webnovel

INSIDEN MASA LALU

Jam 10 malam, Tyo baru selesai rekaman dengan Satya dan bermaksud pulang ke rumahnya. Saat akan turun tangga dia menyadari kalau kondisi rumah Satya sudah sangat hening dan lampu ruang tengah sudah mati. Itu artinya hanya Satya yang masih terjaga. Agak takut dengan kondisi super hening dan remang-remang, Tyo mulai berjalan cepat menuruni tangga.

"Yo!"

"Astaghfirullah."Tyo latah dan hampir terjungkal ke depan. Untung saja Tyo bisa menyeimbangkan diri sebelum terguling sejauh setengah tangga.

Dia menoleh ke belakang dan makin kaget waktu melihat Andin, dengan rambut awut-awutan baru keluar kamar. "Ndin! Lu bisa nggak sih nggak usah ngagetin gue?"Tyo emosi.

Andin memasang wajah datar. "Lu-nya aja yang kagetan. Orang gue manggil doang."Tanpa merasa bersalah Andin berjalan cepat melewati Tyo. Tyo mengikuti di belakangnya.

"Mau ngapain sih lu?"

"Laper. Mo bikin mie."jawab Andin sebelum berbelok ke dapur.

Tyo mengusap perutnya. Mendengar kata mie, tiba-tiba dia merasa lapar. "Eh gue bikinin sekalian dong, hehe."

Andin yang sedang sibuk mencari mie instan di lemari kecil samping kulkas hanya mengangguk kecil.

"Eh gue mie goreng aja."protes Tyo waktu melihat Andin mengeluarkan dua bukus mi kuah.

"Adanya ini doang. Udah deh nggak usah banyak protes."omel Andin ketus.

"Iya deh iya... hehe."Tyo menurut. Dia duduk di kursi meja makan sambil memperhatikan Andin yang mulai sibuk memasak. Tyo memang seperti itu, dia hanya menunggu tanpa ada niat sedikitpun membantu.

Setelah beberapa saat Tyo menunggu sambil bermain HP, dua mangkuk mi kuah tersedia di atas meja. Mi kuah dengan telur setengah matang, potongan cabai dan daun bawang. Tyo mengaduk kuah mi sementara Andin yang duduk di depan lelaki itu sibuk menambahkan saus dan kecap.

Layaknya orang yang belum makan seharian, Tyo menghabiskan semangkuk mie hanya dalam lima kali suapan.

Andin yang sudah hafal dengan kelakuan Tyo hanya bisa mencibir."Lo belum makan apa gimana sih?"

"Hehe.. Udah lho tadi padahal."Tyo nyengir. "Lo sendiri kenapa makanya jadi pelan banget?'

Andin yang masih mengaduk-aduk mi di mangkok mengangkat kepala. "Biasanya juga gini."

Tyo melipat lengan di depan dada. "Nggak-nggak. Biasanya kalau lu gini, kalau nggak mens pasti galau."

"Sok tahu."Andin mengerucutkan bibir.

"Lu baru mens seminggu yang lalu. Jadi kali ini pasti lu galau. Ngapain sih galau segitunya?"

Gadis itu memasukan sesuap kecil mi ke dalam mulutnya. " Gue nggak galau."Andin bersikeras.

"Kalau nggak galau kenapa tadi lu nggak keluar kamar? Biasanya kalau ada gue nempel mulu."Tyo memicingkan mata curiga.

"Kapan gue pernah nempel lu?"protes Andin nggak terima.

"Gara-gara Mamah ya?"tebak Tyo yang langsung membuat Andin tersentak. "Kan... udah gue tebak."

"Gue..."Andin ragu-ragu. "Dia udah tidur belum sih?"

"Mamah udah kayaknya."Tyo pura-pura bego.

"Bukan Mamah elah. Maksud gue dia..."Andin menunjuk pintu kamar Ical dengan dagunya.

"Apa susahnya sih bilang Ical?"

"Stt..."Andin meletakan jari telunjuk di depan bibir. "Lu bisa pelan-pelan nggak sih ngomongnya?"

"Yaudah gue pelan."bisik Tyo.

"Ya nggak perlu bisik-bisik juga."

"Mau lu apa sih?"Tyo jadi emosi.

"Hm... Yo...".Andin menghela nafas berat. "Iya deh gue ngaku. Gue ngambek. Lagian Mamah kenapa coba jodohin gue sama Ical terus?"

"Ya kalau nggak suka ngomong aja lah."ujar Tyo kalem. "Atau lu bilang Mamah jodohinnya sama gue aja."Tyo naik-naikin alis.

Andin menerawang."Tapi masalahnya gue masih suka Ical."

"HA? Lu suka dia?"

Andin mengangguk."Gue dari SMA suka dia..."

Tyo melongo bingung."Terus masalahnya? Kan lu suka dia..."

"Masalahnya..."Andin menyuap mi banyak-banyak. "Dia itu nggak jelas. Gue rasa dia nggak punya perasaan yang sama..."

Tyo menggeser mangkuk-nya yang sudah kosong. Dia menopang dagu sambil memandang Andin di depannya yang sudah siap bercerita.

*

"Kayaknya Ical suka sama lu Ndin."

Andin nggak mau terlalu memikirkan perkataan Sarah, tapi entah kenapa kalimat temannya tempo hari itu sering muncul terutama saat dia melamun.

"Ical suka gue? Masa sih?"

Andin meninggalkan buku fisika yang terbuka di meja belajar dan justru meraih HP yang dari tadi dia simpan di dalam laci meja belajar. Sambil tiduran di atas ranjang, dia membuka lagi chat Ical selama dua bulan terakhir.

