1 WANITA BERSARUNG

Wanita bersarung itu heboh dengan sikap centilnya, dia berlarian mencari sesuap snack gratisan dari teman-teman se kamarnya. Kecepatan larinya membuat barang-barang seisi kamar buyar seperti kapas yang beterbangan, ulahnya membuahkan hasil. Dia berhasil membawa banyak macam snack di ketek kiri kananya, lalu di lahab dan habis dalam sekejab. Memang begitu, mungkin itu jawaban Do'a dari nama Sanum. Iya namanya Sanum, yang berarti makanan, dia memang penggila makanan. Mulutnya sibuk mengunyah samping kanan, samping kiri, tanpa menghiraukan tawar-menawar untuk teman-teman di sebelahnya. Keisengan itu muncul ketika salah seorang teman yang berpawakan tinggi besar memberi aba-aba untuk merampok snack wanita centil itu, suaranya keras menggema dalam memberi instruksi. Lalu di tekuk buku membentuk lingkaran untuk di jadikan corong pengeras Suara, dan berisiknya menambah kekompakan.

"Serbuuuuu..!!!" Teriakanya mirip demo Mahasiswa di gedung DPR, mengepalkan tangan dan menyerbu snack yang menumpuk di pangkuan Sanum.

" Woi ini namanya pencuri terang-terangan !" Sanum berteriak panik, tanganya kuwalahan merebut snack dari banyak tangan.

" Horee Kita menang..!" Kegirangan mereka membuat Sanum diam, diamnya pura-pura marah, ingin membuat para pendemo panik balik.

"Yahyah Sanum marah guys!" Mereka menengok bibir Sanum yang mancung ke depan dengan tatapanya yang begitu menakutkan, mereka sedikit khawatir, lalu mereka satu persatu mulai menarik snack dari sakunya. Setelah selesai terkumpul, tiba-tiba Sanum berdiri.

" Horee ndak jadi kalah Kan Sanum..!" Ia berlari dengan tumpukan Snack di tanganya, teman-temanya hanya melongo kebingungan.

"Huuuu..!!" Serbu mereka kesal, sambil bubar barisan lari dari tempat.

Lalu mereka di kejutkan dengan Suara,

"Teng...teng.. teng..!!!"

Itu suara klenteng Pondok Pesantren Nurul Qolbi yang sudah termakan usia, barawal dari berdirinya Pesantren hingga masih bertahan sampai sekarang. Suaranya nyaring, tapi berisik bagi santri, karena bagi mereka adalah beban, beban ketika masih asyik ngobrol, masih gass ngorok, atau lagi rajin ngupil sekali pun, harus bubar dalam hitungan detik. Mereka saling berdesakan berebut tempat Paling belakang saat mengikuti kegiatan, untuk menghindari Tim jaga dari catatan NGANTUK.

" agiih lima menit lagi atuh Kita terlambat mbak num.. " Wardah teman akrab Sanum se kamar itu mengangkat kepalanya gugup. menyeringai dengan santainya. Rupanya dia tidak memperhatikan bahwa Hari ini adalah jadwal kortaban, bahasa ringkas Santri untuk koreksian Kitab. Susah sekali melukiskan raut muka Sanum, muka itu tegang, pucat, bibirnya pun kering. Ada beribu perasaan ketika ia ingat dengan setumpuk kitabnya yang berlembar-lembar bolong. Masuk akal, karena setiap kegiatan kajian Kitab kuning bukan makna yang di tulis Sanum di kitabnya, tidak taunya selalu ada gambar lop lop di barisan Paling atas.

Wardah menatapnya tidak mengerti, lalu pamit sambil lari. Sanum pun loncat ikut terburu-buru.

Di sepanjang jalan menuju kelas, mereka berjalan sambil asyik dengan obrolan renyahnya, Tak di sangka se ekor Kucing yang sedang berlarian pun mendadak nyrimpet di sarung Sanum.

Bluuuuukk..!!

Sanum terjatuh tepat di depan Kantor khodam Putra. Malu atau pun tidak Sanum tetap bertingkah sok cantik, sesekali sambil menyapa orang sekitar yang lagi diam menahan tawa.

" Sssttt...aw " Sanum merintih kesakitan, kakinya sedikit lecet akibat gesekan di lantai.

" Sukurin, Kena azab lu pagi-pagi" Wardah mengejek bangga, lalu dengan sigab ia menarik lengan Sanum dan berlari karena waktu sudah darurat.

