webnovel

Dewa Untuk Sebentar (Part 2)

----JEAN BERRAU----

'Dewa untuk sebentar'

Suara burung berkicau diatas pohon yang berdaun kuning

Dan diantara hujan daun layu yang turun dari atas pohon angin kembali berkibas.

Air danau kecil bergoyang ketika dihinggapi capung.

1 bulan sudah berlalu…

Waktu terasa sangat cepat sekarang..

Duduk Hanno didepan Jean, mereka berdua berhadapan dimeja ini.

Jean hanya tersenyum kepada Hanno.

"Aku kalah..kelihatannya kita seri Hanno" ,ucap Jean sambil melihat papan caturnya.

Pion Penyihir Jean telah dikelilingi pasukan infanteri Hanno.

Sedangkan Pion Rajanya sendiri sedang terjebak dibarisan musuh.

Jean sudah jatuh kedalam jebakannya.

Mereka sudah main 6 kali, Jean menang 3 kali, sedangkan Hanno juga 3.

Jean ingat saat Hanno main ronde pertama, taktiknya cepat dan langsung fatal tak memedulikan banyak hal yang tak penting.

Jean ingat ia terkejut kalau hanya dalam beberapa langkah Hanno langsung mengeksekusi Pion Penyihirnya.

Dironde terakhir sendiri kali ini Hanno mengincar semua Pion Kavaleri Jean terlebih dahulu dan Pion Penyihir baru eksekusi terakhir.

Taktiknya disetiap ronde berbeda, tapi mencoba taktik baru itu kadang ceroboh.

Hanno mencoba menyerang raja dironde kedua, mencoba taktik baru daripada mengincar kesempatan bagus menyerang penyihir Jean tadi.

Dia berbakat...

...mengerikan dan tak terduga juga iya.

Tak semua orang bisa menggunakan taktik baru terus menerus.

"Kau yakin ini kali pertamanya dirimu bermain catur?" ,bertanya Jean sambil menyusun kembali pionnya.

"Hm? ..iya" ,ucap Hanno sambil teralihkan dengan menoleh kearah danau kecil.

Jean kemudian menoleh kearah yang Hanno lihat daritadi.

"Kau yakin kalau dirimu lupa semua siapa dirimu selain namamu?" ,bertanya Jean.

"Iya" ,ucap Hanno.

"Hm, sayang sekali, padahal akan menarik kalau kau ingat bagaimana dirimu berakhir tenggelam didanau kecil ini" ,ucap Jean dengan senyuman yang ingin tertawa.

Hari Jean lumayan menyenangkan ketika Hanno datang.

Dia punya seseorang yang bisa menemaninya dipengasingan ini.

Terutama temannya main catur setelah bertahun-tahun, sudah lama Jean tak catur karena dirinya tak punya teman.

Semua petani dan pandai besi didesa terlalu bodoh, bahkan untuk membaca mereka tak bisa.

Hanno sendiri...Hanno adalah anak paling berbakat yang pernah Jean ajari.

Hanno tak tahu banyak sejarah awalnya...tapi dalam sebentar ia mengingat banyak hal.

Dengan cepat ia mengingat banyak huruf Garalic, huruf yang digunakan dibanyak daerah Republik Victa.

Wajah Hanno melihat kearah danau..

Wajahnya lumayan putih, sedangkan matanya memiliki aura kelam dan menakutkan.

Saat pertama kali Jean melihat matanya, ia sudah lama tak melihat mata seperti itu…

Mata yang sama dengan orang berambut putih itu...mata yang sama saat dirinya melihat dua Garius tersisa yang mengerikan..

Mata yang sama saat dirinya melihat pemimpin keluarga Ohara sialan itu..

Wajahnya Hanno sendiri tak terlalu tampan tapi cukup untuk buat wanita menginginkannya, bulu matanya lumayan panjang, dan punya pipi yang mulus.

Rambutnya hanya lumayan berantakan dan hitam, menutupi kebanyakan dahinya.

Sedangkan dirinya tak pernah tersenyum maupun tertawa, dirinya hanya terdiam terus menerus, berbicara seperlunya.

