webnovel

CHAPTER 8

"Semua kenyataan pahit tentang dia, akan aku terima.

Because, I Love Him."

~ ♡ ~

To : Rinzeel Christaly

Setelah kamu menerima surat ini, itu artinya aku sudah tidak lagi bersama kamu. Aku sudah memastikan bahwa kamu hanya akan menerima surat ini setelah aku tiada, sebagai sebuah penjelasan yang terlambat. Sebelumnya aku ingin meminta maaf kepada kamu, karena sudah memilih menyakiti kamu sedemikian rupa sampai hal itu mengganggu kondisi pisikis mu. Meskipun aku yakin, kamu tak akan pernah mau memaafkan aku.

Tapi jika aku boleh aku mengatakan kepada kamu, alasan ku memilih keputusan untuk mencampakan mu adalah karena aku sangat mencintai mu. Cinta ini yang memaksa ku untuk meninggalkan kamu agar kamu tidak ikut terluka bersama ku. Membayangkan jika diri mu ikut menemaniku di ranjang pesakitan sambil menggenggam tangan ku lalu menangisi ku karena melihat kondisi ku yang semakin hari semakin memburuk dan terus berdoa agar Tuhan menyembuhkan ku sambil terus menangis dan bersedih. Tidak Christal, aku tidak sanggup melihat mu ikut hancur bersama ku. 

Penyesalan memang selalu datang terlambat Christal. Andai saja aku tau jika Tuhan akan mempertemukan kita dan membuat ku jatuh cinta kepada kamu, maka aku akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal-hal bodoh di masalalu. Kamu adalah alasan mengapa aku kembali kepada jalan ku, tapi di saat aku ingin menata kehidup baru bersama mu, semua sudah terlambat. Kebahagian ku lenyap tepat disaat aku ingin mengenggamnya.

Saat David menceritakan keadaan mu yang masih sering memikirkan ku bahkan menangisi ku, disaat itu kamu membuat hati ku patah dan membuatku bersedih.

Christal, setelah kamu membaca surat ini aku ingin kamu melanjutkan hidup mu. Menjadi Christal yang periang selalu terseyum seperti pertama kali kita bertemu. Kamu adalah ribuan permata yang sangat berharga dan tak pantas dengan bongkahan batu tak berarti seperti ku. Biarkan saja aku yang patah hati dan menahan rindu untuk bertemu dengan mu. Apa pun yang terjadi kamu harus bahagia, biarkan aku saja yang terluka dan menderita, bagian mu adalah terseyum dan bahagia.

Aku tau saat kamu selesai membaca surat ini kamu akan membuangnya karena begitu bencinya dengan ku, dan aku pantas untuk mendapatkannya. Tapi Christal, kamu harus tau aku sangat mencitaimu lebih dari nyawaku. Kamu boleh membenciku, menghinaku, bahkan mencanciku. Tapi ribuan kali pun aku mengatakan bahwa aku tetap mencintai mu sampai napas terakhir ku.

Aku mencintai kamu, seperti halnya air laut. Pasang surut itu pasti akan ada. Tapi tak akan pernah merubah rasanya. Selamanya akan seperti itu, bahkan ketika jiwa perlahan meninggalkan raganya.

Cinta ini yang membuat ku bertahan sampai saat ini, dan cinta ini juga yang membuat ku ingin kamu melanjutkan hidup mu dan bahagia. Aku mencintai mu, disetiap detak jantung ku sampai napas terakhir ku..

Love :

Noah Xavier Madison

Surat itu berhenti disana, Christal menitikan air matanya dan menatap tak percaya dengan isi surat yang kini dia genggam sangat erat.

Nama itu, nama itu muncul lagi setelah dua tahun lamanya Christal tak mendengar namanya, dan setelah Christal melihat nama itu, lagi...

Tapi kabar apa yang dia dapat? Dia pergi? Meninggal? Tidak bernapas? Tidak berpijak di bumi yang sama dengannya?

Tidak!

Christal tak bisa menerima itu, apa yang jauh lebih menyakitkan saat kalian mendengar kabar kematian orang yang kalian cintai? Hancur? Tentu.

Christal jauh lebih memilih melihat pria sialan itu terseyum dan bahagia, meski tidak bersamanya. Dari pada melihat pria itu berhenti bernapas dan tak berpijak di bumi yang sama dengannya.

Tidak! Christal tidak sanggup.

Christal membaca note kecil yang terdapat di ujung surat, dia membacanya perlahan sambil berusaha menghentikan sesak di dadanya. Tapi tidak berhasil.