Mereka menghela nafas setelah sampai di kelas dengan selamat, meraka masuk ke kelas tanpa ada Ustad sebelumnya. Kursi reot di barisan Paling depan, menjadi tempat duduk Sanum dan Wardah pagi itu. Lalu di tariknya ke belakang agar bisa mereka duduki, sembari melihat jam tanganya yang baru dengan logat khasnya Sanum yaitu dengan menarik baju ke atas, tangan di angkat tinggi, lalu mengelus-elus jam tanganya dan di tutupinya lagi dengan lengan seragam panjangnya. Sanum suka sekali pamer, meski itu barang pinjaman.

Jam menunjuk kan tepat pukul 10 pagi, jadwal dimana para Santri harus menyetorkan hafalan nadzom. Urusan ini benar-benar menjadi momok bagi Sanum. Kebetulan bangku Sanum tepat berhadapan dengan tempat duduk sang Ustad, di tunjuk Sanum seorang diri untuk maju kedepan bersama hafalanya. Lucunya, bagaimana pun kondisinya dia harus tetap cantik, lalu di buka tempat pensil untuk mengambil kaca kecil miliknya.

"Klonteeng..!"

Kaca itu pecah berkeping. Sorak bahagia teman-teman sekelasnya terdengar meriah.

" Sanum macak (dandan) paak, Sanum naksir njenengan (anda)Paak.." Tawa mereka lepas di balik Sanum yang sedang salah tingkah. Keringat dingin membasahi ciput hitam Sanum.

" Memang ya saya, sampai kuwalahan lo respon penggemar " Ustad Alif yang tiba-tiba menyambung keributan mereka, menjadikan bertambah gempar keadaan saat itu. Memang, Ustad Alif lebih di kenal sebagai sosok yang hangat, humoris, tapi gantengnya hanya setengah-setengah.

" Gimana Sanum? Ayo maju.." Sambung Ustad Alif untuk mengalihkan keributan. lalu Sanum maju dengan kaki terseret-seret i lemas karena sekujur tubuhnya gemetaran.

" Qoola muhammadun huwabnu malikii.." Sanum sengaja mengulang hafalan bulan lalu, karena itu cara ampuh agar terlihat lancar hafalanya. Eh, Tak taunya Lupa juga itu Sya'ir. Haha.

******

Pagi berlalu dan Sore pun datang. Di loteng tempat mbak-mbak menjemur baju, ada sebokah kayu yang sengaja di taruh di pinggir tembok, sering kali jadi rebutan, Siapa cepat dia dapat. Di depanya tampak jelas pemandangan persawahan, tapi ada yang lebih menarik, pemandangan yang indahnya melebihi apapun, pemandangan itu bermacam, ada yang putih langsat, hitam pekat juga ada, tinggal mau pilih yang mana. Kang-kang, ya lagi-lagi Kang-kang yang menjadi Bahan cuci mata. Menyegarkan memang, bikin fresh hati dan fikiran.

Kebetulan sore itu Sanum sudah lebih dulu datang di jemuran. Tapi lain dengan raut Sanum saat duduk di kayu sebelah tembok itu, matanya sedikit sembab dengan pandangan kosong. Mukanya muram membuat Sanum terlihat sedikit pucat. Lalu di taruh tanganya tepat di perutnya.

"Kruukk.. kruukk.." Ahh ternyata dia lapar. Sudah kebiasaan Sanum, tubuhnya lemas ketika jam makan masih terasa lama. Jatah makan di Pesantren sebanyak Tiga kali, di pagi hari, siang, dan malam Hari.

" Mendung lo num, pemean mu iku lo.." lamunan Sanum buyar saat Hizby koar-koar menunjuk kan langit yang sedang hitam pekat.

"Bentar lagi makan kok.." Kekeh Wardah sambil memopong jemuranya.

" Wahh Tau aja entee.. " Sanum menyeringai sambil tertawa bersamaan dengan Wardah.

Sore selepas beberes pakaian dari jemuran. Sanum mengatur posisi duduknya sambil bersandar di laci bajunya, ia membuka catatan pembahasan Fathul izzar miliknya, ada selembar kertas yang rupanya itu catatan dawuh-dawuh dari Abah Yai.

Istrimu adalah rezekimu, istrimu adalah pilihanmu, istrimu adalah takdirmu. Maka jangan memandang kepada selain milikmu, dan jangan membanding-mbandingkan dengan wanita yang bukan milikmu.

Saat seorang pria mengatakan : saya terima, dalam sebuah Akad pernikahan, maka berarti ia mengatakan : bahwa Saya menerima tanggung jawab untuk melayani, mencintai, dan melindunginya.

avataravatar
Next chapter