Bangsawan? Kalau begitu dari mana?

Damaltia? Aquantania? Legata? Tyronia? Atau Victa sendiri?

Perbatasan Damaltia dan Victa sendiri telah tenang, tentu saja masih ada beberapa perkelahian oleh pasukan Victa dan Damaltia diperbatasan.

Tapi itu masih belum cukup untuk perang, Damaltia sudah menandatangani perjanjian damai 30 tahun dengan Republik Victa.

Meskipun itu sudah mulai rusak...tapi tetap saja...perjanjian itu perjanjian.

Kecuali sesuatu merusaknya.

Ratusan monster terlihat bagaikan mengelilingi mereka…

Gelap mereka dengan mata merahnya bagaikan tersenyum kepada mereka..

"Apa kau mau makan?" ,bertanya Jean.

"Hm? Bisa dibilang" ,ucap Hanno.

Jean kemudian berdiri dari kursinya perlahan.

"Telur kita sudah mulai habis jujur, ikan pun tak ada kudapat beberapa bulan ini nampaknya" ,ucap Jean sambil meregangkan pinggangnya, "eugghhhh...coba kita cek daging kita"

Hanno kemudian merapikan catur dan membawanya.

Berjalan Jean kedalam rumahnya, dengan Hanno dibelakangnya.

Pintu rumah Jean kemudian dibuka dan kemudian rumahnya terbuka.

Melangkah kaki mereka dilantai kayu rumah Jean.

Rumah Jean sendiri cukup terang hari ini dengan matahari yang melewati jendela sebagai penerangannya.

Beberapa lemari,kursi,tungku api pemanas dan lilin mati mereka lewati.

Dan kemudian langkah kaki mereka berada dilorong menuju dapur Jean.

Banyak lukisan disini.

Beberapa terlihat mengerikan, beberapa bagaikan nyata.

Hanno kemudian berhenti berjalan disuatu lukisan.

"Hanno ada apa?" ,bertanya Jean sambil melihat kebelakang.

Hanno terlihat berhenti melihat suatu lukisan, dengan papan catur dia tenteng ditangan kanannya.

Lukisan yang ia lihat adalah sebuah kumpulan dewa ditengah pertempuran dengan mengeluarkan cahaya dan ratusan sihir dari api,air,es,dan tanah.

Sedangkan ratusan prajurit menderita dibawah mereka dengan gambaran mengerikan.

"Ohh..kau lihat lukisan itu..'Pertempuran Mjalnir'.." ,ucap Jean sambil melangkah mendekat kearah Hanno.

Jean tersenyum.

"Kau tahu pertempuran itu bukan?" ,bertanya Jean.

"Ya, 150.000 pasukan koalisi melawan Cassandra Yang Agung hampir dari seluruh Strantos dihancurkan hanya dengan kekuatan 10 penyihir Cassandra yang Agung" ,balas Hanno sambil menyentuh lukisan tersebut dengan jarinya secara perlahan.

"Hm, salah satu mahakarya buatanku" ,ingin tertawa Jean.

"Ini.." ,ucap Hanno.

"Kenapa? Kau pikir aku melebih-lebihkan cara diriku melukiskan Cassandra dan penyihirnya bagaikan dewa?" ,balas Jean dengan senyuman menahan tawa.

Hanno mengerutkan dahinya sambil melihat kearah Jean.

Cassandra yang Agung dan penyihirnya terlihat memakai topeng emas,jubah terang,dan cahaya mengelilingi mereka bagaikan dewa.

Membuat prajurit dibawah mereka...bagaikan budak.

"Hahh...150.000 pasukan dihancurkan dengan kekuatan sihir dengan tanah berguncang dibawah mereka,api membakar mereka,beberapa terbang dan terpelanting kemana-mana bersama bagian tubuh mereka.." ,ucap Jean sambil tersenyum.

Kemudian Jean menyentuh bahu Hanno dengan lembut.

