1 TAGIHAN ANAK

Suasana pesta hari jadi pernikahan benar-benar meriah. Para tamu undangan dari kalangan konglomerat memenuhi gedung pesta yang di adakan di salah satu hotel mewah, beberapa dari mereka bahkan ada yang berstatus sebagai pejabat.

Sepasang suami istri yang selalu terlihat mesra itu adalah pemilik pesta ini. Di ulang tahun pernikahannya yang ke-5, mereka sengaja menggelar acara pesta besar-besaran untuk merayakannya. Keduanya tampak bahagia, tersenyum manis pada semua tamu.

Namun, tidak setelah pesta usai. Alma, wanita berusia 25 tahun itu malah tampak diam dengan wajah muram di kamarnya.

"Selamat ulang tahun pernikahan, Alma. Cepatlah punya anak agar pernikahan kalian semakin sempurna."

"Kalian adalah pasangan yang sempurna, tapi akan tampak lebih sempurna lagi jika kalian punya anak!"

Itu adalah beberapa ucapan dari tamu undangan yang Alma ingat. Hal itu juga yang membuat Alma semakin merasa tertekan, belum lagi ibu mertuanya yang selalu menagih cucu, membuat Alma tidak bisa mengendalikan diri hingga menelan beberapa obat untuk menenangkan diri.

"Hei, apa yang kamu lakukan?" tanya Faisal menarik tangan Alma yang hendak memasukkan obat ke mulutnya.

Faisal, lelaki berusia 27 tahun dengan tinggi badan 183 cm itu segera mengambil tiga buah pil putih di tangan istrinya. Sebuah tong sampah kecil lah yang berhasil menelannya. Untuk kesekian kalinya, Faisal memergoki Alma meminum obat penenang.

"Aku lelah, Mas. Aku lelah dengan semua tekanan ini. Bukan hanya ibu, tapi teman-teman kita juga seolah memberi desakan untuk kita agar segera punya anak. Sementara aku—"

"Jangan katakan itu! Aku mohon jangan katakan itu," sela Faisal cepat.

Faisal tahu, Alma sudah hampir depresi menghadapi tekanan ini. Mereka sudah lima tahun menikah, tapi masih belum di karuniai seorang anak dan Faisal pikir itu hal yang wajar. Bahkan banyak pasangan di luar sana yang belum memiliki anak setelah belasan tahun menikah.

Dengan tekanan dari ibu mertua dan orang-orang di sekitarnya, membuat Alma benar-benar kepikiran. Mereka sudah periksa berulang kali ke dokter, tapi hasilnya tetap sama. Mereka berdua subur, tidak ada masalah baik pada sperma Faisal ataupun rahim Alma.

Tapi entah kenapa, mereka belum juga di karuniai seorang anakpun. Padahal sudah sering usaha, tapi hasilnya masih belum juga. Faisal tahu, ini memberatkan istrinya, tapi dia tidak ingin Alma sampai depresi karena semua ini.

"Kita masih bisa punya anak, kita hanya perlu usaha lebih giat lagi," kata Faisal berusaha meyakinkan Alma.

Namun perempuan itu menggeleng. Dia tidak yakin kalau usaha mereka akan berhasil, itu membuatnya semakin murung. Dalam hati kecilnya, Faisal juga tentu ingin punya anak, tapi dia tidak bisa memaksa jika memang belum di beri kepercayaan untuk mengurus anak.

Faisal hanya bisa mengelus kepala Alma yang sudah tertidur di sampingnya. Alma adalah satu-satunya wanita yang dia cintai, dia tidak akan pernah punya anak dari wanita lain selain Alma. Sekalipun mereka tidak di beri anak, Faisal lebih memilih hidup berdua saja dengan Alma dari pada menikah lagi.

"Faisal, lihat ini!" kata Sarah—ibu Faisal yang masih tinggal satu atap dengan mereka.

Sarah memperlihatkan sebuah selebaran yang memperlihatkan tentang kisah seorang pemimpin perusahaan cengkeh di Jambi. Dia sudah menikah tujuh tahun lamanya, tapi belum memiliki anak. Tapi sekarang mereka bisa punya anak setelah menikah dengan istri mudanya.

