24 24 Muda Nan Ayu

Saat aku dan Liza sedang asyik bercengkrama dengan Laptop dan berkas yang bertumpuk diatas meja, dikejutkan oleh pak Sapto__salah satu satpam perusahaan kami berlari-lari dengan langkah cepatnya lalu masuk ke ruang kerja Arman. Dia memanggil Arman dan entah membicarakan apa? Pokoknya mereka tampak berbicara, terus aku lihat lagi keduanya segera keluar dari ruangan itu dan berjalan bersama beriringan menuju ruang depan sambil tetap mengobrol. Hal itu mengundang tanya dalam diriku, sebab selama ini jarang sekali Arman mengobrol dengan Pak Sapto itu.

Hampir enggak pernah malah. Mereka berdua lewat juga di depan ruanganku, terlihat dari pintu yang terbuka lebar aku menatap keduanya, karena di dalam hati menyimpan rasa ingin tahu. Aku berpamitan kepada Liza untuk mengikuti mereka berdua sebentar saja. Berjalanlah Arman dengan pak Sapto menuju ruang depan. Biasanya tempat paling depan adalah ruang tamu. Apa ada tamu yang mencari Arman? Seorang costumer saja atau keluarga dia? Aku terus menyusuri bekas jalan yang dilalui mereka berdua secara perlahan agar tidak muncul kecurigaan. Aku hentikan langkahku ketika sudah dekat dengan arena yang aku tuju.

Ruang tempat yang biasa untuk menerima dan melayani tamu, kuintip dan kulirik. Aku terperanjat! Disana ada sesosok gadis muda.

Sesosok gadis itu, dia berdiri menatap Arman tanpa berkedip sama sekali. Aku merasakan seperti ada gejolak yang bergolak-golak di dadaku. Aku berusaha menguping karena aku juga ingin tahu mereka ambil topik apa? Rambut panjang yang lurus terurai dan berponi itu, aku sorot dengan mata lekat-lekat.

"Astaga!!!! Dia kan Ayu? Rahayu tetangga Arman di Jogja? Dia yang pernah ngasih bubur itu? Sedang apa dia di kota Surabaya ini? Kenapa mencari Arman? Dag dig dug jantungku penuh kekalutan melihat pemandangan itu. Dia sangat berbeda hari ini, penampilannya rapi, rambut yang masih dibiarkan terurai tertiup angin terlihat terayun-ayun namun dressnya sekarang lebih elegan dengan memakai sepatu dan tas tenteng yang juga cantik.

Dia memberikan kotak kepada Arman, entah kotak apa, seperti bekal makanan atau isi apa aku tak tahu, akan aku tanyakan kepadanya nanti. Gadis itu tak sendirian dengan disebelahnya ada seorang bapak-bapak yang agak berumur, berkumis hitam dihiasi uban halus, begitu juga senada dengan rambutnya, tinggi kurus dengan penampilan sederhana nan biasa. Duduklah mereka bertiga disana, tersirat rasa cemburu di hatiku kepada gadis itu, dia lagi? Arman tampak akrab dengan keduanya, tertawa-tawa dan gadis itu berulang kali tersipu malu dengan senyumannya yang bisa aku katakan manis itu.

Huh!! Baru begini saja aku cemburu? Apalagi kalau ada gadis lain nantinya yang akan menggeser posisiku dihati Arman, tidak!!! Arman tak boleh mencintai gadis lain selain aku. Aku benci posisiku__aku buntu tak mungkin dimilikimu. Aku benci sekali air mata selalu terurai setiap waktu tak jemu-jemu, sudahlah ... Aku tak mau berlama-lama mengintip mereka, yang ada makin sesak dadaku. Nanti saja akan aku tanyakan kepadanya agar ada titik temu.

Perlahan-lahan aku meninggalkan ruang pertemuan mereka itu untuk segera kembali ke meja kerjaku, aku sudah tak mau lagi membebani hatiku tentang prasangkaku yang bukan-bukan. Aku hanya mengotori pikiranku dengan hal yang buruk saja.

Aku berjalan menyusuri Lantai porselin, hanya bunyi sepatu pantofelku yang berbunyi

Gemeletaj mengiringi suara hatiku. Tatapan kosong dan bertanya-tanya terus berkeliling di kepalaku.

Aku masuk ruangku, tanpa bersuara dan tanpa sapa, kududuk termenung disitu.

"Darimana kamu Nez?" Sontak Liza mengagetkan lamunanku.

"Aku dari membuntuti Arman, dia bertemu orang di ruang tamu," jawabku sambil menundukkan wajahku.