"Dan mereka tak bisa membalasnya…karena semua penyihir saat itu terbang diangkasa hehe" ,ucap Jean dengan cekikikan, "semua manusia itu setara dihadapan sihir Hanno.."

Langkah kaki Jean terdengar dalam dan kelam sebentar..

"Ratusan raja dan bodyguard mereka dengan armour besinya tak ada bandingannya dengan panas api yang disemburkan dari lingkaran sihir dan tanah yang berubah menjadi lumpur dikaki mereka...mereka menjadi budak dan mainan dihadapan Cassandra yang Agung dan penyihirnya.." ,ucap Jean dengan senyuman, "Cassandra dan penyihirnya menjadi dewa dipertempuran itu..memilih mana yang mereka mainkan,biarkan hidup dan mati"

Hanno hanya terdiam dan terus melihat lukisan itu.

"Sihir.." ,ucap Hanno yang kemudian melepaskan jarinya perlahan dari lukisan itu.

"Kau mau belajar mengendalikan sihir?" ,bertanya Jean.

"Kalau bisa aku mau" ,balas Hanno dengan cepat.

"Hm, sihir itu berbahaya Hanno" ,ucap Jean, "terutama yang mengendalikannya"

Jean kemudian menyelipkan jarinya ketangan Hanno dan mengambil papan caturnya.

Tatapan kelam Hanno menempelkan pandangannya pada wajah Jean selama ia berbicara.

"2 dari 10 penyihir Cassandra mati muda karena tubuh mereka perlahan dihancurkan sihir, 1 dari mereka gila dan ikut mati setelah pertarungan membunuh 2 penyihir lainnya" ,ucap Jean sambil mengambil Pion Raja dari dalam papan caturnya.

Pion Raja tak terkalahkan kekuatannya dipapan catur...

Tapi jika dikelilingi dari segala sisi oleh pion lain…Pion catur Raja menjadi Pion paling lemah..

"1 penyihir lagi mati dibunuh dikelilingi prajurit musuh karena kekuatan sihirnya tiba-tiba tak bisa digunakan ditengah-tengah pertempuran" ,ucap Jean sambil melempar Pion catur Raja keangkasa, "1 penyihir bunuh diri karena sihirnya menyerang pikirannya dan membuatnya gila, 1 penyihir lain tak bisa merasakan apa-apa seumur hidupnya dan memilih bunuh diri bersama budak wanitanya yang satu-satunya membuatnya merasakan sesuatu...cinta atau apakah itu? Hehehe"

Cekikikan Jean, sambil berhasil menangkap catur itu ditangannya.

"1 penyihir kehilangan penglihatan dan pendengarannya sekaligus..karena menggunakan sihir terus menerus...kemudian mati alami diumur tua...kematiannya adalah yang paling tenang diantara mereka semua.." ,ucap Jean dengan senyuman sambil mencondongkan tubuhnya kedepan dan menaruh tangannya dibelakang punggungnya.

"1 lagi?" ,bertanya Hanno.

"Hm?" ,gumam Jean sambil menoleh kewajah Hanno.

"Kau hanya membicarakan 9...satu lagi?" ,bertanya Hanno.

"Hm" ,tersenyum Jean, "1 lagi dieksekusi langsung oleh Cassandra yang Agung karena dianggap ancaman kepada kerajaan luasnya yang baru"

Monster-monster itu kembali muncul didepan Jean...mata mereka merah...sedangkan ribuan tangan bagaikan memegang seluruh dunia ini..

Hanno berdiri yang paling kuat diantara mereka semua..

*Aku menyukai ini...aku sangat..sangat menyukai...ini..ini adalah yang terbaik...ini sangat menarik..* ,pikir Jean dengan senyuman paling indahnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

-----QHARLAN------

Dilembah pegunungan pasir merah ini terbentang ratusan kepala diatas tombak..

Beberapa segar dan merah lehernya.

Beberapa terlihat telah menjadi tengkorak.

Dan diatas tebing merah terdapat puluhan pemanah dan ratusan prajurit yang pedang mereka ditangan mereka masing-masing.