"Lalu? Ibu menyuruhku untuk menikah lagi? Tidak, aku tidak mau!" tolak Faisal yang sudah paham jalan pikiran ibunya.

"Faisal, pikirkan dulu baik-baik. Mau sampai kapan kamu menunggu Alma? Sudah jelas-jelas dia mandul, sepuluh tahun pun kamu menunggu, dia tidak akan bisa memberimu keturunan!" ucap Sarah dengan nada bicara sedikit tinggi.

Wanita itu sudah lelah menunggu. Dari tahun ke tahun, dia selalu menunggu tapi tak kunjung di beri cucu. Menantunya yang mandul membuatnya tidak bisa menghasilkan anak untuk Faisal. Di usia yang sudah menginjak angka 47 tahun, Sarah tentu tidak ingin meninggal sebelum bisa menimang cucu.

Alma datang dengan membawa ayam goreng ke meja makan. Dengan antusias, Sarah pun menghampirinya dan memberi informasi detail tentang pernikahan pengusaha cengkeh itu. Menurutnya tidak ada yang salah jika Faisal menikah lagi, toh itu juga demi melanjutkan keturunan keluarga Malik.

"Bagaimana menurutmu? Ini bukan ide yang buruk, Alma. Faisal hanya menikah untuk mendapatkan anak, tapi hatinya tetap untukmu," ucap Sarah semakin antusias.

"Bu, jangan hasut Alma seperti itu. Aku tidak akan mau menikah lagi. Aku akan punya anak dan anak itu hanya akan terlahir dari rahim Alma," kata Faisal yang tetap menentang permintaan ibunya.

Faisal pun berangkat ke kantor dengan pikiran yang sedikit bercabang. Ibunya benar-benar sudah gila. Menyuruhnya menikah lagi demi seorang anak? Dia pikir menikah itu mudah? Lagi pula, mana mungkin Alma mengijinkannya menikah lagi.

Tidak ada satu pun wanita di dunia ini yang mau di madu, itu adalah mimpi buruk bagi semua wanita. Sampai kapanpun, Faisal tidak akan mau menuruti ide-ide gila dari ibunya. Dulu dia sempat menyarankan bayi tabung, tapi itu tidak berhasil dan malah membuat Alma di rawat selama sebulan di rumah sakit.

Sedang asik berjalan di lorong menuju lift, tiba-tiba dia di kejutkan dengan kehadiran seorang office girl yang datang sambil menabraknya. Kejadian yang begitu cepat itu membuat sebuah kopi di tangan office girl itu tumpah ke jas hitam Faisal.

"Astaga! Maaf, aku tidak sengaja," ucap gadis itu sambil mengeluarkan sapu tangan dari saku bajunya untuk mengelap jas Faisal yang kotor.

Faisal tidak berkata apa-apa selain diam. Padahal sebenarnya dia juga kesal, tapi tidak bisa melakukan apapun selain mengepalkan tangan sembari menahan emosi. Dikala suasana hatinya yang buruk, ada saja yang membuatnya semakin merasa sial.

Hingga pertemuan dengan klien hari ini terpaksa di batalkan karena Faisal tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Di toilet, dia terlihat sibuk mengelap jasnya yang masih belum begitu bersih dengan tisu toilet.

"Benar-benar hari yang sial!" umpat Faisal geram. Bisa-bisanya seorang office girl menumpahkan kopi di jas mahalnya. Ini merupakan suatu pelecehan bagi Faisal.

Sementara itu, Alma tampak sibuk menyiapkan makan malam di rumahnya untuk menyambut kepulangan Faisal. Tangan wanita itu memang bergerak, tapi pikirannya juga berkeliaran kemana-mana.

Mungkin jika Faisal menikah lagi, mereka bisa punya anak dalam waktu singkat. Rahim seorang wanita muda memang subur, tidak ada salahnya jika di coba. Alma mulai berpikir, jika ide yang diusulkan ibu mertuanya tidak terlalu buruk.

"Hah, jam segini seharusnya paling asik bermain bersama anak kecil. Sayangnya anakku belum memberiku cucu, malang sekali nasibku ini," keluh Sarah yang duduk di sofa sambil ngedumel sendiri.

