webnovel

Kita Pergi ke Kota Ming

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Srrtt… 

Sepeda motor yang dikendarai Gu Mang berhenti tepat di bawah pohon beringin yang berada tidak jauh dari pintu gerbang SD.

Kaki Gu Mang yang ramping dan lurus menginjak ke tanah, ia melepas helm, dan rambutnya yang hitam dan panjang terurai di pundaknya. Ia menyipitkan matanya melihat ke arah gerbang sekolah yang sudah banyak orang tua siswa untuk menjemput anak-anak mereka.

Saat ini jam masih menunjukkan pukul lima lebih dua puluh menit, masih kurang sepuluh menit lagi Gu Si baru keluar dari kelas.

Sangat merepotkan. Batin Gu Si.

Aura ketidaksabaran muncul di mata Gu Mang, ia menyibakkan ransel yang ada di punggungnya ke arah depan. Kemudian ia pun membuka resletingnya, barang-barang yang ada di dalam ransel hitam besar itu terlihat berantakan.

Sebuah laptop, sebuah pistol replika, sebuah jam tangan mekanik, tiga buah ponsel yang terdiri dari dua tipe flip yang tebal, dan satu yang ringan. 

Selain itu juga ada sebuah gulungan kain hitam sebesar telapak tangan, kotak besi panjang yang terbuat dari logam dengan ukuran yang tidak seberapa besar, Sebuah korek api yang terbuat dari logam, sebungkus rokok, dan beberapa permen lolipop.

Semua barang-barang itu, jika ditumpuk terlihat sangat sedikit, namun cukup berat. Gu Mang mengeluarkan ponsel lipat dari dalam ranselnya, dan ketika ia melihat layar ponselnya terdapat puluhan pesan yang belum dibaca.

Ketika melihat salah satu pesan yang masuk yang ada di layar ponselnya, tiba-tiba Gu Mang mengangkat alisnya. Ia menarik sedikit sudut mulutnya, ia tersenyum tipis dan terlihat sangat sombong.

*

Di seberang jalan, ada sebuah mobil sedan hitam yang melaju perlahan hingga kemudian berhenti.

"Tuan Muda Lu, di sini tempatnya." Kata sopir itu yang ada di dalam mobil itu.

Kedua jendela di sisi kanan diturunkan, dan jendela pun terbuka. Di kursi yang ada di bagian belakang mobil sedan, tampak seorang pria yang sedang duduk dengan kaki panjang terlipat.

Pria tersebut mengenakan kemeja berwarna hitam, ia dengan santai menggerakkan jarinya yang mengapit sebatang rokok di antara ujung dua jarinya. Ia membuang abu rokoknya ke luar jendela mobil, otot-otot yang ada di tangannya terlihat sangat jelas dan kulitnya tampak putih bersih tanpa noda.

Pria itu menoleh ke arah sekolah dan melihat sekelompok murid SD yang ramai sambil mengerutkan keningnya, "Jangan bilang, orang yang aku cari ada di sini."

Jika dilihat dari samping, wajah pria itu kulitnya sangat putih seperti porselen, hidungnya sangat mancung, alisnya yang gelap setengah tertutup, dan bibir tipisnya sedikit mengatup, memperlihatkan auranya yang dingin.

Mendengar pria tersebut berkata seperti itu, sopir yang ada di dalam mobil itu menggaruk kepalanya dengan canggung.

Sekelompok orang-orang yang ada di depan, tampak tidak peduli dengan keberadaan pria tersebut. Orang-orang itu juga sama sekali tidak memiliki hubungan dengan orang yang mereka cari.

Sopir yang duduk di kursi bagian depan tidak bisa berpikir lagi dan berkata, "Tapi lokasi terakhir yang ditampilkan ada di sini."

Ekspresi wajah pria itu seketika langsung berubah menjadi lebih dingin, "Kapan itu?"

Sopir itu menjawab, "Sepuluh menit yang lalu."

Pria itu menjentikkan puntung rokoknya, dengan reflek ia melihat ke arah pohon yang ada di kejauhan dengan tatapan yang dingin. 