Semua mata mereka diarahkan kepada Qharlan yang berdiri ditengah-tengah lembah ini.

"Kenapa kau mau bertemu pemimpin kami?" ,bertanya salah seorang pemanah sambil menodongkan panahnya kepada Qharlan.

Suaranya menggema dilembah ini.

Qharlan mengepal tangannya, *untuk membawa perang...perang untuk keDalmatia..keseluruh dunia..untuk melaksanakan keinginan 'Sitombak Merah'*

Sebaliknya ia berkata, "aku mau menyewa kalian"

Semua pemanah itu memandang wajah teman-teman mereka sendiri.

Beberapa mengangguk dan ratusan obrolan yang kabur terdengar ditelinga Qharlan.

"Dari kerajaan mana dirimu?" ,bertanya salah seorang pemanah.

"Aku melayani seorang raja yang perlu pasukan untuk mengambil tahtanya" ,ucap Qharlan sambil mengepalkan tangannya.

*Aku tidak boleh melakukan ini...aku harusnya lari...aku cuma mau kedamaian..tapi iblis itu akan mengejarku hingga keujung dunia..dia akan mengejarku..* ,pikir Qharlan dengan wajahnya yang ketakutan ditutupi rambutnya yang putih keubanan.

"Siapa?" ,bertanya seorang pemanah.

"Trivistane...dari suku Valymarkh" ,ucap Qharlan dengan suaranya yang ikut menggema.

Angin menghembus dan butiran pasir merah ikut terbang serta menebar dibawah kaki mereka semua...

Semua pemanah itu terdiam...semuanya kembali memandang wajah teman-teman mereka masing-masing..

Beberapa bengong..

"Ada apa dengan 'Si Hati Besi' itu hingga dia mau menjadi raja? Negeri mana yang dirinya klaim?" ,bertanya pemanah itu lagi.

Qharlan menelan ludahnya, *bagaimana mereka percaya? Bagaimana mereka percaya kalau Trivistane mau menyeberang seberang samudera untuk menaklukkan satu kerajaan asing?*

"Memangnya siapa dirimu?" ,bertanya seorang prajurit pria dengan pedang ditangannya dan rambut hitam panjang keluar dari helmnya.

Qharlan kemudian memandangnya dengan tatapan tanpa emosi yang sudah dirinya latih bertahun-tahun.

"Aku Qharlan dari suku Valymark" ,ucap Qharlan.

Semuanya kembali terdiam dan hampir semuanya tak ada yang bergerak hingga..

Prajurit berambut hitam panjang itu turun dari gunung berseluncur dipasir merah..

Debu pasir bertaburan kemana-mana disekeliling kakinya..

Dan kemudian ia sampai kebawah lembah, ia buka helmnya.

Terlihat wajahnya...berjanggut tipis dengan bibir dicat hitam dan tatapan yang pucat.

"Aku pikir kau mati Qharlan..sudah 20 tahun...20 tahun kau tak pernah kembali dari Laut Gelap…" ,ucap prajurit itu dengan bengong.

Qharlan hanya memandang dengan senyuman.

"Aku masih hidup Khajir" ,ucap Qharlan.

"Apa kau hantu? Tak ada manusia yang kembali dari Laut Gelap.." ,ucap Khajir sambil maju berjalan kearah Qharlan dengan pedang ditangan kanannya.

Dan kemudian Khajir memasukkan pedangnya kedalam sarungnya.

"Dan aku kembali...mungkin aku bukan manusia.." ,ucap Qharlan.

*Memang bukan...mana ada manusia yang mau melayani iblis itu..* ,pikir Qharlan.

"Hahahaha!" ,ucap Khajir sambil berlari kearahnya dan memeluk Qharlan dengan erat.

Dan memukul punggung Qharlan berkali-kali.

*Maafkan aku Khajir...aku harus melakukan ini..* ,pikir Qharlan.

Kemudian Khajir melepas pelukannya dan memegang bahunya sekaligus kemudian memandang wajahnya.

"Kau kurus" ,ucap Khajir.

