webnovel

Hasrat Genderuwo

Dina adalah seorang wanita yang pernah menjadi gundik dari bangsa genderuwo. sehingga melahirkan anak yang buruk rupa. Dina yang malu, akhirnya hijrah ke Surabaya untuk memulai kehidupan barunya. bahkan dia menikah dengan Angga, seorang Pelaut yang cukup sukses. Resiko menjadi istri pelaut adalah sering di tinggal sehingga membuat Dina menjadi kesepian. sampai suatu ketika dia merasakan hasrat yang sangat menggebu. Hanya Genderuwo yang bisa menuntaskan syahwatnya. sehingga tanpa sepengetahuan Angga, Dina kembali terbuai dengan masa lalunya, terjerat lebih dalam. ingin sekali dia terbebas, namun dia tidak kuasa melepas hasratnya yang semakin menjadi-jadi.

Lazuarrdi · Fantasy
Not enough ratings
414 Chs

Jangan Bunuh Pak Min!

"Sejak kapan aku memiliki aura seperti itu Pak?" tanyaku penasaran.

"Bapak tidak tahu pastinya, tapi yang jelas aura itu sepertinya sudah lama menyatu di dalam tubuhmu, Mungkin sejak kecil." Jelasnya. Sekarang aku tahu penyebab kenapa begitu banyak orang tertarik padaku. Aku memiliki sesuatu yang istimewa di dalam tubuhku, tanpa aku sadari. Namun, siapa sangka keistimewaan justru menjadi bumerang bagi diriku sendiri.

"Terus apa yang harus aku lakukan Pak? Aku ingin aura ini hilang dari tubuhku!" aku memegang tangannya lalu menggoyang-goyangkannya, supaya dia lekas memberikan jala keluar. Aku ingin kehidupanku menjadi normal kembali.

"Tidak bisa Nduk, Aura itu selamanya akan melekat dengan dirimu. Satu-satunya cara adalah dirimu sendiri. bagaimana kamu bisa mengendalikan dirimu sendiri, terutama nafsumu yang kadang melebihi batas."

Aku terduduk di atas tanah. mendadak lututku lemas sehingga tidak mampu menopang tubuhku. Kenapa takdir begitu kejam kepadaku! Apa salahku!

"Aku tidak sanggup Pak. aku tidak sanggup terus-terusan hidup seperti ini. LEBIH BAIK AKU MATI SAJA!" pekikku dengan genggaman tanganku yang aku hujam sendiri di dadaku. Pak Min berhamburan mendekapku. Tangannya mengelus-elus rambutku yang tergerai. Berusaha menenangkanku.

"Tenanglah Nduk, bapak tahu beban ini sangat berat untukmu. Tapi kamu harus ingat, kamu masih punya kami yang selalu ada untuk membantumu." Dekapan Pak Min membuatku tidak lagi meronta. Hanya menyisakan sesegukan saja.

"Ya, sudah. Ayo kita lanjutkan perjalanan lagi. Bapak sudah mendapatkan semuanya." Ujar Pak Min setelah memastikan diriku sudah tenang.

"Semuanya? Maksudnya Pak?"

"Untuk menghadapi Raja Arya dan bala tentaranya itu tidak mudah. apalagi mereka memiliki sebuah kerajaan. Kedatangan bapak ke sini. Untuk meminta bantuan dari penghuni hutan ini, untuk membantuku melawan mereka."

"Jadi bapak bersekutu dengan penghuni hutan ini?" seruku dengan nada meninggi. Apapun kalau sudah menyangkut pautkan dengan mahluk halus, pasti mereka akan meminta sebuah imbalan."

"Iya, kamu tidak usah khawatir. Biar saya yang menanggung semuanya. Lagipula, keselamatan ibumu sekarang jauh lebih penting."

"Terus sekarang mana mereka Pak?"

"Mereka semua ada di sekitar kita, sedang memperhatikan kita." jelasnya. Seketika aku menatap ke arah sekitar dengan ketakutan. langsung aku membenamkan kepalaku di lengan Pak Min. Dia hanya geleng-geleng kepala, lalu kembali melangkah.

Bukkkkk

Tiba-tiba sebuah benda keras menghantam kepala Pak Min. Tubuh Pak Min terhuyung dan akhirnya pingsan. dengan sigapn aku menangkapnya dan meletakkannnya dipangkuanku. Aku meraba-raba benda yang terjatuh tadi. ternyata sebuah batu berukuran genggaman orang dewasa.

"Si...siapa yang melempar batu!" hardikku dengan mata nanar melihat sekitar. tidak ada jawaban. Hanya terdengar suara gemerisik dedaunan yang tertiup angin.

"Pak Min, bangun Pak." aku menepuk-nepuk pipinya. Aku tercekat tatkala tanganku mengenai darah yang mengalir belakang otaknya.

"Aduh, gimana ini?" ujarku kebingungan. Kemudian sebuah ide tercetus di kepalaku. Aku pun membuka baju yang aku kenakan, kemudian membalutkannya di kepala Pak Min. Dengan begini, setidaknya darahnya tersumbat.

Tapi ternyata sia-sia, darah terus menerus keluar. Bajuku tadi rupanya tidak mampu membendungnya. Aku pun berniat untuk memapahnya menuju mobil. Tapi yang jadi pertanyaan, dimana letak jalan rayanya? Sementara aku sendiri tidak tahu berada di bagian hutan yang mana.

