webnovel

Pertemuan – 13

"Itu jelas tempat keluarga vampir yang pernah kami basmi dulu," kata Gill. "Aku dan Arsy pernah ke sana. Beruntung kami selamat meski nyaris tewas."

"Kuharap ada Nemesis di sana alih-alih mereka," ujar Kyara.

"Kalau aku jadi kalian," kata Gill. "Aku tidak akan masuk."

Aku sejujurnya setuju, tapi di sisi lain juga penasaran mengapa ada rumah di rubanah nan gelap seperti ini.

Dari balik jendela rumah, kami dapat melihat isinya. Tidak sesuai dugaan, meski dari luar tampak seram, dalamnya begitu bersih hingga layak huni.

"Ayo, kita cari jalan lain!" seru Gill. "Orang waras mana yang mau masuk?"

Kami berdua patuh dan mencoba menjauhi rumah tadi. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kami malah masuk.

"Apa itu?" Gill menunjuk ke samping kanan.

Begitu menoleh, sekelebat bayangan menjauh. Membuatku kian ragu untuk melangkah.

"Kita lanjut atau diam saja?" tanya Gill. Aku tahu, pemuda ini akan dengan senang hati memilih pilihan kedua meski harus ketakutan. Namun, kami mesti lanjut demi mencari jalan keluar.

Aku berbisik pada Kyara. "Lanjut?"

"Lanjut saja," jawab Kyara.

Kami pun melanjutkan langkah, dengan Gill yang terus menggandeng kami.

Rubanah ini memang tidak sesunyi yang dibayangkan. Kadang kami melihat seseorang melintas dan lenyap begitu saja. Aku tahu mereka sedang menghindari sesuatu. Kalau dilihat-lihat, mereka bisa jadi vampir. Setiap kali aku menoleh dan menangkap bayangan, pasti hilang bahkan terdengar suara jeritan tertahan seakan kamilah yang ditakuti.

"Siapa mereka? Apakah mereka juga vampir?" tanyaku.

Gill malah menyuruhku memelankan suara. "Bisa jadi mereka mencoba memancing, atau justru ... Ilusi lagi."

Kyara menghentikan langkah. "Ada apa ini?"

Sekeliling kami penuh dengan pantulan mata merah dengan tatapan tajam. Kami mundur dan di belakang malah disambut segerombolan makhluk pucat lagi kurus yang menggeram.

Aku tahu Gill harus mengubah wujudnya untuk menyamar seperti kejadian beberapa waktu lalu. Tapi, barangkali pikirannya berkecamuk hingga menganggu konsentrasi.

Tanpa menunggu lama, ia menggendong kami dan melesat dengan kecepatan cahaya.

Kami bagai sapu tangan, berkibar selagi dibawa lari.

Ia berhenti. Tepat di depan jurang.

Beruntung seberangnya tidak begitu jauh, meski kemungkinanku untuk melompat dengan selamat sangatlah kecil.

"Hisss ...!"

Aku berpaling. Makhluk itu semakin banyak. Menatap kami dengan wajah pucat lagi menjijikan.

Kyara melempari salah satu dari mereka dengan batu. Hebatnya, berhasil merusak satu bola matanya. Namun, itu batu terakhir di tanah sekitar kami.

Aku menyebut nama Guardian-ku, berusaha setenang mungkin. "Gill ..."

Gill menarik kami mundur. Makhluk pucat tadi maju selangkah, sementara jurang semakin dekat. Kami terjebak.

Sebenarnya, kami bisa melompat meski kemungkinanya begitu kecil. Bagiku, jaraknya terlalu jauh.

"Lompat!" seru Gill.

Kyara menatap kami. "Tapi, Gill–Hei!"

Buk!

Aku tercegang saat ia melempar Kyara hingga jatuh ke seberang dengan-mungkin-selamat.

"Kakak!" seruku cemas.

Gadis itu langsung bangkit dan merentangkan tangan, seolah mengisyaratkan kalau dia baik-baik saja.

Makhluk pucat tadi kembali menatap kami dan meneruskan langkah. Memamerkan deretan taring tajam lagi kotor.

Aku terkejut saat seseorang menarik kerah bajuku. "Eh-Eeeh ...!"

Brak!

Gill melemparku tepat di samping kiri Kyara. Beruntung kakakku lekas menyambut meski tetap taja terbentur ke tanah.

Kyara lalu membantuku bangkit.

"Ayo, Gill!" seru Kyara.

Dari kejauhan, Gill tampak selangkah dari gerombolan makhluk tadi. Aku tidak yakin apakah itu vampir atau justru Tentara Nisma.

Gill melompat.

Kakinya ditarik hingga tubuhnya mengempas di antara mereka.

"Gill!" jeritku.

Salah satu dari mereka menggigit tangannya.