"Ya, tak banyak yang bisa dimakan diLautan Gelap" ,ucap Qharlan.

*Hanya mayat teman-temanmu* ,pikir Qharlan.

Khajir kemudian mengangkat tangannya...dan semua pemanah diatas menurunkan busur mereka dan prajurit memasukkan kembali pedang kesarung mereka..

"Soal...saudara perempuanmu..si Halumah...dia.." ,ucap Khajir dengan wajah pahit sambil mundur.

"Ya aku tahu, dia sudah meninggal.." ,ucap Qharlan dengan suara sedih sekaligus dingin.

*Dia pasti tidak mau anaknya berperang ditanah asing…* ,pikir Qharlan.

Khajir kemudian mundur dan duduk dibatu yang cukup besar diantara pasir merah.

"Soal anaknya...Trivistane? Kenapa Trivistane menjadi raja?" ,bertanya Khajir dengan senyuman sedih.

"Dia punya klaim darah kepada tahta Damaltia" ,ucap Qharlan.

Khajir langsung mengerutkan dahinya.

"Klaim darah? Aku kenal ibunya dan dirimu seumur hidupku...dan rasanya kalian tak lahir dari keluarga yang memiliki darah kerajaan?.." ,ucap Khajir.

"Ayahnya dari keluarga kerajaan" ,ucap Qharlan dengan cepat.

Wajah Khajir langsung berubah menjadi kelam…

*Itu hal yang masih tak berubah bahkan setelah bertahun-tahun..dia masih membencinya…dia masih cemburu kepadanya menikahi wanita yang ia cintai..* ,pikir Qharlan.

"Cih, mahluk sialan yang suka menyengir itu…" ,nada dingin disuara Khajir tak menyembunyikan berapapun nada benci dilidahnya, "dia ternyata bukan pelaut...dasar pembohong.."

"Bahkan ibunya tak tahu, ayahnya meninggalkanku wasiat itu" ,ucap Qharlan dengan menatap dingin Khajir.

"Maksudmu?" ,bertanya Khajir dengan suara armournya yang meringing terdengar.

Sedangkan kuku hitamnya yang dicat terlihat.

"Ayah Trivistane kalau suatu hari dia ingin Trivistane agar mendapat tempat diistana Dalmatia dan menjadi pelayan Raja selanjutnya, dia ingin aku menjaga rahasia itu hingga Trivistane sudah dewasa" ,ucap Qharlan.

*Lakukan Qharlan! Lakukan! Lakukan! Atau tidak kau akan terima konsokuensinya!* ,pikir Qharlan.

"Dan kau sudah bilang Trivistane sekarang tentang klaim darahnya.." ,ucap Khajir sambil menatap Qharlan dengan tatapan serius, "berarti dia tidak akan pulang ketanah asing menjadi penasihat lagi...dia akan pulang menjadi raja.."

"Ya, dia sudah memproklamasikan dirinya sebagai raja dan kita harus mendampinginya Khajir...kita harus melindunginya.." ,ucap Qharlan sambil mendekat kepada Khajir.

Khajir hanya menjilat gigi emasnya.

"Trivistane memang bukan dari darahku, tapi dia dari darah dari wanita yang kusayangi...aku membenci ayahnya hingga seluruh tubuhku Qharlan...dirinya ambil wanita yang kusayangi.." ,ucap Khajir dengan mengepal tangannya.

Khajir kemudian perlahan berdiri…

Dan kemudian ribuan pasukan terlihat muncul diatas pegunungan dilembah ini..

Jumlah mereka banyak dengan tombak,pedang,dan panah..

Qharlan memandang mereka semua..

*Jumlah pasukannya sudah bertambah banyak kah…pemimpin kelompok prajurit bayaran ini pasti sudah mulai kompeten..* ,pikir Qharlan.

"Dimana pemimpinmu?" ,bertanya Qharlan.

"Hm? Aku pemimpin kelompok prajurit bayaran ini sekarang" ,ucap Khajir.

Qharlan menelan ludahnya..

Dia masih tak berubah dalam pakaian, baik armour dan jubah...bahkan setelah menjadi pemimpin prajurit bayaran..