"Tolong-tolong!" teriakku pasrah. Netraku mulai basah, melihat kondisi Pak Min yang menderita secara perlahan.

"Siapapun kalian demit atau apapun itu, tolong bantu aku! Aku berjanji akan melakukan apapun jika kalian Bisa menyelamatkan Pak Min!" teriakku dihujung rasa frustasi. Aku tidak mau sampai orang yang kuanggap bapak ini mati sia-sia disini.

Lagi-lagi tidak ada tanggapan, hanya semilir angin malam yang menggerayangi tubuhku bagian atas yang hanya tertutup BH.

GRRRR...GRRR

Dari semak-semak terdengar suara geraman. Aku terperanjat. Suara itu sangat dekat. tepatnya berada di semak-semak yang letaknya dua meter di sampingku. Ingin rasanya aku berlari dari tempat itu. Tapi , apakah aku tega meninggalkan Pak Min dalam kondisi seperti ini?

Dengan ketakutan, aku memeluk tubuh Pak Min. Suara semak-semak semakin kentara bersamaan dengan suara geraman yang keras. dari kegelapan, aku bisa melihat sepasang mata merah menyala mengawasiku. Dan semuanya semakin jelas, tatkala dia keluar dari semak-semak itu.

Genderuwo.

"Mau apa kamu hah!" hardikku. Diluar dugaan, dia langsung menarik tubuhku.

"Lepaskan!" seruku meronta. Dia membalikan tubuhku yang setengah telanjang dan memelukku dari belakang. aku bisa merasakan bulu-bulu kasarnya yang membuatku merasa geli. Tapi, percuma aku memberikan perlawanan. Pasti aku akan kalah.

"Tolong Pak Min, kumohon." Ujarku memelas. Mahluk itu terdiam. lalu dengan masih memelukku dia mendekati PaK Min. Namun sesuatu diluar ekspektasiku terjadi.

Dia menginjak-nginjak tubuh renta itu beberapa kali. lalu dengan sekali tendangan yang keras, tubuh itu terpental entah kemana.

"Bapak!" teriakku histeris. Mahluk itu tidak menggubris. Dia menyeretku ke arah semak-semak.

***

"Hahahaha... akhirnya kamu kembali juga jalang." Kata Pak Sugeng yang sedang bersandar di sisi mobil. "Percuma saja kamu lari di hutan ini, dia pasti akan bisa untuk menangkapmu." Imbuhnya sembari menunjuk kearah genderuwo yang menggendongku.

Sosok mengerikan itu menurunkan tubuhku lalu dia mundur beberapa langkah. Perlahan dia menjelma menjadi pria yang kukenal. Anton. Ternyata genderuwo itu adalah jelmaan dari Anton. Dia telanjang bulat tanpa sehelai benang pun. Sejenak, aku berdesir melihat tubuhnya yang terukir sempurna.

Dari semua lelaki yang aku kenal, harus kuakui Antonlah yang paling memenuhi fantasiku. Tentang pria bertubuh besar, gempal namun berotot. Ukuran dadanya yang bidang hampir menyamai ukuran kepalanya. Pun perutnya yang tampak kencang meski tidak seperti roti sobek. Meskipun hampir setiap hari aku menemuinya di tempat Gym, tapi sekarang aku bisa melihat dengan jelas tubuh polosnya.

Karena jujur aku paling tidak suka dengan pria tubuh kurus yang sixthpack, Tidak ada sensasinya untuk bersentuhan dengan tubuhku. Lebih baik seperti Anton. Tubuh besarnya yang tampak kokoh enak sekali dipeluk. Apalagi ditubuhnya ditumbuhi bulu-bulu jantan. Aku jadi tidak tahan untuk menggesek-gesekkan tubuhku dengannya.

Ah, hayalan macam apa ini. ingat Dina, Anton ini musuh bebuyutanmu. Kamu tidak boleh menyukainya. Tidak! Kamu harus tegas untuk melawan perlakukannya yang semena-mena. Terlebih Anton tadi menendang tubuh Pak Min!

"Bedebah kamu Anton! Kau sudah mencelakai Pak Min!" aku menuding ke arahnya denga penuh emosi. Pria itu tidak menggubrisku. Dengan santainya dia berjalan di depan mobilku dan meraih pakaiannya yang dia letakkan diatas kap mobil. Rupanya sebelum berubah menjadi monster dia menanggalkan bajunya di sana.

"Tua bangka itu sudah waktunya meninggal! Sudahlah." Ujarnya dengan santai. Dengan posisi membelakangiku, dia menggenakan bajunya. Darahku mendidih.

"Kejam kau Anton! Mana nuranimu hah! Kenapa kamu tega membuat Pak Min tidak berdaya di tengah Hutan, kalau dia meninggal bagaimana?" Tanganku dengan sigap memukuli punggungnya dengan keras. tapi sekeras apapun aku memukulinya, itu tidak berarti berasa apa-apa baginya.

Dia mendorong tubuhku menggunakan tangan kanannya. Dengan sekali hentakan kebelakang. Tubuhku tersungkur di atas tanah yang berkerikil. Perlahan dia berbalik arah dan menudingku.

Bersambung