Hari ini angin berhembus sedikit kencang. Di bawah pohon tampak ada seorang gadis kecil sedang duduk di motor, rambut hitamnya yang panjang terurai di pundak, auranya terlihat seperti seorang malaikat, dan wajahnya terlihat sangat cantik.

Terutama gelang kulit kecil yang berwarna merah ada di pergelangan tangannya, menampilkan warna yang kontras dengan warna kulitnya yang putih. Penampilannya sangat menarik perhatian.

Hanya saja pakaian yang dikenakan gadis itu terlalu kedodoran, sehingga bentuk tubuhnya tidak terlalu terlihat dengan jelas.

Sayang sekali, dia sudah menjadi seorang ibu di usia yang masih sangat muda. Batin pria itu.

Tuan Muda Lu menarik kembali pandangannya dan bertanya, "Berapa lama dia berada di tempat itu?"

Sopir itu berkata, "Kurang dari satu menit yang lalu."

Pria itu menendang bagian belakang kursi pengemudi, "Kurang dari satu menit, dan kamu masih berani membawaku ke sini? Orangnya pasti sudah pergi dari tadi!"

Sopir itu menundukkan kepalanya dan berkata, "Maaf Tuan Muda, saya tidak melakukan pekerjaan dengan baik."

Lelaki itu menghisap rokoknya, dan jari-jarinya menjentikkan puting rokoknya pada asbak, "Baiklah, kembali ke Ibukota. Suruh anak buah untuk terus mencarinya."

*

Tepat pukul setengah enam, bel sekolah berbunyi. Tampak ada seorang anak laki-laki usianya sekitar tujuh atau delapan tahunan, anak laki-laki tersebut yang pertama keluar dari sekolah.

Ia berdiri di depan pintu dan melihat sekelilingnya. Ketika ia melihat Gu Mang, tatapan matanya tampak berbinar dan seketika ia langsung berlari ke arahnya. Rambutnya yang keriting tampak berantakan karena tertiup angin.

Anak laki-laki itu melepaskan seragam sekolahnya dengan kasar lalu memasukkannya ke dalam tas sekolahnya. Ia membawa tas sekolahnya itu berlari dengan cepat ke arah Gu Mang. Ia berlari seperti ingin melarikan diri.

"Kakak!" Teriak Gu Si dari kejauhan.

Gu Mang mendongakkan kepalanya yang semula melihat ke arah ponselnya, ia melihat Gu Si berlari mendekat ke arahnya, dan berteriak, "Kenapa lari-lari?"

"Aku akhirnya bisa keluar dari tempat hantu itu, semua orang juga merayakannya!" Gu Si memutar matanya ke arah sekolah SD di belakangnya dengan jijik.

Gu Mang tersenyum dan memberikan helm kecil padanya. Gu Si memakai helm itu dengan gerakan yang sudah terlihat luwes sembari bertanya, "Gu Yin sudah pergi?"

"Iya." Gu Mang menjawab dengan santai.

Kemudian Gu Si memutar matanya lagi dan berkata dengan acuh, "Idiot."

Gu Mang mengulurkan lengannya lalu mengangkat adiknya, dan melemparkannya ke kursi belakang, dan melemparkan tasnya yang berat itu pada adiknya, "Untuk apa kamu menghinanya?"

"Dia tidak punya otak, siapa yang tidak akan menghinanya?" Gu Si memeluk tas hitam besar itu dengan erat, dan dengan reflek ia berkata, "Dia mungkin berpikir bahwa keluarga Lei akan peduli padanya? Mereka hanya mengincar Gu Yin karena memiliki harta warisan!"

Gu Mang menendang jagang motornya, lalu menginjak pedal gigi, dan motor melaju dengan kencang di jalan raya.

Saat melewati sebuah mobil sedan hitam yang berhenti di pinggir jalan, jendela mobil itu perlahan mulai dinaikkan, dan Gu Mang melihat secara sekilas wajah pria yang ada di dalam mobil itu.

Sambil mengendarai motornya, Gu Mang mengangkat alis dan lengkungan sudut mulutnya terlihat samar.

"Kak, kita mau kemana?" Tanya Gu Si sambil memeluk pinggang kakaknya.

"Bandara." Gu Mang berkata dengan malas, "Ayo pergi ke Kota Ming, ke rumah Paman Lu."

Next chapter