webnovel

Berkunjung Ke Makam

Galang masuk kembali ke dalam kelas. Matanya melirik ke arah Dena yang ternyata juga menatap ke arah dirinya.

"Dia lihat ke sini! Gue syok!" ungkap Galang dalam hati.

BUUK!!!

"Maaf." Galang menabrak meja paling depan.

Dia sampai tidak bisa memalingkan pandangannya ke Dena.

"Lo kenapa? Mabuk?" sindir Nabil."Mana makaroni gue?" bisik Nabil.

Galang memberikan makaroninya lewat bawah meja. Dia tidak ingin diketahui oleh wali kelas.

Sambil menunggu pelajaran selesai, Galang hanya sibuk memainkan pulpen yang dipegangnya. Sebuah kegabutan yang sangat berfaedah.

Jam demi jam terus bergulir, hingga berakhir dengan sebuah bunyi indah layaknya lonceng surga. Bel pulang berbunyi nyaring. Galang langsung menarik tas miliknya dan pergi dengan cepat. Bahkan dia meninggalkan Ajo, Nabil dan Diki di belakang.

Dreet! Dreet!

[Jangan lupa mampir ke makam Ayah. Kamu belum ke sana saat Ayah dimakamkan.] Pesan baru dari Mama.

Galang berhenti sejenak tepat di atas jembatan kanal. Dia melihat jauh ke depan, entah apa yang dia lihat, namun saat itu hatinya sangat kosong.

"Bodoh, kenapa Ayah pergi tidak mengajak Galang. Hidup ini sudah sulit saat Ayah masih ada, lalu sekarang akan semakin sulit saat Ayah tidak ada." Galang melanjutkan langkahnya.

Dia menyeberang jalan raya dan menunggu bus transit Transjakarta berwarna biru lewat.

"Cepat sekali, sudah mau pulang?" tanya Dena. Dia tiba-tiba muncul kembali layaknya setan.

"Kenapa dia selalu muncul tiba-tiba? Apa mungkin dia punya pintu ke mana saja milik dorayaki, eh, doraemon maksudnya," pikir Galang dalam hati.

"Lagi tunggu apa?" tanya Dena.

"Bus, bodoh! Eh, maaf keceplosan," ungkap Galang dalam hati.

"Lagi nunggu bus," jawab Galang.

"Sendiri saja?" tanya Dena.

"Iya, kebetulan lagi mau solo player," jawab Galang.

"Solo player? Lo suka game battle royal?" tanya Dena.

"Lumayan, tapi sedikit, yah, bisa dibilang lumayan," ungkap Galang. Ucapannya agak belepotan.

"Lo lucu juga, gue suka," pikir Dena.

"Gue juga! Suka!" ungkap Galang dalam hati.

Bus transit Transjakarta tiba, Galang segera naik dan duduk di belakang supir. Tiba-tiba Dena naik dan ikut duduk di samping Galang. Dia hanya melemparkan senyum pada Galang.

"Ini cewek kenapa ikut naik juga?" pikir Galang bingung.

Bus kembali jalan.

"Lo mau langsung pulang atau bagaimana?" tanya Dena.

"Gue mau ke makam dulu, mau nyekar," ungkap Galang.

"Siapa yang meninggal?" tanya Dena.

"Papa, dua minggu yang lalu." Galang melihat beberapa postingan di media sosialnya.

"Maaf, bila membuat lo ingat lagi," pikir Dena.

"Nggak, sudah biasa. Kemarin tetangga lebih parah, tagih utang langsung di depan makam Ayah," ucap Galang.

"Serius?" tanya Dena.

"Nggak, maaf cuma bercanda," jawab Galang. Dia tersenyum sambil memalingkan wajahnya.

"Ish, gue kira serius!" Dena merasa kesal.

Tangan Dena tiba-tiba begitu liar, telunjuknya menyentuh lesung pipi Galang.

"Maaf, ini bukan tombol nuklir," ungkap Galang dalam hati.

"Ternyata kamu punya lesung pipi, gue suka." Dena tersenyum dan melepaskan tangannya. Dia terus tersenyum sambil memalingkan wajahnya.

"Nah loh! Malu juga, 'kan! Sama gue juga. Jadi awkward, 'kan akhirnya!" ungkap Galang dalam hati.

"Nggak pulang ke rumah?" tanya Galang.

"Oh, gue mau ikut lo ke makam. Sekalian pulangnya gue minta lo antarkan gue ke Buaran plaza. Gue mau beli peralatan make up," ungkap Dena.

"What! Dia mau ikut gue ke makam, terus pulangnya minta ke Buaran plaza? Bukankah ini bentuk pemaksaan kehendak?" pikir Galang di hati.

"Boleh, tapi gue ke makam sebentar," jawab Galang.