"Kok ekspresimu begini? Kayak habis lihat hantu?" Liza berkata sambil mengamati wajahku, dilihatnya lekat-lekat semakin dekat.

"Yang aku lihat lebih dari hantu, Liz" timpalku mengagetkan Liza seketika.

"Maksudmu? Siang-siang ada hantu? Lebih dari hantu?" ungkapnya segera ingin tahu.

"Arman, didatangi seorang gadis muda, Liz. Dia bersama ayahnya di depan. Aku tahu gadis itu tetangga Arman, dia teman masa kecil. Saat aku di yogyakarta yang lalu itu, dia ke rumah Arman bagi-bagi bubur. Aku jadi cemburu, Liz" Liza langsung menyabet tanganku, digenggamnya erat untuk menguatkan aku.

"Jangan dulu curiga yang bukan-bukan, nanti kamu tanyakan dia, pasti semua baik-baik saja? Tenangkan dirimu sayang. Nanti aku bantu cari tahu maksud dia kesini apa? Kok cari-cari Arman," terang Liza menenangkan aku.

Aku sedikit lega karena ada support dari dia.

Aku berulang kali mengintip ke arah pintu, tak juga ada lewat Armanku. Aku celingukan menanti dia mengatakan sesuatu tentang Ayu. Liza tak kalah penasaran sambil ikut celingukan di belakangku.

Aku beranjak dari dudukku, berjalanlah aku kesana dan kemari layaknya orang kebingungan. Nah! itu dia, nampak dari kejauhan dia sudah melangkah meninggalkan ruang tamu itu menuju ke arahku. Aku sudah tak sabar menanyakan itu.

"Arman!!" teriakku yang agak serak-serak basah karena sempat menangis tadi,

berlari aku mengarahkan diri kepada Arman karena sudah tak sabar ingin mendengar kabarnya.

"Arman, ada apa dia mencarimu?" tanyaku seraya memegang tangan dan meremas jemarinya yang lebih besar dari jemariku sebagai ungkapan bahwa aku cemburu. Liza juga turut mengintip di samping pintu untuk tahu perbincanganku.

"Si Ayu sama bapaknya, datang dari kampung pagi tadi. Dia dapat panggilan kerja di Surabaya, jadi mau kerja di kota ini," tutur pria jujur dihadapanku ini.

Ayu? Mau kerja di kota ini? Kenapa dia harus mencari kerja di Kota lain? Kan jauh dari kota asalnya? Lagian perempuan seorang diri? Kenapa diberi izin bekerja di kota lain? Apa bapaknya itu enggak khawatir? Beribu tanya dan kekhawatiran ingin aku timpal dari otakku, tapi tak mampu. Dia bakal menjadi tanggungan Arman, dia akan semakin dekat dengan Arman.

Arman menyerahkan Kotak bekal itu kepadaku. Dia bilang dari Ayu dan dia tidak mau membukanya apalagi memakannya. Dia bilang aku boleh membagi ke siapapun atau boleh dibawa pulang. Akhirnya aku bagi saja ke Liza, aku juga tak mau mebuka atau memakannya. Sungguh aku meragu bahwa perempuan bernama Rahayu itu hanya berniat kerja disini, pasti ada satu niatan entah apa itu?

Arman menggandengku dan merangkul pundakku sambil memberi senyuman manisnya karena tahu sikap anehku, sikap aneh muncul karena terbakar api cemburu. Dia, Ayu! Diantar bapaknya ke kota Surabaya untuk bekerja tiga hari lagi. Otomatis membutuhkan waktu untuk mengenal kota ini? Tidak mungkin tidak! Pastilah Arman yang akan dimintai tolong bapaknya untuk wira-wiri mengantarkan dirinya? Sialnya agar bisa beristirahat, karena baru sampai dari perjalanan jauh. Kunci kontrakan Arman diminta dia dan bapaknya. Arman akan mencarikan gadis itu kost atau kontrakan juga, dan setelah itu kedekatan mereka pasti tak bisa di hindarkan lagi? Sedangkan aku ... sudah pasti pergi dari hati dan kehidupan Arman cepat atau lambat__mau atau tidak mau__suka atau tidak suka.

Rahayu, apakah dia yang hadir ini akan mengisi kehidupan Arman setelah aku? Aku tak rela dan tak ikhlas, meskipun aku sudah menjadi milik orang lain dengan paksaan. Arman tidak boleh menjalin hubungan dengan Rahayu!! Titik!!!

avataravatar
Next chapter