webnovel

Hasrat Genderuwo

Dina adalah seorang wanita yang pernah menjadi gundik dari bangsa genderuwo. sehingga melahirkan anak yang buruk rupa. Dina yang malu, akhirnya hijrah ke Surabaya untuk memulai kehidupan barunya. bahkan dia menikah dengan Angga, seorang Pelaut yang cukup sukses. Resiko menjadi istri pelaut adalah sering di tinggal sehingga membuat Dina menjadi kesepian. sampai suatu ketika dia merasakan hasrat yang sangat menggebu. Hanya Genderuwo yang bisa menuntaskan syahwatnya. sehingga tanpa sepengetahuan Angga, Dina kembali terbuai dengan masa lalunya, terjerat lebih dalam. ingin sekali dia terbebas, namun dia tidak kuasa melepas hasratnya yang semakin menjadi-jadi.

Lazuarrdi · Fantasy
Not enough ratings
414 Chs

Pakaian Dalam Sebagai Petunjuk

Setelah cukup lama berjalan, tiba-tiba pandanganku tertuju kepada pakaian yang sangat familiar tercecer di atas tanah yang berkerikil.

"Ardi, di sini tempatnya!"

"Ada apa Dina?" Aku menunjuk ke arah pakaian dalamku dengan wajahnya memerah karena malu. Sejenak, dia menatap ke arah pakaian itu dan memejamkan mata, seakan dia berusaha untuk melihat flashback kejadian malam itu.

"Jadi, Dua bedebah itu datang ke sini untuk mencelakai Pak Min dan membawamu pergi." Tuturnya setelah membuka mata. Aku mengangguk pelan. Penerawangannya sangat akurat sekali.

"Pak Min, sepertinya tidak jauh dari sini. Ayo kita segera mencarinya sebelum petang tiba!" Ajaknya sembari masuk kedalam hutan. Langkahnya yang begitu cepat membuatku berjalan setengah berlari untuk mengikutinya. Wajahnya menegang, sorot matanya menyapu sekitar.

Cahaya jingga dari ufuk barat menandakan sebentar lagi hari akan berganti menjadi malam. Tidak terasa langkah kami sudah terlalu jauh memasuki hutan. Namun, kami tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Pak Min.

Arggghhh..

Tiba-tiba Ardi terduduk tepat di antara jalan setapak yang membelah semak belukar. Nafasnya terengah-engah.

"Ardi, kamu tidak apa-apa?" tanyaku cemas. Cahaya jingga yang menembus rerantingan pohon, menerpa wajah Ardi yang tampak pucat. Dia kan lagi puasa. Tenaganya pasti habis selama perjalanan ini. Aku berinisiatif untuk memapah tubuhnya untuk bersandar di bawah pohon.

"Aduh Ardi, Ayo minum dulu." Aku mengeluarkan air botol mineral dari Tas yang biasanya digunakan berbelanja. Di dalamnya juga ada aneka roti dan makanan ringan. Aku sengaja membelinya dulu dari minimarket tadi untuk perbekalan di dalam hutan seperti ini.

"Sebentar Din, Nunggu Magrib dulu." Lirihnya. Dia hanya bersandar lemah di bawah pohon itu. kondisinya sudah lemas sekali, aku tidak tega dengannya.

Matahari sudah kembali ke peraduannya. Kini kegelapan yang menguasai jagad. Ardi pun bergegas untuk berbuka. Meski dengan makanan seadanya setidaknya itu cukup membuat tenaganya pulih kembali.

Wueeekkk!!

Baru beberapa suapan, roti itu kembali keluar. Dia mengejang tatkala mengeluarkan makanan yang sudah ditelan beserta cairan bening. Aku yang cemas, tidak sengaja menyentuh tangannya. Ya Ampun Panas sekali. Lalu, badannya tergolek lemah di antara akar pohon yang mencuat. Aku mambantunya supaya posisi tidurnya nyaman.

"Aduh, jangan mati disini dong, kamu kenapa sih?" gerutuku kesal bercampur khawatir. Selama di hutan ini, sudah dua kali, orang-orang yang bersamaku pasti mengalami kejadian yang aneh.

GRRRR...GR...

Aku tercenung ketika mendengar suara geraman. Bukan hanya satu, tetapi ada banyak suara geraman yang saling bersahutan. Aku melempar pandangan ke sekitar sekaligus terkejut. Terlihat Mahluk-mahluk yang mengerikan memenuhi setiap ruang di bawah pepohonan. Wujudnya adalah campuran dari manusia dan hewan. Ada manusia setengah ular, manusia setengah kera, dan ada juga yang berbentuk kelelawar dan masih banyak yang lain. Mereka berkerumun mengepung kami berdua dengan tatapan penuh amarah.

Tiba-tiba, dari arah belakang munculah mahluk setinggi pohon jati namun dengan tubuh yang kecil. ketika dia berjalan, tubuhnya yang lentur berlengak-lenggok mengerikan. Sepertinya dia adalah pemimpin dari bangsa jin yang menghuni hutan ini. di belakangnya banyak sekali arwah-arwah manusia yang mengekorinya,

Mungkin mereka adalah manusia yang selama hidupnya di tumbalkan.