Dia tak pernah berubah...Khajir akan tetap Khajir..

Hanya satu orang yang bisa membuatnya berubah.

"Jadi kau mau ikut kami? Melindungi Trivistane diseberang laut sana? DiDalmatia? DiStrantos?" ,bertanya Qharlan.

Khajir kembali membentuk senyuman sedihnya.

Sejak saudara perempuan Qharlan menikah dengan ayah Trivistane..dia selalu memasang senyuman itu ketika mengingatnya..

Seorang pria tetap seorang pria...selalu akan ada luka yang takbisa disembuhkan dan akan berdarah lagi hanya dengan satu kata..

"Aku akan melindunginya Qharlan...10.000 pasukan Singa Gurun akan menerima kontrak bayaran dengan Trivistane sang Raja sah Dalmatia" ,ucap Khajir sambil mengeluarkan pedangnya.

Qharlan hanya mengepalkan tangannya..

*Sudah selesai kah? Kebohonganmu Qharlan? Pelayananmu kepada iblis sialan itu masih belum selesai...ini baru awal...awal..* ,pikir Qharlan yang hampir mau mencenkram kepalanya.

Khajir kemudian menaruh pedang besi miliknya ditangannya..

Dan kemudian mulai mengeluarkan darah dari tangannya dengan pedangnya..

Dan kemudian darah tersebut turun kepasir merah..

"Demi dewa pasir dan dewi matahari yang agung dan maha adil...dewa pasir dan dewi matahari yang beri panas dan kematian kepada siapapun..aku janjikan tubuhku dan prajuritku kepada kontrak ini…" ,ucap Khajir.

Monster itu kemudian muncul dibelakang Khajir...mata merahnya membuat Qharlan hampir muntah..

Dan ratusan tangan anehnya menggegam seluruh dunia ini..

"Berkati kami dewi matahari yang adil!" ,teriak Khajir dengan suaranya yang bergema dilembah ini.

"Berkati kami dewi matahari!" ,ucap semua ribuan prajurit serempak diatas gunung.

*Dewa kalian tak berguna diLautan Gelap...diLautan Gelap semuanya gelap dari gunung,tanah,air,hingga mahluk hidup disana gelap semua..matahari tak ada disana..* ,pikir Qharlan dengan tersenyum dan hampir ingin tertawa…

Monster itu kemudian melihatnya..

*Dewa kalian tak berguna dihadapan dewaku...dewa hitam..dewa setengah iblis…'Sitombak Merah'..* ,pikir Qharlan yang kemudian menutup mulutnya.

Dia kemudian melihatnya…

Monster bermata merah itu...tersenyum...dan tangannya menggenggam leher Qharlan..

Dan muntah hampir keluar dari mulutnya…

Dia menelannya kembali..

.

.

.

.

.

.

.

.

___-_-______

.

.

.

.

.

.

------JEAN SANG WANITA GILA------

Ratusan wajah jijik dan terkejut diarahkan kepada dirinya..

Diantara bangunan anak-anak hanya bengong dan orang-orang diatas menatapnya..

Wajah prajurit yang dingin tak memandangnya…

Dibelakangnya tawa terdengar dari aula senat…

Tubuhnya penuh luka dan memar karena pukulan..

Tak ada pakaian menutupinya…

Dirinya terbuka untuk dilihat semua orang..

Beberapa senyuman terlihat memandangnya.

Semua sudah hilang...dari teman..harta..harga diri..jabatan..kekuasaan..hingga hanya satupun pakaian pun hilang..

Lama kelamaan dirinya tersenyum..

Lama kelamaan itu tak bisa ditahan..tertawa dirinya...

Tawanya kencang...ia harap seluruh dunia mendengarnya..

Dirinya hanya punya sesuatu yang takkan bisa hilang selamanya…

Ambisi

Kemudian darah lama kelamaan menenggelamkan kaki mereka semua..

Kemudian mencapai perut mereka..

Lama kelamaan seluruh tubuh mereka dibanjiri darah..