Maaf karena aku tak bisa menjelaskan semuanya di dalam secarik kertas ini Christal. Akan ada orang lain yang akan menjelaskan secara detail kepada kamu. Orang yang selama ini menemani mu dua tahun terakhir ini, dalam sosok sikiater sekaligus teman mu. Jangan marah padanya, dan biarkan dia menjelaskan.

Good job.

Jadi dia yang selama ini di permainkan? Oh okey, semua orang membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Meraung-raung menangisi pria sialan itu. Lalu Dave? Ya David Michelle Smit. Davenya? Temannya? Dan orang yang dia anggap keluarga itu.

Sikiater sialan itu menutupi semuanya dari Christal, dia tega membuat Christal bertinggah seperti pasien rumah sakit jiwa selama dua tahun belakangan ini.

Persetan!

Christal bisa merasakan tangan kokoh menariknya ke dalam pelukan hangatnya. No! Pelukan palsu yang dia pikir menyayanginya, ternyata tega membohonginya selama ini.

"Don't touch me!" desir Christal sambil menolak pelukan Dave.

"Hei? What's wrong whit you Christal?" tanya Dave pura-pura tak mengerti

"Jangan berlagak bodoh Dave, kau kan orang yang Noah maksud? Kau tega pada ku Dave. Kau tega menyembunyikan segalanya. Kau tega melihat ku meraung-raung menangisinya. Kau sungguh jahat Dave. Kau jahat pada ku. Kau bilang bahwa kau adalah keluarga ku. Kau bilang kau menyayangi ku. Tapi apa ini yang di namakan sayang? Kau tega melihat ku menderita selama dua tahun belakangan ini. Menangisi pria bedebah yang memberika kabar kematiannya lewat secarik kertas. Sialan, kalian berdua pria sialan. Kalian tega mempermainkan aku, membuat ku berpresepsi sendiri tentang Noah. Membuatku membencinya, mencintainya, merindukannya. Arggg...  kalian jahat, sugguh jahat."

Christal menangis, entah sudah ke berapa kalinya dia menangis belakangan ini. Dave sungguh tidak bermaksud membohongi Christal selama ini, tapi apa dayanya. Hal ini lah yang Noah inginkan.

"Aku tak bermaksud Christal." ucap Dave lirih, hatinya sesak saat melihat Christal menangis. Apa lagi kali ini penyebab air matanya adalah dirinya sendiri. Dia benci itu.

Christal menoleh ke arah Dave, pria itu duduk di sampingnya dengan sedikit jarak. Tubuhnya duduk menghadap ke arah televisi dan Christal bisa melihat Dave merunduk dengan lesu seperti kehilangan gairah hidup.

Dave juga terluka.

Christal jadi teringat tentang ucapan Noah di akhir

suratnya, "Jangan marah padanya, dan biarkan dia menjelaskan."

Noah benar, dia harus berhenti menjadi orang egois, Christal tak ingin kehilangan lagi dan di bohongi lagi. Dia harus berusaha mendengarkan penjelasan Dave, tentang pertanyaan besar di kepalanya.

Kenapa Noah meninggalkannya, apa yang terjadi padanya, mengapa Noah membohonginya, di mana dia selama ini, dan kenapa Noah muncul lagi dengan membawa kabar buruk seperti ini. Pria itu terlalu pengecut untuk jujur pada Christal, dia egois karena lebih memilih diam dari pada berterus terang.

Apa dia pikir Christal bahagia sekarang, tidak dia benar-benar terluka, hancur dan merasa dunianya runtuh seketika. Mungkin Noah berpikir bahwa hidup Christal akan hancur saat bersamanya, tapi yang paling benar adalah hidup Christal akan lebih hancur saat tak ada Noah di dalam hidupnya.

Christal melirik kembali ke arah Dave yang masih mematung di tempatnya, mendekati Dave lalu memeluk erat leher pria itu. Membiarkan kepalanya tenggelam di ceruk leher pria itu. Christal menghirup kuat aroma maskulin yang selalu berhasil menenangkannya. Membiarkan air matanya tumpah dan membirakan leher Dave basah karena air matanya.

Tubuh Dave menegang mendapat pelukan tiba-tiba dari Christal, Dave membalas pelukan Christal tak kalah erat. Dia mengerti bahwa Christal sangat kehilangan Noah. Tak terkecuali Dave, dia juga merasa kehilangan sahabatnya.