"Wahai manusia, ada perlu apa kalian kemari?" ujar Mahluk tinggi itu. aku tidak bisa melihat ke arah wajahnya yang berada di atas sana.

"Kami... mau mencari Pak Min." Sahutku Ardi terbata-bata. Dia yang masih lemas, bersusah payah untuk bangun. Sementara, aku hanya terpaku. Mulut pun rasanya susah untuk digerakkan.

"Maksudmu orang ini?" Tiba-tiba dari kerumunan sesosok arwah pria paruh baya keluar. Aku tercengang saat melihat sosok itu.

"Pak Min!!" gumamku. Pak Min di hadapanku adalah bentuk Arwah yang seperti asap putih dan tidak menginjakan ke tanah. Dia hanya menunduk dengan mimik muka yang sedih.

"Lepaskan Dia!" pekik Ardi.

"Tidak, dia sekarang sudah menjadi tumbalku. Dia sudah bersekutu denganku untuk mendapatkan kekuatan ghaib. Tapi belum memberikanku tumbal. Maka nyawanya sebagai ganti!"

"Lepaskan Dia! Atau aku obrak-abrik hutan ini!" ancam Ardi seraya berdiri. terlihat kerumunan bangsa lelembut itu saling pandang dan tertawa. Gemuruh tawanya memenuhi Hutan.

"Wahai anak Muda, Mahluk lemah seperti kamu bisa apa?" Kata Mahluk tinggi itu melecehkan. Sejenak, Ardi menengadahkan tangannya. Dia khusyuk berdoa. Keajaiban pun terjadi. Semua bangsa lelembut menjerit kepanasan. Satu persatu mereka menghilang. hanya menyisakan Mahluk tinggi itu. Dia yang tampak Panik pun menghilang.

"Alhamdulillah." Ujar Ardi yang kemudian badannya terhuyung jatuh. Aku segera menangkap tubuhnya yang tegap.

"Dina, Coba kamu periksa di balik semak-semak itu." titahnya. Aku mengangguk. Setelah selesai membantu Ardi bersandar di batang pohon. Aku bergegas menuju semak-semak. Untung malam itu disinari cahaya bulan, sehingga aku tidak terlalu kesulitan melihat dalam kegelapan malam.

Betapa terkejut bercampur bahagia, ketika aku mendapati sosok Pak Min yang terbaring di semak-semak itu. seketika, aku mengoncang-goncang tubuhnya dan meneriaki namanya. Pak Min pun membuka matanya. Begitu melihatku, dia langsung memelukku dengan erat.

"Nduk, aku iseh urip Nduk!" serunya bahagia. Aku juga menangis haru, tidak menyangka kalau sosok yang kuanggap ayah itu ternyata masih hidup. Aku mengeratkan pelukanku semakin kencang.

"Dina! keluar kamu! atau kubunuh lelaki ini!" teriak seseorang dengan suara lantang. Aku melepas pelukan Pak Min. Kami saling pandang sejenak, sebelum beranjak keluar dari semak belukar itu. Ketika kami keluar. Terlihat Pak Sugeng yang bersama komplotannya yang berbaju serba hitam. Salah satu diantaranya memegang tubuh Ardi dan mendekatkan pisau ke lehernya. Pisau itu terlihat mengkhilap memantulkan cahaya bulan.

"Jangan sakiti Ardi!" Bentakku. Tapi itu sama sekali tidak berefek. Justru, aku mendengar suara rintihan Ardi karena belati itu mengenai lehernya.

"Aku akan melepaskan lelaki ini, asalkan kamu ikut kembali bersama kami." Kata Pak Sugeng sembari tersenyum miring. Aku menoleh ke arah Pak Min yang menatapku sembari menggeleng. Kini, aku dihadapakan pada pilihan yang sulit. Tapi, kali ini aku tidak bisa egois.

Tiba-tiba dari ujung jalan setapak ini, Munculah Anton yang berjalan dengan tenang. Sontak perhatian semuanya tertuju padanya. Raut wajahnya datar. Sorot matanya tajam semakin menambah aura kebengisannya.

Dia menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arahku. Kekuatan magis dari matanya menusuk mataku, menembus sampai ulu hati. Beberapa saat kemudian. Aku merasakan rasa gatal yang luar biasa di kemaluanku. Aku merintih, tidak kuasa ingin menggaruknya. Tetapi semakin aku menahannya, rasa gatal itu semakin membabi buta.

Aku jatuh tersungkur di tengah-tengah mereka. Pak Min yang akan menolongku terpental beberapa meter. Aku mengeliat di atas tanah seperti cacing kepanasan. Tanganku menyusup kedalam pakaian dalamku, berusaha menggaruknya. Tapi sekuat apapun aku menggaruk, rasa gatal itu tidak kunjung hilang. aku malah merasakan perih.

"Tuan, tolong hentikan Tuan."

Bersambung