu lahir kan, ibu...?"

belum selesai perkataan Nadia, dia sudah tak sadarkan diri. Radit yang mengetahui istrinya tak sadarkan diri segera memeluk Nadia.

"Sayang, bangun sayang!"

Radit membawa istrinya ke kamarnya dan membaringkannya. setelah itu dia segera menghubungi keluarganya untuk mengabari berita duka ini. Radit tak menyangka kalau pertemuannya tadi adalah pertemuannya yang terakhir dengan ibu mertuanya.

"Kamu yang tabah ya Sayang, doain ibu!" ucapnya sambil mencium kening istrinya yang sedang tak sadarkan diri.

avataravatar
Next chapter