Tapi Dave sadar, bahwa Christal yang paling terluka di sini. Bukan hanya kehilangan tetapi juga di kecewakan oleh rahasia yang selama ini Dave tutupi.

"Maafkan aku." ucap Dave lirih.

~ ♡ ~

Dave dan Christal duduk berdampingan di pinggir kolam yang tersedia di lantai bawah apartemen. Kolam itu adalah kolam umum yang bisa dipakai semua pemilik apartemen. Tapi karena sudah malam, hanya Dave dan Christal yang berada di kolam itu.

Mereka berdua melihat pantulan bulan purnama di air kolam. Beruntung karena langit sedang cerah, tidak seperti sebelumnya yang selalu turun hujan.

Pantulan bulan purnama itu terlihat sangat cantik. Hanya ada keheningan di antara mereka, yang terdengar hanya suara air yang bergesekan dengan kaki Christal yang dari tadi tak bisa diam.

"Apa kau bisa mulai menjelaskan sekarang?" tanya Christal yang sudah mulai tak sabar karena sedari tadi Dave hanya diam.

Dave mengembuskan napasnya gusar, Christal memang tak pernah bisa menunggu. Apa dia tak mengerti bahwa Dave perlu banyak keberanian untuk mengatakan kenyataan kepada Christal?

Kenyataan yang mungkin akan menyakiti Christal lagi, lagi dan lagi.

Dave benci itu, dia benci saat melihat Christal menangis, hancur dan rapuh. Dia tak suka melihat Christal menjadi lemah. Apa lagi menangisi seseorang yang bahkan sudah tiada. Dia benci itu.

Dave menatap sejenak ke arah Christal yang entah sejak kapan menatapnya dengan mata berbinar harapan. Dia menarik napas lalu membuang perlahan dan memutuskan kontak mata dengan Christal.

"Noah sakit." itulah ucapan yang pertama kali Dave katakan. Chistal tau jika Noah sakit, dia sudah menjelaskannya di dalam surat itu. Tapi yang ingin dia tau adalah detailnya masalah yang selama ini di tutupi dua pria badebah ini. Sial!

"Dia menderita HIV/AIDS, bukan hanya karena dia suka melakukan sexs bebas saja. Tapi juga karena karena dia adalah seorang pecandu."

Mata Christal membulat sempurna, dia terkejut luar biasa. Pria yang selama ini terlihat baik-baik saja ternyata sudah serusak itu. Tanpa Christal sadari dia mulai menangis lagi, hatinya sesak saat mengetahui fakta yang begitu menyayat hatinya.

Tiga tahun menjalin kasih dengannya tidak membuat Christal mengetahui rahasia terbesarnya, Noah pemain drama yang luar biasa, pikir Christal.

Christa menangis dalam diam, Dave tidak berbicara lagi atau pun berusaha menenangkannya dengan cara mendekapnya erat seperti biasanya.

Christal mendongkak untuk memastika apa pria di sampingnya masih hidup atau tidak, karena dia diam saja dari tadi. Christal menatap ke arah Dave yang ternyata masih hidup sedang mamandangnya dengan tatapan datar tanpa ekspresi. Bukan tatapan teduh seperti biasa Dave tampilkan.

Tangan Dave terulur menghapus jejak air mata Christal, dia bisa merasakan sentuhan halus di pipinya terasa sangat hangat, "Baru aku bercerita sedikit kau sudah menangis seakan-akan diperkosa saja." ucap Dave setelahnya, sebelum dia merentangkan tangannya untuk Christal.

Christal menghamburkan dirinya ke dekapan yang sedari tadi dia nanti, sambil sesekali mencubit keras pinggang Dave membuat dia meringis sesaat lalu kemudia mereka tertawa, memang duo teman tak sehati dan gila.

"Dasar gadis cengeng, baru begitu saja kau sudah menangis. Aku membanyangkan jika aku tidak ada bersama mu. Mungkin kau sudah benar-benar gila sekarang."

"Jangan membayangkan hal yang tidak-tidak David Michelle." ucap Christal gemetar.

"Okey, maafkan aku karena mengatakan kau akan gila, tap--" Dave berhenti bicara saat merasakan gelengan kuat dari Christal yang kepalanya tengah menempel di dada Dave.

"Bukan itu, tapi jangan membanyangkan yang tidak-tidak jika kau mau meninggalkan ku."

Dave terseyum, "Tidak akan, forever whit you. Jadi kita lanjutkan ceritanya?" tanya Dave.