Gill tampak memberontak sambil terus melepaskan diri. Semakin banyak makhluk mendekat dan menutupi pandangan kami.

Kami jelas panik. Aku tidak menyangka akan berakhir seperti ini. Ini tidak boleh terjadi!

Aku hendak melompat. Gill, bertahanlah!

Saat itulah, terdengar suara yang selama ini ditunggu.

"Minggir!"

Aku melihat bayangan mengangkat sebelah tangannya, memberi perintah, berdiri di antara gerombolan tadi.

Mereka mundur.

Gill ...

Aku lega menyadari Gill telah berubah menjadi sosok lain. Menyerupai mereka.

Wajah pucatnya menatapku dengan tatapan yang sama, waspada. Kini, ia memiliki mata merah. Posturnya semakin tinggi, disertai suara yang tegas membuat sosok itu kini disegani.

Gill telah menjelma menjadi Nemesis.

Jeritan menggema memenuhi ruang bawah tanah begitu ia bergerak. Bagai tarian maut, menyapu habis gerombolan vampir. Potongan tubuh melayang menghiasi udara, sebagian terjatuh ke dasar jurang hingga hancur lebur. Ternyata, selain mengubah wujud, Gill juga dapat meniru kekuatan meski sebatas gerakan fisik.

Kini, ia berdiri di tumpukan mayat musuh. Dengan minimnya cahaya, membuat sosok Gill tampak bagai malaikat maut. Ia berhenti sejenak untuk menatap sekitar.

"Gill, ayo!" panggilku.

Cahaya kehijauan menyelimuti Gill. Ia tampaknya kembali ke wujud asal.

Gill melompat tanpa hambatan.

"Fyuh!" Ia menghela napas. "Hampir saja mati!"

Gill duduk, gemetar.

"Um, Gill?" Aku mencoba meraihnya.

"Aku ... Takut," ujarnya gemetar. "Aku hampir mati."

"Tapi, kamu tampak baik-baik saja," balas Kyara. "Lihat, kulitmu masih mulus seperti biasa."

Gill mendongak, mata hijaunya memancarkan ketakutan. "Tetap sa-saja!"

"Sudahlah, setidaknya kamu aman." Aku duduk lalu memeluknya demi menenangkan Gill.

Gill membalas pelukanku, Kyara juga ikut. Kami begitu selama beberapa saat, menunggunya tenang.

Kudengar Gill terkesiap.

Aku jelas penasaran. "Ada ap-"

Aku tersentak kala Gill mendorong kami begitu kuat hingga terlempar cukup jauh.

DUAR!

Sebuah cahaya kebiruan menguasai ruang bawah tanah. Menjadikannya bagai neraka. Aku ingat ini. Serangan pertama dalam ingatanku.

Dari sosok pertama yang menyerangku di Ezilis.

Gill masih tetap di tempat. Nyaris terkena serangan, tapi tidak menjauh. Menatap vampir itu tanpa ekspresi.

Vampir itu melesat.

Gill hendak berdiri, namun terlambat.

Vampir itu berhasil menancapkan taring ke lehernya. Gill berjuang memberontak dengan percuma karena perbedaan fisik.

"Gill!" Aku menjerit hendak mendekat.

Kulihat Gill mencengkeram sesuatu dan mengarahkannya ke jantung lawan.

"Hisss..."

Musuhnya tumbang akibat sesuatu menancap di dada. Gill rupanya menusukkan pasak.

Aku terpana, tidak menyangka Gill menyimpan benda itu selama ini.

"Akh!" Aku merasakan sesuatu menindihku. Begitu menoleh, sosok wanita berambut cokelat menyeringai. Aku terjebak di antara pahanya.

"Hayo, kamu ingat?!" Dia tertawa.

Wanita itu!

"Remi!" Kyara melesat ke arah kami.

"Hei-"

Buk!

Belum sempat wanita itu menjauh, Kyara berhasil mendorongnya hingga aku terbebas.

"Kakak!" Aku bangkit dan langsung mengejar.

Kyara dan wanita itu berguling hingga ke dekat jurang tadi. Sedikit saja, keduanya bakal tewas terempas.

Aku berlari, berusaha mencegah.

Kyara berhasil menahan wanita itu dan mencoba mencekiknya. Wajah kakakku dipukul dari samping oleh lawannya hingga tumbang.

Aku menahan punggung wanita itu. "Lepaskan!"

Ia cengkeram leher Kyara. Aku berjuang menahan tubuh wanita itu agar tidak bergerak.

"Pangeran!"

Terdengar suara gaduh dari kejauhan. Aku yakin Gill lagi-lagi diserang vampir tadi.

"Lepaskan dia!" Aku mencoba menarik wanita itu mundur sepenuh tenaga.

Buk! Dia memukulku hingga jatuh.

"Remi!"

Aku melihatnya. Dia melempar Kyara ke dalam jurang.

"Kakak!"