Alma tahu, itu bukan sekedar perkataan angin lalu saja, itu adalah sebuah sindiran halus yang di tujukan padanya. Hal itu juga yang membuat Alma semakin yakin untuk mencarikan istri muda untuk suaminya.

Dia pergi ke sebuah toko untuk membeli bumbu yang kurang. Tanpa sengaja dia bertemu dengan seorang gadis muda dengan pakaian petugas kebersihan kantor yang masih melekat di tubuhnya. Dia tersenyum manis, membuat Alma langsung memberi respect positif.

"Permisi, Nona! Apa kamu masih single?" tanya Alma langsung.

"Iya. Aku belum menikah. Memangnya kenapa?"

Bukannya menjawab, Alma malah hanya tersenyum saja. Dia kemudian melihat nama gadis itu di seragam kerja bagian dada kirinya. Rania Widya Ningsih, nama yang bagus. Sementara gadis yang di lihat hanya diam kebingungan.

Entah kenapa, Alma malah langsung berpikir jika Rania adalah gadis yang tepat untuk dinikahkan dengan Faisal. Dia tampak masih muda, segar dan sepertinya juga subur. Akan mudah bagi Faisal untuk mendapatkan anak darinya.

"Permisi, Bu. Saya harus membayar semua ini di kasir," pamit Rania segera pergi dari hadapan Alma.

"Oh, iya. Silahkan." Alma tersenyum.

Sesampainya di rumah dia langsung melanjutkan aktivitasnya memasak di dapur. Ketika Faisal pulang, dia pun menyambutnya dengan pelukan hangat seperti biasanya. Dan itu jelas menghilangkan semua beban pekerjaan di kepala Faisal setelah seharian berada di kantor.

"Ada apa? Kenapa kamu kelihatan bahagia sekali?" tanya Faisal.

"Aku sudah menemukan jalan keluar untuk masalah kita," jawab Alma sembari berjalan beriringan dengan Faisal menuju ruang makan.

"Jalan keluar?" Faisal mengerutkan dahi dengan bingung.

"Iya. Aku sudah menemukan gadis yang tepat untuk kamu nikahi. Namanya Rania, dia bekerja sebagai office girl di sebuah perusahaan," jelas Alma.

Faisal berhenti berjalan. Lagi dan lagi, Alma kembali terhasut dengan ide gila ibunya yang selalu tidak masuk akal. Jelas saja Faisal menolak permintaan itu. Di kantor dia sudah di buat kesal dengan ulah office girl yang menumpahkan kopi, sekarang Alma juga membuatnya kesal dengan sebuah ide gila yang tidak akan pernah dia ikuti.

"Dengarkan aku dulu. Ini tidak buruk, kamu hanya perlu menikah dengannya, dapatkan anak lalu ceraikan. Semuanya akan baik-baik saja, percayalah," kata Alma berusaha meyakinkan Faisal.

"Sekali aku bilang tidak, ya tidak! Kamu tidak bisa memaksaku!"

"Mas, ini demi kebaikan semua orang." Alma mengusap dada Faisal, dimana terdapat noda kopi yang masih belum hilang. "Apa ini?" tanya Alma pula.

"Seorang office girl ceroboh menumpahkan kopi di jas-ku," infonya singkat.

"Jangan marah-marah, sayang. Calon istri keduamu juga seorang office girl," ujar Alma tersenyum.

Membuat Faisal mengacak rambut dengan frustasi. Menikah lagi? Haruskah dia menikah lagi demi mendapatkan seorang anak? Bukankah anak itu akan datang dengan sendirinya, selama mereka masih mau berusaha?

Alma juga tidak ingin melakukan ini jika bukan keadaan yang memaksanya. Hatinya berulang kali menjerit sakit ketika sang ibu mertua terus menagih cucu, itu sangat membuatnya sedih. Terus-terusan di desak, jelas membuat Alma memikirkan berbagai cara untuk mendapatkan anak. Dan dia rasa, cara yang satu ini akan berhasil.

"Gadis mana yang mau kamu jadikan istri keduaku?" tanya Faisal.

Alma tersenyum.

avataravatar
Next chapter