Sejak meminjam buku, Ical masih tetap menghubunginya sampai tidak terasa sudah dua bulan. Bukan setiap saat nge-chat, tapi hanya setiap malam minggu dan malam senin. Bahasan mereka-pun layaknya dua orang teman. Kebayakan membahas buku, film, kadang juga tentang masalah sekolah. Kesamaan selera, dan jalan berfikir membuat Ical dan Andin memiliki bahan bahasan yang lumayan banyak.

Seharusnya Andin bisa bersikap biasa, tapi dia hanyalah gadis 17 tahun yang baru memasuki masa peralihan. Dia mudah penasaran, dan akhirnya terjebak dalam perasaan yang aneh. Apalagi dia sudah berhenti menyukai Yudhistira yang sekarang sudah punya pacar.

Hatinya makin bergetar waktu muncul chat Ical dua hari yang lalu:

"Kita udah sering diskusi soal buku sama film. Kapan yuk ke toko buku atau nonton bareng. Mau nggak?"

Membaca chat itu Andin merasakan panas menjalari wajahnya. Sepertinya ada kemungkinan Ical menyukainya. Andin agak menyesal saat membaca balasannya yang hanya menuliskan 'ok'. Seharusnya dia lebih mendesak Ical.

Andin terus terfikirkan tentang ajakan Ical bahkan sampai di sekolah.

Hari itu jam kosong dan Sarah sibuk mengecat kuku. Malas ikut bergabung dengan kegiatan Sarah, Andin menopang dagu sambil melamun. Dia tidak terusik meski Ifan, si lambe turah kelas berisik meloncat kesana-kemari.

Andin mencoba tidak peduli, tapi Ifan yang dari tadi berisik di depan kelas berjalan ke arahnya. Ifan berdiri diantara mejanya dan meja Ical. Saat itu Hanif sedang duduk sendiri karena Ical dipanggil guru. Begitu duduk di kursi Ical , Ifan kembali berisik.

"Nif bagi stok film anu yang baru baru dong. Anime nggak papa deh. "desak Ifan.

Di kelas, Hanif memang terkenal sebagai bandarnya anime. Dia punya semua anime terbaru dengan berbagai genre. Biasanya Hanif download memakai laptop, tapi beberapa koleksi juga dia simpan di HP. "Kagak ada yang baru Fan."

"Liat HP lu dulu lah. Gue cek sapa tahu ada yang belum ditonton...."Ifan makin ribut.

Karena desakan Ifan yang terlihat sulit berhenti, Hanif menyerahkan HP-nya dengan berat hati.

Baru beberapa menit ditangan Ifan, timbulah kehebohan."WEH... RAINA SAPA NIF??"

Hanif terlonjak kaget. Dia langsung mengejar Ifan yang sekarang kabur lari memutari kelas.

"Kamu lagi ngapain? Kamu tadi cantik banget... wkwkwk...."Ifan masih sempat-sempatnya membaca chat Hanif meski sambil berlari.

Setelah kejar-kejaran dengan diiringi cie-cie-an dari anak cowok yang lain, akhirnya Ifan tertangkap. Hanif yang wajahnya merah padam merebut HP, dan langsung melarikan diri ke luar kelas.

Ical yang berpapasan dengan Haif di depan pintu, bingung dengan kedaan kelas yang super ribut. "Kenapa sih?"dia bertanya bingung ke Mala, yang tempat duduknya tepat di dekat pintu.

Sebelum Mala sempat menjawab Ifan yang melihat target baru langsung menghampiri Ical. Dengan senyum lebar dia mendekati Ical yang masih berdiri bingung di dekat pintu. "Halah,,, Nggak papa Cal. Eh gue pinjem HP lu dong."

"Buat apa?"tanya Ical tanpa curiga.

"Gue mau lihat koleksi film lu. Hanif tuh nggak mau bagi-bagi."

Ical mengeluarkan HP dari saku baju dan menyerahkannya ke Ifan.

Ifan berjalan ke pojok kelas dengan HP Ical di tangan. Ketika suasana sudah cukup hening dan anak-anak lain mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing, Ifan membuat kehebohan kedua.

"WEH ADA YANG CINLOK DI KELAS."teriak Ifan heboh.

Andin yang sedang mencorat-coret buku agak terlonjak. Dia melirik Ical yang baru duduk dibangkunya. Mereka berdua terlihat panik.

"SIAPA? SIAPA?"Leta penasaran.

"TERNYATA ICAL SAMA ANDIN GAES.... MAU NONTON BARENG..."

Pipi Andin memerah malu sementara Ical sudah mematung di bangkunya. Adegan selanjutnya adalah Ifan meminpin anak-anak kelas untuk menyalami Andin dan Ical seperti di acara pernikahan.

*

Tyo melongo."Terus?"

"Ya jadi canggng."Andin tersenyum lesu.

Tyo menopang dagu. "Nggak pernah komunikasi lagi? Chat-annya?"

Andin menyeruput kuah mi sampai tandas. "Udah enggak. Kita balik jadi anak nggak kenal meski duduk sebelahan."

Tyo mengerutkan dahi "Udah? gitu doang?"

Andin berdiri, membereskan mangkok kotornya dan Tyo. Setelah meletakan piring kotor di wastafel Andin berkata."Masih panjang. Tapi gue udah ngantuk. Mau tidur."

Tyo merengut."Ih lanjutin.... Kan gue penasaran..."

"Bodo amat."Andin dengan cuek meninggalkan Tyo yang masih di dapur.