Setelah sampai di stasiun Cakung, Galang turun dan melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum. Dena mengikutinya dari belakang.

"Lo yang bayar, nanti pulangnya biar gue," ucap Dena."Em," jawab Galang.

Sekitar 3 menit berlalu, mereka sudah sampai di depan TPU Pondok kelapa.

Galang segera membeli sekitar 5 bungkus kembang setaman dan 2 botol air mawar untuk ditaburkan di atas makam.

"Lo ternyata tinggi juga, berapa tinggi lo?" tanya Dena.

"174 cm, tanpa tambahan sepatu high heels," ucap Galang.

"Hah? Apa?" Dena tertawa geli.

"Lo ternyata benar-benar lucu. Tapi kenapa di kelas lo diam saja?" tanya Dena.

"Hmmm, entahlah, mungkin sudah setelan dari pabrik begitu," pikir Galang.

"Aduh, ini anak pendiam tapi lawakannya boleh juga," pikir Dena dalam hati.

Mereka sampai di depan makam Ayah. Galang segera menaburkan bunga dan mengguyur nisan hingga ke pusara makam dengan air mawar. Dena juga ikut membantu dengan mencabuti beberapa rumput liar.

"Sebentar, gue mau doa dulu," ucap Galang.

Dia jongkok di samping makam dan mulai berdoa, Dena yang berada di sampingnya juga ikut serta berdoa.

"Ayah, tolong bantu Galang untuk mendekati cewek ini, amin," ucap Galang di tengah-tengah doanya.

"Dena?" teriak seseorang dari arah belakang.

Dena bangun dan balik badan. Dia melihat ada sesosok cowok ganteng memakai jaket bomber hijau lumut dengan tas selempang mendekat ke arahnya.

"Dena, lo kenapa di sini?" tanya Anang.

"Anang? Lo juga kenapa di sini?" tanya Dena balik.

Galang berdiri dan menatap Anang.

"Ini siapa?" tanya Anang.

"Gue kebetulan juru kunci di TPU ini. Gue punya buktinya, ada kartu identitas juru kunci, mau lihat?" sindir Galang dalam hati.

"Oh, ini Galang. Kita satu kelas, 'kan? Lo lupa?" ungkap Dena.

"Oh, sorry, gue tidak lihat lo saat di kelas tadi," ungkap Anang.

"Iya, tidak apa-apa. Kebetulan tadi gue lagi pakai mode siluman," jawab Galang.

Anang hanya bisa tersenyum mendengar lawakan garing dari Galang.

"Lo lagi apa? Ada yang meninggal juga?" tanya Dena.

"Wah, Dena benar-benar to the point. Dia langsung main tancap gas! Kalau ucapannya menyinggung Anang, bagaimana?" pikir Galang di hati. Dia salut dengan keberanian Dena.

"Oh, kebetulan gue cuma datang untuk perpanjang surat ijin makam kakek, lo sendiri?" tanya Anang.

"Kebetulan bapak gue baru mati kemarin, tuh orangnya," ucap Galang dalam hati.

"Oh, gue baru selesai nyekar di makam Ayah, dia baru meninggal 2 minggu yang lalu," ungkap Galang.

"Serius, bro? Gue turut berduka cita," ucap Anang.

"Dia tanya, serius bro? Terus kalau tidak serius, ini makam bapaknya siapa! Ngadi-ngadi ini anak!" Galang nampak kesal dalam hati.

"Iya, sama-sama," ucap Galang.

"Lo mau pulang? Bawa motor?" tanya Dena.

"Iya, mau nebeng?" tanya Anang.

"Iya, tapi antar gue ke Buaran plaza dulu. Gue mau beli make up," ungkap Dena.

"Ya sudah, sekarang?" tanya Anang.

"Nggak, besok!" tawa Dena.

Mereka segera pergi meninggalkan Galang sendirian di samping makam Ayahnya.

"Galang! Gue pamit pulang, yah! Bye!" teriak Dena. Dia melambaikan tangan ke arah Galang.

Dengan penuh penyesalan, Galang hanya bisa membalas lambaian tangan Dena dengan senyuman munafik miliknya.

"Sial! Gue yang mengajak dia ke sini, terus si koplak yang mengajak dia pulang." Galang benar-benar kesal.

"Sekarang bagaimana, Ayah? Galang kalah ganteng, kalah pintar, kalah besar? Sepertinya tidak," pikir Galang.

Dreet! Dreet!

[Maaf meninggalkan lo sendirian di makam. Besok gue traktir es krim.] Pesan dari Dena.

"Cih, berasa kayak bocah gue!" Galang sangat kesal.

Like it ? Add to library!

Muhammad_Titantocreators' thoughts
Next chapter