Dan kemudian bangunan ikut tenggelam..

Seluruh bangsawan...senat-senat sialan...rakyat...prajurit..bayi..anak kecil..tenggelam diantara darah..

Kemudian seluruh dunia ikut tenggelam..

Dan dirinya tertawa diantara semua itu sedangkan mata merah raksasa monster itu menatap mereka semua dari atas angkasa yang berubah menjadi merah..

Kemudian ia merasakan goyangan dibahunya, "Jean bangun"

Jean membuka matanya dan ruangan gelap diterangi satu lilin terlihat..

Rasa keras meja terasa ditangannya..

Dan meja dengan peta dan jangka terbentang dihadapannya..

"Lilin anda..sudah mau mati" ,ucap Hanno sambil membuka lilin lama menggantinya dengan lilin baru.

Dan kemudian Hanno menghidupkan api dililin baru tersebut.

"Kamarmu sudahku bersihkan..dan ini makanan kita untuk hari ini yang saya temukan.." ,ucap Hanno sambil menaruh sebuah mangkok didekat Jean.

Bau hangat apa yang ada dimangkok tersebut menyentuh hidung Jean.

Jean tersenyum sambil menggaruk rambut pirang panjangnya yang berantakan.

Dan kemudian ia merasakan sesuatu dipunggungnya.

"Selimut?" ,gumam Jean heran melihat kain besar menutupi dirinya.

*Anak ini..* ,pikir Jean sambil melihat mangkoknya.

"Hm, bubur gandum...dengan beberapa bawang" ,ucap Jean tersenyum sambil mengambil sendok disamping mangkok tersebut.

Suara Hanno menggeser kursi disampingnya dan kemudian duduk dikursi tersebut terdengar.

Malam ini cukup sepi...pada musim gugur selalu seperti ini…

Hanya suara ketukkan sendok kayu Jean mengambil bubur dimangkoknya.

"Emang enak makan begini malam-malam...mudah dimakan.." ,ucap Jean sambil merasakan lembut dan semacam biji kecil memasuki mulutnya.

Jean melihat petanya kembali…

Belum siap bahkan untuk setengahnya..

Hanya ada lingkaran dari jangkarnya...dan garis yang tak seukuran dan seimbang..

Tempat wilayah tak ada yang tepatnya..

Tak ada yang sempurna...Jean tak bisa membentuk sesuatu yang sempurna..

Bahkan katanya tak ada yang sempurna didunia ini..

Jean kemudian menggaruk rambutnya dan memegang dahinya…

Rambut pirangnya bergerak kemana-kemana ketika tangannya menggaruk hingga kebagian dalam rambutnya.

"Hahh…" ,ucap Jean sambil membaringkan kepalanya dimeja ini.

Hanno menatapnya dengan tatapan kelamnya.

"Maukah kau selamatkan aku Hanno?" ,bertanya Jean dengan suara yang terdengar bagaikan orang sakit.

Wajah Jean membentuk senyuman sedih.

"Mungkin...kalau untuk sekarang" ,balas Hanno.

"Hm" ,tersenyum Jean.

Kemudian Jean membaringkan tangan kanannya sepanjang meja ini..

Dan memegang semua pena,jangka,dan tekstur petanya.

"Maukah kau selamatkan aku...dewaku?" ,bertanya Jean kepada Hanno.

Kepada Hanno.

"Apa buk?" ,mengerutkan dahinya Hanno.

"Hehe" ,cekikikan Jean, "tak ada tidurlah...kita akan kedesa lusa Hanno..2 bulan sudah berlalu dan barang yang kuminta pasti sudah jadi"

Hanno kemudian terdiam sebentar dan kemudian mengambil sesuatu dari kantung pakaiannya.

"Ada surat buk, ada tadi merpati biru yang datang kerumah ini" ,ucap Hanno sambil mengeluarkan sebuah surat kecil kemeja.

Jean melihat lambang surat itu…

Kapas dengan dua pedang didepannya..

"Oh ini akan menarik...sangat akan menarik.." ,ucap Jean.